Minggu, 25 Januari 2009
SITUASI SOSIAL KEAGAMAAN DAN PROSES
PEMBAHARUAN ISLAM DI TURKI
Oleh : Drs. IHSAN
Turki dalam sejarah emperium Romawi Kuno adalah sebagian wilayah kerajaan Romawi Timur atau Bizantium, dengan pusat pemerintahan ada di Konstantinopel (selanjutnya diubah namanya menjadi Istambul). Konstantinopel pada awal perkembangan Islam merupakan salah sati sasaran pengembangan untuk wilayaha Barat, disamping kota Iskandariyah di Mesir. Kedua kota tersebut sangat penting artinya bagi perkembangan Islam di Eropa dan Afrika. Iskandariyah adalah salah satu pelabuhan terbesar zaman itu – yang menjadi perantara terjadiny adaptasi, akulturasi dan akumulasi budaya dari berbagai negara, dan dengan keadaan tersebut, Iskandariyah merupakan jalur penting bagi perkembangan Islam di Afrika.
Sedangkan Konstantinopel sebagai salah satu kebanggaan kerajaan Romawi juga mempunyai peranan yang penting bagi pengembangan emperium Romawi, termasuk di dalamnya sebagai representasi kerajaan tersebut, dan dengan menguasi kota konstantinopel berarti telah memutus mata rantai kerajaan Romawi di Timur, termasuk didalamnya alah pengembangan misi agama Kristen. Pada saat yang sama dikalangan penganut Kristen terjadi kemundurun yang disebabkan oleh konflik intern keagamaan antara penganut Kristen Ortodoks dan Kristen Protestan.
Turki sebagai subordinasi sistem kerajaan Islam yang baru berkembang padaparuh akhir kejayaan kerajaan Islam – pasca kejayaan kerajaan Islam di Bagdad dan kerajaan Islam di Spanyol, pada mulanya adalah sebuah daerah kumuh yang sering kali dikunjungi guna mendapatkan pekerja atau budak yang dipekerjakan di kota-kota besar dunia Islam pada abad pertengahan dan untuk itu tidak ditemukan sebuah literatur apapun yang menyatakan peranan Turki dalam konsteks permulaan pengembangan Syiar Islam. Hal tersebut boleh jadi disebabkan oleh gairah politik dan letak geografisnya yang jauh dari pusat peredaran Islam yaitu Madinah atau Makkah.
Dinasti pertama yang mempekerjakan komunitas Turki adalah Daulat Bani Abbasiyah – yang pada perkembangan berikutnya memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap komunitas ke Turkian dan dinasti Abbasiyah itu sendiri. Pada paruh akhir kejayaan daulat bani Abbasiyah, orang-orang Turki telah meraih jabatan politik yang sangat penting yaitu “Wazir”, sebuah lembaga advisor dan pelaksana kebijakan pemerintah – bahkan dalam kondisi tertentu ia dapat menjelma sebagai “Kholifah”. Budak-budak yang memiliki jabatan politik yang cukup menentukan tersebut dikenal dengan “Turki Mamaluk” yang kelak menjadi cikal bakal lahirnya kerajaan Turki Saljuk dan kemudian menjelma menjadi Turki Utsmani pada awal abad ke 18 M.
Setelah kerajaan Islam di Bagdad hancur pada tahun 1258 M dan disusul kemudian oleh hancurnya kerajaan Islam di Spanyol pada tahun 1492 M, Umat Islam hampir saja kehilangan kekuatan politik, dan memang secara berlahan-lahan umat Islam mengalami kemunduran sosial politik dan ilmu pengetahuan. Namun demikian ditengah-tengah kemunduran tersebut, lahir wacana politik baru – yang kelak dapat memperlambat kejatuhan umat Islam secara keseluruhan sampai pada akhir abad ke 19 M.
Ada tiga kerajaan Islam baru – yang sangat penting peranannya dalam memperlambat kejatuhan mental dan ruh politik umat Islam, yang dari situ dapat juga dipakai sebagai iindikator bahwa masih ada komunitas umat Islam yang tetap eksi baik secara politik maupun ekonomi, yaitu
a. Daulat bani Safawiyah di Iran
b. Daulat bani Fatimiyah di Mesir
c. Daulat Bani Saljuk atau Kerajaan Turki Utsmani di Turki.
