Senin, 05 Januari 2009
BEBERAPA PEMIKIRAN PEMBAHARUAN DALAM ISLAM
Oleh : Drs. Ihsan
PENDAHULUAN
Kemunduran Islam sebagaimana yang telah banyak digambarkan oleh para pemikir Islam membawa dampak yang sangat general bagi perkembangan sosial, ekonomi, politik dan intelektual umat Islam. Kemunduran umat Islam juga tidak dapat ditimpakan kepada satu kelompok atau orang tertentu sebagai yang bertanggung jawab atau setidaknya menjadi kontributor utama dalam proses kemunduran tersebut. Kemunduran Islam adalah fenomena yang general untuk menggambarkan masa ketidak mampuan umat islam berperan dalam sisi keduniaannya. Secara umum sistuasi umum umat Islam pada saat mengalami kemunduran adalah sebagai berikut :
A. Sosial Politik
1. Wilayah kekuasaan Islam banyak yang lepas dan dikuasai oleh negara-negara Eropa diantara mereka ada yang merdeka dan kemudian memukul balik kekuasaan Islam.
2. Wilayah kekuasaan Islam banyak yang lepas dan dikuasai oleh negara-negara Eropa diantara mereka ada yang merdeka dan kemudian memukul balik kekuasaan Islam.
3. Struktur sosial politik umat Islam menjadi lemah, sehingga umat Islam cenderung mengalami dependente (ketergantungan dengan dunia Barat).
4. Ketergantungan umat Islam kepada mereka menyebabkan lahirnya ketimpangan struktural yang menempatkan umat Islam menjadi budak/buruh atau kaum marginal/kaum pinggiran lainnya.
B. Ilmu Pengetahuan dan Budaya – tradisi keilmuan
1. Umat Islam tidak lagi memiliki ilmu yang dapat dibanggakan karena kehebatannya. Lebih dari itu umat Islam hanya mengikuti penemuan ilmiyah yang dilakukan oleh orang Barat.
2. Memudarnya kemegahan kebudayaan Islam yang ditandai dengan menurunnya tradisi berfikir dan kebekuan berfikir – mereka sedang terbuai impian kemegahan umat Islam masa lalu, kenyataannya mereka dalam keadaan miskin, terjajah oleh bangsa Barat dan terhina.
3. Berkembangnya budaya imitasi terhadap budaya Barat sebagai wujud ketidakber-dayaan struktural.
4. Munculnya slogan pintu Ijtihad telah tertutup. Slogan tersebut muncul dikarenakan tiga hal, pertama untuk menggambarkan kelemahan berfikir umat Islam; kedua dimunculkan agar umat Islam tidak melakukan ijtihad karena kelemahan ilmu yang dimiliki atau legali-asi untuk kepentingan politik tertentu dan ketiga slogan tersebut sengaja dilontarkan orang Barat untuk menghambat proses berfikir umat Islam.
C. Pengamalan Agama
1. Berkembangnya budaya Taklid (mengikuti susuatu tampa analisa), bid’ah (meng-adakan tradisi yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi) dan khurofat (mempercayai hal-hal yang tidak sesuai dengan visi keimanan).
2. Al Qur’an Hadits tidak lagi menjadi pedoman hidup – dan digantikan oleh fatwa ulama atau sufi, sehingga kuburan para ulama lebih ramai ketimbang masjid.
3. Berkembangnya mistik dan kebatinan dilingkungan umat Islam yang banyak di-pengaruhi oleh Animisme dan Hinduisme yang kemudian melahirkan agama yang Sinkritisme.
Melihat kenyataan tersebut, maka pemikir-pemikir Islam mencoba untuk meng-hentikan kebiasaan buruk dan menghidupkan kembali tradisi zaman Nabi dengan menempatkan Al Qur’an dan Hadits sebagai pedoman Hidup. Orang-orang tersebut misalnya Ibnu Taimiyah dengan gagasan kembali pada prinsip-prinsip “Muhyi Atsaris Salaf”/menghidupkan kembali tradisi orang terdahulu) dan juga Muhammad bin Abdul Wahab dengan gerakan “Mu-wahiddin” yaitu gerakan kembali kepada Keesaan Allah. Tetapi orang-orang yang tidak suka dengan gerakan “Muwahiddin” menyebut gerakan tersebut dengan “Gerakan Wahabi” sebagai salah satu bentuk pelecehan terhadap Muhammad bin Abdul Wahab.
Gerakan Pembaharuan atau Tajdid adalah proses membangkitkan kembali semangat dan ruh Islam dalam kehidupan umat Islam, karena semangat dan ruh Islam telah di-gantikan oleh kepercayaan lain. Gerakan pembaharuan juga dapat diartikan sebagai Proses aktualisasi pema-haman dan pemikiran umat Islam terhadap ajaran Islam itu sendiri agar meningkat kualitas pengamalan dan pemahaman umat terhadap ajarannya. Dengan demikian tujuan pembaharuan umat Islam adalah membangkitkan semangat dan ruh keislaman dalam diri umat Islam dan merubah cara pandang/aktualisasi umat dalam memahami ajaran agamanya.
Dengan demikian, proses pembaharuan Islam hanya menyangkut prilaku umat Islam dalam pengamalan dan pemahamannya terhadap ajaran agamanya, tidak menyangkut subtansi dan juga tidak termasuk mensiasati ajaran Islam agar dapat mengikuti per-kembangan zaman, sebab Islam sendiri sangat prospektif dan sesuai dengan perkembangan zaman.
KARAKTERISTIK PEMBAHARUAN ISLAM
A. Bentuk Pembaharuan Islam dibelahan dunia lain
Proses pembaharuan yang dilakukan oleh umat Islam memiliki stresing yang berbeda sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh mereka. Dalam kurun waktu 3 abad, proses pembaharuan memiliki ciri-ciri yang berbeda yaitu :
1. Abad 17 dipelopori oleh Ibnu Taimiyah dengan gerakan Muhyi Atsaris Salah. Gerakan ini mengajak umat Islam untuk kembali kepada Tradisi Nabi sekaligus mengembang-kan tradisi berfikir rasional. Gerakan Ibnu Taimiyah hanyalah Sock Therapy yang dampaknya baru bisa dilihat pada masa berikutnya.
2. Abad 18 di pelopori oleh Muhammad Bin Abd. Wahab, dengan ciri :
a. Pembaharuan Theologis – pembaharuan bidang kepercayaan dari hal TBC
b. Dilakukan untuk kembali kepada teks Al Qur’an dan al Hadits
c. Pembaharuan dengan arah memurnikan ajaran Islam dari TBC
3. Abad 19 di pelopori oleh Jamaluddin al Afghani dan Muhammad Abduh
a. Pembaharuan Theologis yaitu pembaharuan bidang kepercayaan untuk membangun semangat Islam.
b. Pembaharuan bersifat politik yaitu membangun kembali kekuatan politik umat Islam dengan jalan mengobarkan perlawanan terhadap penjajah. Untuk mewujudkan hal tersebut Jamaluddin Al Afghani melakukan dua hal, yaitu
- Mengobarkan semangat solidaritas Islam melalui Pan Islamisme (Persaudara-an Islam).
- Menerbitkan majalah Al Urwatul Wutsqo sebagai instrument penyebar Informasi kebudayaan dan perjuangan.
c. Pembaharuan Pendidikan yaitu membangun kembali dunia pendidikan Islam agar umat Islam mampu meraih pencerahan dibidang Intelektual (M. Abduh)
4. Abad 20 dipelopori oleh M. Rasyid Ridho dan M. Iqbal
a. Pembaharuan pemikiran (Modernisasi) artinya proses membangkitkan umat Islam dari sisi cara berfikir untuk mengejar ketertinggalan terhadap dunia Barat sebagai mana yang diungkapkan oleh M. Iqbal dalam buiku “Membangun kembali alam pikiran Islam”.
b. Meningkatkan kualitas umat dengan jalan memperkuat pendidikan generasi muda Islam (Scholarship).