Ketiga kerajaan tersebut menjadi benteng terakhir umat Islam, terutama dalam rangka menanggulangi kekuatan eksternal yang mulai mengganggu sekaligus menggusur kekuatan politik dalam Islam. Dalam perspektif theologis, ketiga kerajaan tersebut juga berjuang mempertahankan eksistensi theologis Islam, terutama kerajaan Islam Turki Utsmani yang menjadi pelopor perang perang sabil melawan dominasi theologi Kristen dalam serangkaian “Perang Salib”. Tokoh-tokoh seperti Sholahuddin al Ayubi menjadi contoh dan representasi perjuangan umat Islam dalam mempertahankan nilai suci agama Islam, termasuk didalamnya adalah menjaga keutuhan sosial politik umat Islam.
SITUASI SOSIAL KEAGAMAAN TURKI UTSMANI ABAD XIX
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa Turki merupakan kebanggaan terakhir umat Islam yang bertahan dalam menghadapi hegemoni ekonomi, sosial dan politik bangsa Barat, walau pada akhirnya ia juga mengalami peristiwa yang sama yaitu kemunduran general yang kemudian menyebabkan mereka menjadi salah satu dari sekian umat Islam yang menderita penyakit (The Sick Man of Europe). Situasi dan perubahan sosio kultural dan politik telah berkembang sejak awwal abad XIX, dengan titik konsentrasi pada perubahan pendidikan, sosial kemasyarakatan dan politik. Berikut ini keadaan pendidikan, sosial kemasyarakatan dan politik Turki pada abad ke XIX.
A. Pendidikan
Dalam sektor pendidikan terjadi perubahan orientasi dan materi pendidikan yaitu dari pendidikan dengan basic keagamaan menjadi pendidikan umum yang menitik beratkan pada pendidikan barat. Untuk itu didirikan sekolah umum (Maktabe Ma’arif), sekolah kesusastraan (Maktabe Edeby) dan lain-lain.
B. Sosial kemasyarakatan
1. Masuknya ide progresif dari barat atau boleh dikatakan ide westernisasi sebagai anti thesis peengobatan kemunduran Turki secara umum atau karena kelemahan sosio kultural bangsa Turki.
2. Berkembangnya gerakan tanzimat yang dipelopori oleh Musthofa Rasyid Pasha, Rif’at Pasha, Mehmet Sidek dan Musthofa Semi. Gerakan ini kemudian ditindaklanjuti oleh Sultan Abd. Madjid pada tahun 1839 dengan mengeluarkan deklarasi Gulhane, yang berisi :
a. Dikeluarkannya aturan penegakan HAM.
b. Diundangkannya sistem dan penggajian pegawai secara proporsional.
c. Undang-Undan anti Korupsi.
d. Undang-undang yang mengatur adanya persamaan hak termasuk dalam agama.
Gerakan pembaharuan atau tanzimat di Turki terjadi dalam dua periode, yaitu periode Rasyid Pasha dan Periode Ali Pasha dan Fuad Pasha.
a. Tanzimat Rasyid Pasha; dengan titik tekan pembaharuan :
· Reformasi hukum – meliputi pembentukan dewan hukum, penerbitan undang-undang Dinas Militer tahun 1855, Mahkamah baru dalam pidana dan perdata tahun 1849, hukum dagang tahun 1850 dan undang-undang yang mengatur pembebasan Kharaj atas tanah tahun 1855.
· Reformasi pendidikan
· Reformasi bidang politik dan pemerintahan
b. Tanzimat Ali Pasha dan Fuad Pasha – meliputi pembaharuan dibidang :
· Perubahan hukum-hukum tentang tanah tahun 1858
· Hukum yang mengatur hak warga asing untuk memiliki tanah dan barang tak bergerak tahun 1867.
· Hukum perdata Islam tahun 1859
· Undang-undang penghapusan wakaf.
Gerakan pembaharuan atau yang dikenal dengan “tanzimat” ini kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya – lebih radikal dan total, mereka kemudian dikenal dengan “Gerakan Ustmani Muda”.
C. Keadaan politik
Dalam bidang politik terjadi perubahan yang sangat signifikan, terutama untuk membawa Turki pada era baru – Turki yang modern. Perubahan-perubahan tersebut adalah :
1. Reformasi jabatan Politik “Sadrazan” yang mempunyai kekuasaan otoriter atau absolut menjadi sebuah jabatan koordinatiof yang disebut dengan “Perdana Menteri”/Prime of Minister”.
2. Kekuatan yudikatif yang dulunya dipegang oleh “Sadrazan” – diambil alih oleh “Syaikhul Islam” terutama dalam hal hukum syara’.
GERAKAN PEMBAHARUAN TURKI UTSMANI MUDA
Gerakan pembaharuan Turki pada masa Utsmani Muda lebih mengarah pada reformasi politik, terutama yang berkaitan dengan pembatasan kekuassaan absolut yang dipegang oleh Raja (Sultan) menjadi kekuasaan yang konstitusional – kekuasaan yang dibatasi oleh undang-undang dengan memberdayakan pengawasan dari rakyat. Reformasi jabatan politk yang absolut merupakan anti thesis yang dikembangkan oleh Utsmani Muda untuk memperbaharuhi kinerja politik bangsa Turki. Gerakan pembaharuan Utsmani Muda pada awalnya mendapat hambatan dari gerakan pembaharuan sebelumnya yaitu tanzimat yang sedikit mendukung pemerintahan yang absolut.
Untuk mengetahu lebih lanjut pembaharuan yang dilakukan oleh Utsmani Muda, berikut ini tokoh-tokoh pembaharu dan pokok-pokok pikirannya :
A. Ziya Pasha (1825-1880).
1. Pemerintah Turki harus dirubah dari bentuk absolutisme menjadi pemerintahan konstitusional agar bangsa Turki dapat maju dan sejajar dengan bangsa barat, karena bangsa Turki dapat masuk kedalamnya.
2. Pemerintahan konstitusional didalamnya harus terdapat DPR sebagai perwujudan kedaulatan rakyat.
B. Nenik Kamal (1840-1888)
1. Kemunduran Turki secara ekonomi dan politik disebabkan oleh sistem pemerintahan yang absolut dan oleh sebab itu harus dikembangkan pemerintahan yang konstitusional
2. Piagam Gulhane belum mencerminkan adanya pemisahan kekuasaan, yaitu pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
3. Hak-hak politik rakyat harus dilindungi sebagai perwujudan kedaulatan rakyat.
4. Untuk merealisasi hak-hak politik rakyat sebagai perwujudan kedaulatan rakyat, maka harus dibentuk 3 majlis yaitu majlis negara, majlis nasional dan majlis senat.
C. Ahmad Reza (1859-1931)
1. Untuk menyelamatkan bangsa Turki, harus diadakan pendidikan positif artinya pendidikan dengan menitikberatkan pemikiran rasional dan bukan pemikiran theologis dan metafisika (mengambil konsep positifisme August Comte).
2. Sistem pemerintahan konstitusional tidak bertentangan dengan nilai keislaman terutama yang berkaitan dengan konsep musyawarah.
3. Mendesak Sultan agar segera merealisasikan sistem pemerintahan yang bersifat konstitusional.
D. Mehmed Murad (1853-1912)
1. Bangsa atau negara Tukri mundur bukan disebabkan oleh Islam dan rakyat Turki itu sendiri, melainkan disebabkan oleh pelaksanaan pemerintahan yang absolut. Untuk mengatasi hal tersebut, maka pemerintahan yang absolut harus segera dibatasi dengan undang-undang.
2. Kemunduran Turki juga disebabkan oleh desintegrasi antara pusat (Istambul) dengan daerah-daerah yang jauh – dalam pengertian yang lain terjadinya ketidakharmonisan hubungan antara pusat dan daerah.
MUSTHOFA KEMAL PASHA; BAPAK PEMBAHARUAN TURKI MODERN
Terdapat satu nama yang tidak dapat dipisahkan dengan Turki Modern, yaitu Musthofa Kemal Pasha. Mengingat perannya yang sangat besar dan sentral dalam proses pembaha-ruan Turki, maka ia kerap kali disebut sebagai “Bapak Pembaharu Turki” atau “Kemal Ataturk”. Kemal Pasha melihat bahwa Turki yang mengalami kemunduran dan ketidakber-dayaan lrebih banyak disebabkan oleh ketidakmampuan bangsa Turki menghadapi absolutisme dan kekakuan politik, dan oleh sebab itu ia harus diberangus dengan menam-pilkan kedaulatan rakyat dalam bentuk majlis-majlis yang sebelumnya telah dikembangkan oleh gerakan Turki Utsmani Muda.
Keberhasilan Musthofa Kemal Pasha dalam proses pembaharuan dan program penyela-matan bangsa Turki adalah ketiak ia membuat satu negara tandingan di Turki dengan pusat pemerintahan di Angkara (Ibukota Turki – sekarang). Pemerintahan tandingan tersebut secara politik mengancam eksistensi emperium Turki Utsmani yang berjalan sekitar 6 abad – mulai abad ke 12 M. sampai dengan abad ke 20 M. Keberhasilan Kemal Pasha mengeliminir dan merubah bentuk negara absolut menjadi negara republik yang demokratis banyak didukung oleh situasi sosial politik bangsa Turki yang sedang tidak senang dengan sikap kemutlakan dan absolutismr politik. Disamping itu keadaan politik dan tekanan dunia luar tyerhadap bangsa Turki semakin kuat terutama setelah Turki mengalami kekalahan beruntun dalam perang dunia I. Faktor dominan lainnya adalah keinginan merubah sistem kenegaraan agar bangsa Turki terbebas dari ketidakberdayaan.