B. Pembaharuan Islam di Indonesia
Proses Pembaharuan Islam Indonesia sudah berkembang sejak lama, seiring dengan proses pembaharuan yang dilakukan oleh para mujaddid. Secara umum proses pembaharuan Islam Indonesia melalui beberapa tahap :
1. Abad ke 19 proses pembaharuan Islam dilakukan oleh ulama Sumatra Barat dengan gerakan Paderi pimpinan Imam Bonjol. Gerakan tersebut pada awalnya adalah gerakan pemurnian ajaran Islam dari tradisi yang dipegang oleh tokoh adat (Purifikasi Islam) – tetapi perkembang menjadi perjuangan nasional karena campur tangan Belanda.
2. Abad ke 20 proses pembaharuan tersebut dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan dengan gerakan Dakwah Muhammadiyah – ia berusaha membersihkan Islam dari noda TBC (Tahayyul. Bid’ah dan Khurofat).
3. Pertengahan abad 20 (1970 – an) yang dipelopori oleh intelektual muda umat islam Indonesia yaitu Dr. Nurcholis Madjid yang berusaha membangun citra intelektual Islam dan aktualisasi ajaran Islam artinya memberikan pemikiran modernis agar nilai Islam tetap dapat dilaksanakan dalam perkembangan dunia yang mutakhir sekalipun..
BEBERAPA PEMIKIRAN PEMBAHARUAN DALAM ISLAM
A. Muhammad bin Abdul Wahab atau Gerakan Wahabi
Muhammad bin abdul Wahab lahir di kota Ayibah (Ayinah) tahun 1703 dan wafat tahun 1792 M. Ia termasuk seorang yang gemar melakukan petualangan, terutama untuk memperdalam kemampuan keagamaan dan pengembangannya. Di tempat kelahirannya, tempat yang dikenal sebagai tempat yang paling murni mengamalkan agama Islam yaitu Madinah; di tempat ini ia memperoleh pendidikan hukum, yang didalamnya termasuk tradisi bid’ah.
Setelah beberapa tahun berpindah-pindah maka ia kemudian menetap di kota kelahirannya, Ayyinah (Nejd) untuk memperkenalkan program atau aksi baru dalam membangun dan memur-nikan ajaran Islam. Ia menamakan gerakan pembangkitan umat dan pemurnian Islam tersebut dengan gerakan “Muwahhiddin”, gerakan untuk kembali kepada ajaran ketauhidan yang selama ini telah hilang dari ajaran Islam. Cita-cita muwahhiddin adalah mengembalikan Islam pada sisi kebenaran dan kemurniannya sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW. Namun demikian, bagi musuh-musuh gerakan muwahhiddin (kaum konservatif dan para sufisme) menganggap gerakan tersebut sebagai sesuatu yang membahayakan, maka mereka kemudian dinamakan dengan “Gerakan Wahabi” (untuk selanjutnya disebut gerakan Wahabi).
Menurut Drs. Imam Munawir, inti dari gerakan Wahabi adalah sebagai berikut :
1. Melakukan usaha pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada sumber aslinya yaitu Al Qur’an dan Al Hadits.
2. Membersihkan tauhid dari noda syirik
3. Membersihkan ibadah dari segala bentuk bid’ah.
4. Memberantas segala bentuk formalisme atau simbolitas tampa amal perbuatan dalam agama dengan menekankan hidup sederhana.
Jika kita lihat secara rinci, nampaknya Muhammad Bin Abdul Wahab sangat dipe-ngaruhi oleh pola pemikiran Ibnu Hambal (Mahzab Hambali) yang menekankan pada otoritas Al Qur’an dan Al Hadits sebagai sumber Islam yang asli. Pola kembali pada dua otorita Islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits adalam bentuk pemikiran yang berkembang di Madinah, termasuk pemikiran yang dikembangkan oleh Ibnu Hazm (1350 M) dan Taqiyyuddin Ibnu Taimiyah (1327 M.) yang keduanya merupakan guru dari Muhammad Bin Abdul Wahab.
Ibnu Taimiyah yang sangat terkenal karena program menghidupkan kembali ajaran salaf (Muhyi Ats Tsar As-Salaf) dengan hanya mengakui apa yang telah dikembangkan oleh Rasul dan para shahabat, telah memberi semangat dan inspirasi bagi Gerakan Wahabi untuk mengembangkan sisi kehdipan yang hanya didasarkan pada kedua otoritas tersebut.
Walaupun kehadlirannya sangat dibutuhkan untuk mengembalikan semangat tauhid, akan tetapi dalam rentang sejarah perkembangannya, kita menemukan berbagai perlawanan baik yang dilakukan secara individual dan kolegial maupun yang dilakukan oleh beberapa kerajaan yang khawatir terancam eksistensinya. Gerakan-gerakan anti Wahabi tersebut terbagi dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Kerajaan Turki Ustmani di Istambul dalam hal ini Sultan Muhammad. Bahkan untuk meng-halangi perkembangan gerakan Wahabi, Sultan Muhammad Ali merekrut kepada siapa saja yang tidak suka terhadap gerakan Wahabi.
2. Masyarakat yang pada waktu itu sedang tidur, maka gerakan Wahabi nampak seperti sesuatu yang sedang mengganggu tidur mereka.
3. Kelompok sufi (Tasawuf) yang sementara itu menjadi pendukung kehidupan bid’ah atau program nativisme yang lain.
Gerakan Wahabi menjadi motor pembaharuan Islam pada abad ke 18. Apalagi dicermati memiliki karakteristik yang berbeda dengan gerakan pembaharuan Islam pada masa-masa berikutnya. Karakteristik yang menonjol adalah sebagai berikut :
1. Sebagai gerakan theologis artinya sasaran pembaharuan adalah pemurnian cara pengamalan umat Islam dan sekaligus ajaran Islam, dengan hanya bersandar pada konsep kepercayaan dan peribadahan yang berasal dari Al Qur’an dan Al Hadits.
2. Sebagai gerakan Literalis dan Tekstualis artinya gerakan yang hanya mengakui otoritas teks Al Qur’an dan Al Hadits dengan menekankan pentingnya formalitas dalam pengamalan agama, dan bukan hanya diamalkan dalam bentuk bathiniyah sebagaimana yang dilakukan oleh para sufis dan pengamal mistisisme. Dengan demikian gerakan ini adalah gerakan antibode dari sufisme dan mistisisme.
3. Sebagai gerakan anti Intelektual dan Filsafat artinya gerakan yang mengedepankan rasionalisme dalam beragama, terutama dalam menafsirkan Al Qur’an dan Al Hadits. Gerakan ini hanya mematuhi kebenaran Al Qur’an dan Al Hadits dan bukan kebenaran rasional atau Filsafat, hal tersebut untuk menjaga kemurnian Islam.
4. Sebagai gerakan anti kejumudan dan kemandegan berfikir dengan mengatakan bahwa pintu Ijtihad masih terbuka, dalam rangka melahirkan tradisi dan kebebasan berfikir dikalangan umat Islam. Walaupun demikian, gerakan tersebut tidaklah se-buah gerakan rasional dan juga bukan gerakan sufisme, karena gerakan ini berdiri di antara intelektualisme dan kehangatan serta kesalehan sufisme dan mistisisme.
B. Jamalauddin al Afghani
Jamaluddin Al Afghani lahir di Asadabad Afganistan pada tahun 1838 sebagai seorang anak dengan kualitas Intelektual yang sangat luar biasa. Pada umur 18 tahun ia telah menguasai berabagi cabang ilmu pengetahuan, filsafat, politik, ekonomi, hukum dan agama. Karena keluasan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, maka pada saat umur 18 tahun tersebut ia telah mempesona dunia intelektual dan politik dengan gaya agitasinya yang sungguh menakjubkan. Pengaruh agitasinya tersebut telah melahirkan suatu revolusi di Afganistan (Kabul) yang memaksa dia harus mengungsi ke India untuk kali pertama pada 1867, sebagai awal dari petualangan keilmuan dan politiknya.