Pemberdayaan potensi bangsa Turki oleh Musthofa Kemal Pasha dimulai dengan melakukan Nasionalisasi simbol dan atribut kenegaraan, terutama untuk memutus pengaruh tradisionalisme yang menurutnya menjadi sebab dominan dari ilusi kejayaan masa lalu. Simbol dan atribut kenegaraan dikembalikan dalam kultur bangsa Turki, sehingga banyak akar-akar kebudayaan tradisional yang disemangati oleh Islam dan bangsa Arab kehilangan kekuatannya. Bangsa Turki oleh Musthofa Kemal Pasha dibawa pada tatanan baru yang sama sekali berbeda dengan akar dan nilainya dari bangsa Turki masa lalu – bangsa Turki telah dibuat lupa dengan masa lalunya oleh Musthofa Kemal Pasha.
Program kedua yang dilaksanakan oleh Musthofa Kemal Pasha adalah melakukan perubahan citra dan visi kehidupan dengan menggunakan idiom-idiom barat sebagai repre-sentasi nilai kehidupan yang baru. Proses westernisasi ini ternyata menimbulkan akibat yang lluar biasa bagi bangsa Turki – yang sebelumnya adalah penganut agama yang taat. Akibat-akibat tersebut adalah :
A. Tereduksinya program pendidikan keagamaan dan berkembangnya program pendidikan barat, yang berakibat semakin menipisnya kesadaran beragama (pengamalan agama).
B. Visi westernisasi telah menyebabkan digantikannya simbol dan jargon Islam menjadi simbol dan jargon nasinalis Turki atau bahkan simbol dan jargon barat.
C. Berkembangnya struktur sosial yang sekuler dengan meletakkan agama sebagai sesuatu yang tidak penting bagi perjalanan kehidupan manusia di dunia.
Mungkin secara umum program pembaharuan Turki oleh Musthofa Kemal Pasha telah membawa Turki pada era baru yang modern, bahkan untuk saat ini bangsa Turki telah menjadi bagian dari dunia barat yang sekuler. Akan tetapi harga yang harus dibayar sangat mahal dibandingkan dengan hasil yang dicapai oleh bangsa Turki dalam proses pembaharuan tersebut. Terdapat dua indikator yang dapat dilihat berkaitan dengan kegagalan Turki dalam proses pembaharuan tersebut, yaitu :
A. Turki sampai saat belum menunjukkan sebagai negara yang maju, modern dan disegani oleh dunia barat, dibandingkan dengan Jepang yang juga mengalami kehancuran akibat perang dunia II. Jepang dapat bangkit kembali dan menjadi kekuatan raksasa dunia dalam tempo 25 tahun, sedangkan Turki setelah 70 tahun masih tetap tergantung dengan dunia barat.
B. Bangsa Turki telah kehilangan kebanggaan masa lalu yang dibuang secara paksa keselokan western oleh Musthofa Kemal Pasha dan diganti dengan prinsip-prinsip barat yang ternyata tidak mampu mengangkat kepribadian dan spirit bangsa Turki – berbeda dengan Jepang yang melakukan modernisasi tetapi mereka tetap menjadikan tradisional isme sebagai pijakan dan tata niali kehidupan.
Terlepas dari kegagalan pembaharuan tersebut, maka menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha bahwa apa yang dilakukan oleh mereka patut dihargai dan diikuti, karena mereka telah memberikan wacana baru dalam proses pembaharuan, setidak-tidaknya mereka telah mampu memberikan alternatif dalam rangka memecah kebekuan berfikir dan berkreasi. Wacana pemikiran yang lain adalah dikembangkannya pemikiran rasional untuk menggali nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam itu sendiri.
Barangkali tindakan yang paling positif bagi setiap usaha pembaharuan adalah mengakumulasikan seluruh potensi keumatan baik potensi tradisionalisme, modernitas dan Post Modern yang telah berkembang di dunia barat – untuk kita analisa dan kemudian kita kembangkan dengan spirit Islam yang salafi, sehingga dunia yang akan kita jalani adalah dunia yang modern yang didalamnya berkembang berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi penuh dengan spiritualitas Islam yang damai, sejahtera dan selamat dunia akhira.
PEMBAHARUAN ISLAM DI TURKI
Oleh : Drs. IHSAN
Turki dalam sejarah emperium Romawi Kuno adalah sebagian wilayah kerajaan Romawi Timur atau Bizantium, dengan pusat pemerintahan ada di Konstantinopel (selanjutnya diubah namanya menjadi Istambul). Konstantinopel pada awal perkembangan Islam merupakan salah sati sasaran pengembangan untuk wilayaha Barat, disamping kota Iskandariyah di Mesir. Kedua kota tersebut sangat penting artinya bagi perkembangan Islam di Eropa dan Afrika. Iskandariyah adalah salah satu pelabuhan terbesar zaman itu – yang menjadi perantara terjadiny adaptasi, akulturasi dan akumulasi budaya dari berbagai negara, dan dengan keadaan tersebut, Iskandariyah merupakan jalur penting bagi perkembangan Islam di Afrika.
Sedangkan Konstantinopel sebagai salah satu kebanggaan kerajaan Romawi juga mempunyai peranan yang penting bagi pengembangan emperium Romawi, termasuk di dalamnya sebagai representasi kerajaan tersebut, dan dengan menguasi kota konstantinopel berarti telah memutus mata rantai kerajaan Romawi di Timur, termasuk didalamnya alah pengembangan misi agama Kristen. Pada saat yang sama dikalangan penganut Kristen terjadi kemundurun yang disebabkan oleh konflik intern keagamaan antara penganut Kristen Ortodoks dan Kristen Protestan.
Turki sebagai subordinasi sistem kerajaan Islam yang baru berkembang padaparuh akhir kejayaan kerajaan Islam – pasca kejayaan kerajaan Islam di Bagdad dan kerajaan Islam di Spanyol, pada mulanya adalah sebuah daerah kumuh yang sering kali dikunjungi guna mendapatkan pekerja atau budak yang dipekerjakan di kota-kota besar dunia Islam pada abad pertengahan dan untuk itu tidak ditemukan sebuah literatur apapun yang menyatakan peranan Turki dalam konsteks permulaan pengembangan Syiar Islam. Hal tersebut boleh jadi disebabkan oleh gairah politik dan letak geografisnya yang jauh dari pusat peredaran Islam yaitu Madinah atau Makkah.
Dinasti pertama yang mempekerjakan komunitas Turki adalah Daulat Bani Abbasiyah – yang pada perkembangan berikutnya memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap komunitas ke Turkian dan dinasti Abbasiyah itu sendiri. Pada paruh akhir kejayaan daulat bani Abbasiyah, orang-orang Turki telah meraih jabatan politik yang sangat penting yaitu “Wazir”, sebuah lembaga advisor dan pelaksana kebijakan pemerintah – bahkan dalam kondisi tertentu ia dapat menjelma sebagai “Kholifah”. Budak-budak yang memiliki jabatan politik yang cukup menentukan tersebut dikenal dengan “Turki Mamaluk” yang kelak menjadi cikal bakal lahirnya kerajaan Turki Saljuk dan kemudian menjelma menjadi Turki Utsmani pada awal abad ke 18 M.
Setelah kerajaan Islam di Bagdad hancur pada tahun 1258 M dan disusul kemudian oleh hancurnya kerajaan Islam di Spanyol pada tahun 1492 M, Umat Islam hampir saja kehilangan kekuatan politik, dan memang secara berlahan-lahan umat Islam mengalami kemunduran sosial politik dan ilmu pengetahuan. Namun demikian ditengah-tengah kemunduran tersebut, lahir wacana politik baru – yang kelak dapat memperlambat kejatuhan umat Islam secara keseluruhan sampai pada akhir abad ke 19 M.
Ada tiga kerajaan Islam baru – yang sangat penting peranannya dalam memperlambat kejatuhan mental dan ruh politik umat Islam, yang dari situ dapat juga dipakai sebagai iindikator bahwa masih ada komunitas umat Islam yang tetap eksi baik secara politik maupun ekonomi, yaitu
a. Daulat bani Safawiyah di Iran
b. Daulat bani Fatimiyah di Mesir
c. Daulat Bani Saljuk atau Kerajaan Turki Utsmani di Turki.