Di India, Jamaluddin juga melakukan agitasi untuk membangkitkan semangat perlawan-an terutama terhadap pemerintah kolonial. Agitasi tersebut juga menimbulkan dampak yang luar biasa, yang memaksa dia meninggalkan India dan pergi ke Hejaz (Makkah). Kemudian pergi ke Mesir untuk membangkitkan semangat persaudaraan Islam pada tahun 1857, tetapi dia tidak lama, karena ia kemudian pergi ke Turki dengan sasaran pada Universitas Istambul, yang serta kehadlirannya menarik minat kalangan perguruan tinggi tersebut dan menyebabkan tumbuhnya kecemburuan dikalangan akademisi Universitas Istambul, maka ia kemudian kembali lagi ke India untuk kali kedua pada tahun 1869.
Tapi nampaknya India adalah sebuah persinggahan sementara, karena ternyata penga-ruh Jamaluddin telah menumbuhkan semangat kebangsaan untuk melawan Inggris, yang sudah barang tentu sangat dibenci oleh mereka. Maka pada tahun 1871 ia pergi ke Mesir untuk kali kedua dan berdiam di sana selama 8 tahun (1879). Setelah itu ia kembali lagi ke India tepatnya di Hyderabad Deccau, pada tahun 1879 dan menerbit-kan sebuah buku yang sempat menggegerkan dunia barat yaitu “Pembuktian kesalahan kaum Matrialis”.
Jalamaluddin nampaknya identik dengan petualangan intelektual dan politik, sebab bukan hanya bumi Tuhan yang di Timur saja, yang sempat disinggahi, tetapi bumi Tuhan yang lain, di Eropa juga menjadi ladang persemaian agitasi solidaritas Islam. Di Perancis ia menggunakan media komunikasi sebagai instrumen penyebaran ajaran solidaritasnya. Al Urwat al Wutsqo adalah media cetak yang memberi andil besar bagi tumbuhnya rasa bangga terhadap diri, ter-utama sebagai pemeluk agama Islam. Setelah itu ia kemudian pergi ke London pada tahun 1891 untuk mensosialisasikan gagasan Pan Islamisme dan kebangkitan umat Islam.
Pada tahun 1892 ia kembali ke Istambul dan mendapat sambutan yang luar biasa dari kerajaan Turki Utsmani dengan diberi hadiah uang 775 pound dan tempat tinggal yang sangat layak, akan tetapi jiwa Jamaluddin bukanlah jiwa konseptor yang hanya duduk di belakang meja, tetapi jiwa dia adalah konseptor dan petualang, maka ia kemudian pergi ke Parsi untuk membangkitkan semangat perlawanan rakyat, meng-kritik habis pola pemerin-tahan otokrasi Shah Nasiruddin Qochar, yang ternyata efektif membangkitkan perlawanan rakyat, sehingga Shah Qachar terbunuh pada 1 Mei 1895 dalam pergolakan rakyat tersebut.
Walaupun demikian, nampaknya petualangan Jamaluddin Al Afghani harus terhenti oleh kekuasaan Tuhan, karena pada tahun 1895 ia terkena serangan kangker rahang dan pada 9 Maret 1897 ia dipanggil Allah untuk mempertanggung jawabkan amal duniawinya.
Dalam melakukan pembaharuan Islam, Jamaluddin memilki kecenderungan yang berbeda dengan Muhammad bin Abdul Wahab. Perbedaan Pola dan bentuk gerakan pembaharuan tersebut adalah :
1. Pembaharuan system berfikir artinya tata cara berfikir umat Islam yang harus mening-galkan pola pikir tradisional yang dogmatik.
2. Upaya membangun semangat kolegial umat, agar memperoleh kesempatan melakukan aktualiasai ajaran terutama partisipasi aktif dalam percaturan politik, ekonomi dan hukum di dunia, sebab selama ini, umat Islam secara aktif tidak mampu memberikan partisipasinya dalam percaturan dunia.
Melihat hal tersebut, maka orientasi pembaharuan Islam Mesir terutama yang dilakukan oleh Jamaluddin Al Afghani lebih mengarah kepada pembaharuan cara ber-politik dikalangan umat Islam. Oleh sebab itu gerakan pembaharuan Mesir atau gerakan Jamaluddin Al Afghani adalah gerakan Politik. Untuk mengetahui lebih jelas pemikiran pembaharaun Jamaluddin Al Afghani, berikut ini adalah pokok-pokok pikirannya :
1. Islam mengalami kemunduran dan kejumudan berfikir bukan disebabkan oleh karena Islam tidak lagi lagi sesuai dengan perkembangan zaman, situasi dan keada-an masa kini, melainkan karena umat Islam tidak mampu menginterpretasikannya dengan kemampuan ijtihad dan kebanyakan umat Islam telah meninggalkan ajaran-nya dengan mengikuti ajaran baru yang dimanipulisir untuk kepentingan asing.
2. Bahwa kemunduran Islam dilapangan politik disebabkan oleh :
a. Desintegrasi politik atau perpecahan dikalangan umat Islam
b. Corak pemerintahan yang bersifat Absolut (otoriter)
c. Pemimpin negara yang tidak disukai oleh rakyat (tidak kredible).
d. Mengabaikan masalah pertahanan atau militerisasi.
e. Administrasi dipegang oleh mereka yang tidak berkopenten.
f. Adanya intervensi oleh negara asing.
Untuk itu diperlukan pola pemerintahan yang dapat menarik partisipasi masya-rakat secara aktif dalam bentuk demokratisasi dan terbentuknya majlis syuro yang menjamin adanya partisipasi masyarakat secara komunal dan individual.
3. Bahwa untuk pembaharuan dan pengembangan semangat keislaman perlu digalakan solidaritas Islam dalam bentuk program aksi “PAN ISLAMISME” . Gerakan Pan Islamisme tersebut berusaha melakukan pembaharuan di bidang perpolitikan Islam dengan tujuan menyadarkan umat Islam dari bahaya dominasi bangsa asing. Oleh sebab itu perlu diadakan kegiatan-kegiatan :
a. Agitasi dan propaganda untuk menggerakkan kaum muslimin agar melakukan perge-rakan pemikiran dan pergolakan kebangsaan.
b. Melakukan gerakan anti Eropa mulai tahun 1882 sebagai reaksi masuknya Inggris pada tahun 1880.
c. Melakukan agitasi dan klarifikasi guna merubah sikap dan pandangan bangsa Eropa yang mengatakan bahwa :
• Nasionalisme dan Patriotisme bukanlah sebuah gerakan fanatisme dan ekstrimisme
• Penghargaan dan kemulyaan diri yang sedang diperjuangkan bukanlah sebuah Chauvinisme seperti yang dituduhkan oleh bangsa asing.
4. Bahwa untuk mensosialisasikan dan mengembangkan gagasan pembaharuan politik, maka di-dirikan media “Al Urwat Al Wutsqo” yang didirikan di Perancis pada tahun 1884 bersama murid nya yaitu Muhammad Abduh, yang hanya berumur 8 bulan, tetapi mempunyai dampak yang luar biasa, yaitu berkembangnya semangat me-nentang bangsa Barat dan adanya usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaah Islam serta adanya semangat untuk mempersatukan umat Islam di dunia.
C. Muhammad Abduh
Muhammad Abduh dilahirkan di Mualat Nasar Mudiriyah Mesir Hilir pada tahun 1849, dan pada umur 10 tahun (th. 1859) ia telah mampu menghafal Al Qur’an. Pada tahun 1866 ia mema-suki pendidikan di Universitas Al Azhar dan di pusat pengkajian Islam ini mulai tampak ke-mampuan intelektual yang sangat luar biasa. Hal tersebut dibuktikan dengan kritik pendidikan yang dikembangkannya, ia melihat bahwa system pendidikan di Universitas Al Azhar sangat kuno dan lamban untuk dapat mengikuti perkembangan zaman serta sangat terikat dengan aturan-aturan tradisional, untuk itu perlu diganti dengan metode modern yang ternyata lebih efektif (Pelajaran 2 tahun dapat diselesaikan dalam waktu 1 hari).