Ketiga kerajaan tersebut menjadi benteng terakhir umat Islam, terutama dalam rangka menanggulangi kekuatan eksternal yang mulai mengganggu sekaligus menggusur kekuatan politik dalam Islam. Dalam perspektif theologis, ketiga kerajaan tersebut juga berjuang mempertahankan eksistensi theologis Islam, terutama kerajaan Islam Turki Utsmani yang menjadi pelopor perang perang sabil melawan dominasi theologi Kristen dalam serangkaian “Perang Salib”. Tokoh-tokoh seperti Sholahuddin al Ayubi menjadi contoh dan representasi perjuangan umat Islam dalam mempertahankan nilai suci agama Islam, termasuk didalamnya adalah menjaga keutuhan sosial politik umat Islam.
SITUASI SOSIAL KEAGAMAAN TURKI UTSMANI ABAD XIX
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa Turki merupakan kebanggaan terakhir umat Islam yang bertahan dalam menghadapi hegemoni ekonomi, sosial dan politik bangsa Barat, walau pada akhirnya ia juga mengalami peristiwa yang sama yaitu kemunduran general yang kemudian menyebabkan mereka menjadi salah satu dari sekian umat Islam yang menderita penyakit (The Sick Man of Europe). Situasi dan perubahan sosio kultural dan politik telah berkembang sejak awwal abad XIX, dengan titik konsentrasi pada perubahan pendidikan, sosial kemasyarakatan dan politik. Berikut ini keadaan pendidikan, sosial kemasyarakatan dan politik Turki pada abad ke XIX.
A. Pendidikan
Dalam sektor pendidikan terjadi perubahan orientasi dan materi pendidikan yaitu dari pendidikan dengan basic keagamaan menjadi pendidikan umum yang menitik beratkan pada pendidikan barat. Untuk itu didirikan sekolah umum (Maktabe Ma’arif), sekolah kesusastraan (Maktabe Edeby) dan lain-lain.
B. Sosial kemasyarakatan
1. Masuknya ide progresif dari barat atau boleh dikatakan ide westernisasi sebagai anti thesis peengobatan kemunduran Turki secara umum atau karena kelemahan sosio kultural bangsa Turki.
2. Berkembangnya gerakan tanzimat yang dipelopori oleh Musthofa Rasyid Pasha, Rif’at Pasha, Mehmet Sidek dan Musthofa Semi. Gerakan ini kemudian ditindaklanjuti oleh Sultan Abd. Madjid pada tahun 1839 dengan mengeluarkan deklarasi Gulhane, yang berisi :
a. Dikeluarkannya aturan penegakan HAM.
b. Diundangkannya sistem dan penggajian pegawai secara proporsional.
c. Undang-Undan anti Korupsi.
d. Undang-undang yang mengatur adanya persamaan hak termasuk dalam agama.
Gerakan pembaharuan atau tanzimat di Turki terjadi dalam dua periode, yaitu periode Rasyid Pasha dan Periode Ali Pasha dan Fuad Pasha.
a. Tanzimat Rasyid Pasha; dengan titik tekan pembaharuan :
· Reformasi hukum – meliputi pembentukan dewan hukum, penerbitan undang-undang Dinas Militer tahun 1855, Mahkamah baru dalam pidana dan perdata tahun 1849, hukum dagang tahun 1850 dan undang-undang yang mengatur pembebasan Kharaj atas tanah tahun 1855.
· Reformasi pendidikan
· Reformasi bidang politik dan pemerintahan
b. Tanzimat Ali Pasha dan Fuad Pasha – meliputi pembaharuan dibidang :
· Perubahan hukum-hukum tentang tanah tahun 1858
· Hukum yang mengatur hak warga asing untuk memiliki tanah dan barang tak bergerak tahun 1867.
· Hukum perdata Islam tahun 1859
· Undang-undang penghapusan wakaf.
Gerakan pembaharuan atau yang dikenal dengan “tanzimat” ini kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya – lebih radikal dan total, mereka kemudian dikenal dengan “Gerakan Ustmani Muda”.
C. Keadaan politik
Dalam bidang politik terjadi perubahan yang sangat signifikan, terutama untuk membawa Turki pada era baru – Turki yang modern. Perubahan-perubahan tersebut adalah :
1. Reformasi jabatan Politik “Sadrazan” yang mempunyai kekuasaan otoriter atau absolut menjadi sebuah jabatan koordinatiof yang disebut dengan “Perdana Menteri”/Prime of Minister”.
2. Kekuatan yudikatif yang dulunya dipegang oleh “Sadrazan” – diambil alih oleh “Syaikhul Islam” terutama dalam hal hukum syara’.
GERAKAN PEMBAHARUAN TURKI UTSMANI MUDA
Gerakan pembaharuan Turki pada masa Utsmani Muda lebih mengarah pada reformasi politik, terutama yang berkaitan dengan pembatasan kekuassaan absolut yang dipegang oleh Raja (Sultan) menjadi kekuasaan yang konstitusional – kekuasaan yang dibatasi oleh undang-undang dengan memberdayakan pengawasan dari rakyat. Reformasi jabatan politk yang absolut merupakan anti thesis yang dikembangkan oleh Utsmani Muda untuk memperbaharuhi kinerja politik bangsa Turki. Gerakan pembaharuan Utsmani Muda pada awalnya mendapat hambatan dari gerakan pembaharuan sebelumnya yaitu tanzimat yang sedikit mendukung pemerintahan yang absolut.
Untuk mengetahu lebih lanjut pembaharuan yang dilakukan oleh Utsmani Muda, berikut ini tokoh-tokoh pembaharu dan pokok-pokok pikirannya :
A. Ziya Pasha (1825-1880).
1. Pemerintah Turki harus dirubah dari bentuk absolutisme menjadi pemerintahan konstitusional agar bangsa Turki dapat maju dan sejajar dengan bangsa barat, karena bangsa Turki dapat masuk kedalamnya.
2. Pemerintahan konstitusional didalamnya harus terdapat DPR sebagai perwujudan kedaulatan rakyat.
B. Nenik Kamal (1840-1888)
1. Kemunduran Turki secara ekonomi dan politik disebabkan oleh sistem pemerintahan yang absolut dan oleh sebab itu harus dikembangkan pemerintahan yang konstitusional
2. Piagam Gulhane belum mencerminkan adanya pemisahan kekuasaan, yaitu pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
3. Hak-hak politik rakyat harus dilindungi sebagai perwujudan kedaulatan rakyat.
4. Untuk merealisasi hak-hak politik rakyat sebagai perwujudan kedaulatan rakyat, maka harus dibentuk 3 majlis yaitu majlis negara, majlis nasional dan majlis senat.
C. Ahmad Reza (1859-1931)
1. Untuk menyelamatkan bangsa Turki, harus diadakan pendidikan positif artinya pendidikan dengan menitikberatkan pemikiran rasional dan bukan pemikiran theologis dan metafisika (mengambil konsep positifisme August Comte).
2. Sistem pemerintahan konstitusional tidak bertentangan dengan nilai keislaman terutama yang berkaitan dengan konsep musyawarah.
3. Mendesak Sultan agar segera merealisasikan sistem pemerintahan yang bersifat konstitusional.
D. Mehmed Murad (1853-1912)
1. Bangsa atau negara Tukri mundur bukan disebabkan oleh Islam dan rakyat Turki itu sendiri, melainkan disebabkan oleh pelaksanaan pemerintahan yang absolut. Untuk mengatasi hal tersebut, maka pemerintahan yang absolut harus segera dibatasi dengan undang-undang.
2. Kemunduran Turki juga disebabkan oleh desintegrasi antara pusat (Istambul) dengan daerah-daerah yang jauh – dalam pengertian yang lain terjadinya ketidakharmonisan hubungan antara pusat dan daerah.
MUSTHOFA KEMAL PASHA; BAPAK PEMBAHARUAN TURKI MODERN
Terdapat satu nama yang tidak dapat dipisahkan dengan Turki Modern, yaitu Musthofa Kemal Pasha. Mengingat perannya yang sangat besar dan sentral dalam proses pembaha-ruan Turki, maka ia kerap kali disebut sebagai “Bapak Pembaharu Turki” atau “Kemal Ataturk”. Kemal Pasha melihat bahwa Turki yang mengalami kemunduran dan ketidakber-dayaan lrebih banyak disebabkan oleh ketidakmampuan bangsa Turki menghadapi absolutisme dan kekakuan politik, dan oleh sebab itu ia harus diberangus dengan menam-pilkan kedaulatan rakyat dalam bentuk majlis-majlis yang sebelumnya telah dikembangkan oleh gerakan Turki Utsmani Muda.
Keberhasilan Musthofa Kemal Pasha dalam proses pembaharuan dan program penyela-matan bangsa Turki adalah ketiak ia membuat satu negara tandingan di Turki dengan pusat pemerintahan di Angkara (Ibukota Turki – sekarang). Pemerintahan tandingan tersebut secara politik mengancam eksistensi emperium Turki Utsmani yang berjalan sekitar 6 abad – mulai abad ke 12 M. sampai dengan abad ke 20 M. Keberhasilan Kemal Pasha mengeliminir dan merubah bentuk negara absolut menjadi negara republik yang demokratis banyak didukung oleh situasi sosial politik bangsa Turki yang sedang tidak senang dengan sikap kemutlakan dan absolutismr politik. Disamping itu keadaan politik dan tekanan dunia luar tyerhadap bangsa Turki semakin kuat terutama setelah Turki mengalami kekalahan beruntun dalam perang dunia I. Faktor dominan lainnya adalah keinginan merubah sistem kenegaraan agar bangsa Turki terbebas dari ketidakberdayaan.
Pemberdayaan potensi bangsa Turki oleh Musthofa Kemal Pasha dimulai dengan melakukan Nasionalisasi simbol dan atribut kenegaraan, terutama untuk memutus pengaruh tradisionalisme yang menurutnya menjadi sebab dominan dari ilusi kejayaan masa lalu. Simbol dan atribut kenegaraan dikembalikan dalam kultur bangsa Turki, sehingga banyak akar-akar kebudayaan tradisional yang disemangati oleh Islam dan bangsa Arab kehilangan kekuatannya. Bangsa Turki oleh Musthofa Kemal Pasha dibawa pada tatanan baru yang sama sekali berbeda dengan akar dan nilainya dari bangsa Turki masa lalu – bangsa Turki telah dibuat lupa dengan masa lalunya oleh Musthofa Kemal Pasha.
Program kedua yang dilaksanakan oleh Musthofa Kemal Pasha adalah melakukan perubahan citra dan visi kehidupan dengan menggunakan idiom-idiom barat sebagai repre-sentasi nilai kehidupan yang baru. Proses westernisasi ini ternyata menimbulkan akibat yang lluar biasa bagi bangsa Turki – yang sebelumnya adalah penganut agama yang taat. Akibat-akibat tersebut adalah :
A. Tereduksinya program pendidikan keagamaan dan berkembangnya program pendidikan barat, yang berakibat semakin menipisnya kesadaran beragama (pengamalan agama).
B. Visi westernisasi telah menyebabkan digantikannya simbol dan jargon Islam menjadi simbol dan jargon nasinalis Turki atau bahkan simbol dan jargon barat.
C. Berkembangnya struktur sosial yang sekuler dengan meletakkan agama sebagai sesuatu yang tidak penting bagi perjalanan kehidupan manusia di dunia.
Mungkin secara umum program pembaharuan Turki oleh Musthofa Kemal Pasha telah membawa Turki pada era baru yang modern, bahkan untuk saat ini bangsa Turki telah menjadi bagian dari dunia barat yang sekuler. Akan tetapi harga yang harus dibayar sangat mahal dibandingkan dengan hasil yang dicapai oleh bangsa Turki dalam proses pembaharuan tersebut. Terdapat dua indikator yang dapat dilihat berkaitan dengan kegagalan Turki dalam proses pembaharuan tersebut, yaitu :
A. Turki sampai saat belum menunjukkan sebagai negara yang maju, modern dan disegani oleh dunia barat, dibandingkan dengan Jepang yang juga mengalami kehancuran akibat perang dunia II. Jepang dapat bangkit kembali dan menjadi kekuatan raksasa dunia dalam tempo 25 tahun, sedangkan Turki setelah 70 tahun masih tetap tergantung dengan dunia barat.
B. Bangsa Turki telah kehilangan kebanggaan masa lalu yang dibuang secara paksa keselokan western oleh Musthofa Kemal Pasha dan diganti dengan prinsip-prinsip barat yang ternyata tidak mampu mengangkat kepribadian dan spirit bangsa Turki – berbeda dengan Jepang yang melakukan modernisasi tetapi mereka tetap menjadikan tradisional isme sebagai pijakan dan tata niali kehidupan.
Terlepas dari kegagalan pembaharuan tersebut, maka menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha bahwa apa yang dilakukan oleh mereka patut dihargai dan diikuti, karena mereka telah memberikan wacana baru dalam proses pembaharuan, setidak-tidaknya mereka telah mampu memberikan alternatif dalam rangka memecah kebekuan berfikir dan berkreasi. Wacana pemikiran yang lain adalah dikembangkannya pemikiran rasional untuk menggali nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam itu sendiri.
Barangkali tindakan yang paling positif bagi setiap usaha pembaharuan adalah mengakumulasikan seluruh potensi keumatan baik potensi tradisionalisme, modernitas dan Post Modern yang telah berkembang di dunia barat – untuk kita analisa dan kemudian kita kembangkan dengan spirit Islam yang salafi, sehingga dunia yang akan kita jalani adalah dunia yang modern yang didalamnya berkembang berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi penuh dengan spiritualitas Islam yang damai, sejahtera dan selamat dunia akhira.
Label: Tarikh Islam
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)