Pada saat menjadi rektor Universitas Al Azhar tahun 1901, ia melakukan reformulasi system pendidikan di lembaga kajian kebanggaan Islam tersebut. Ia mengatakan bahwa pendidikan harus memperhatikan relevansi dan signifikansinya terhadap kehidupan manusia. Ada dua dasar pertimbangan diberlakukannya pokok kajian keilmuan, yaitu :
1. Relevensi ilmu dengan alokasi waktu yang dibutuhkan
2. Relevansi ilmu dengan kebutuhan hidup manusia (Human Needs).
Dengan demikian suatu ilmu itu tidak perlu diajarkan dan sekaligus dipelajari kalau secara prinsip tidak mempunyai relevansi dengan kebutuhan hidup manusia dan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari ilmu tersebut. Pembaharuan aspek sistem pendidikan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap berkembangnya kualitas umat Islam dan kalau itu terjadi akan mendorong lahirnya gerakan baru yaitu gerakan kesadaran kemanusiaan.
Di samping pemikiran-pemikiran tersebut, juga terdapat program pembaharuan lain yang ternyata juga sangat penting, karena menyangkut jiwa dan api Islam dalam diri umat. Pemba-haruan bidang theologi adalah purifikasi ajaran Islam untuk memperoleh semangat keislaman, yang dilakukan dengan jalan :
1. Memerangi sikap hidup yang fatalisme dan taklid
2. Melakukan liberalisme dalam pemikiran dan pemahaman keislaman, terutama dalam memahami hukum-hukum Islam tetapi masih dalam kerangka menjaga kesucian dan ke-benaran wahyu itu sendiri.
3. Melakukan upaya pembangunan kembali (Reformulasi) teks hukum Islam klasik agar lebih sistematis dan rasional sehingga dapat memberi manfaat bagi kehidupan.
Dalam konteks seperti itu, maka sosok Muhammad Abduh adalah seorang rasionalis dan menekankan pemikiran filsafat sebagai landasan dalam berfikir keislaman. Bagai-manapun sangat kurang representatif jika kita menilai Muhammad Abduh hanya dengan mengkaji pemikiran-pemikiran tersebut di atas, untuk itu diperlukan perluasan pemikiran lain, yang kemudian dapat kita pakai sebagai parameter untuk membandingkan antara pola pembaharuan Muhammad Bin Abdul Wahab dengan Jamaluddin Al Afghani dan dengan Muhammad Abduh itu sendiri. Berikut ini adalah pemikiran pembaharuan Muhammad Abduh :
1. Logika (Cara berfikir Rasional)
a. Mengakui adanya kebenaran Logika (hasil pemikiran manusia)
b. Bahwa pengakuan kebenaran logika yang membawa pada pengkajian filsafat harus kepada teks aslinya dan bukan kepada teks komentar yang dihasilkan.
c. Kepercayaan dan keimanan dapat diperkokoh dan dipertebal dan bukannya diperlemah keadaannya dengan memberikan bukti-bukti rasional.
d. Logika atau pemikiran rasional kritis bukanlah sebuah “Academic Exircise” tetapi merupakan instrument positif untuk membentuk pemikiran yang konstruktif.
e. Logika adalah kunci terbukanya pintu ijtihad
f. Islam rasional adalah bentuk pemahaman terhadap ajaran Islam yang membebas-kan diri dari ketergantungan, karena kehadliran Islam adalah pembebasan dari ketergantungan terhadap pendeta dan perantara lain dan langsung berhadapan dengan Allah.
2. Etika atau moralitas manusia.
a. Bahwa perbedaan buruk dan baik adalah suatu yang natural atau alami, sehingga dapat diketahui oleh akal tampa bimbingan wahyu artinya tampa harus ada dan menanti turunnya Wahyu.
b. Bahwa Islam harus mengakui natural morality (moralitas atau kebenaran alami) yang seharusnya tidak ada perbedaan dengan Religiositas Morality (kebenaran berdasarkan agama) artinya bahwa sesuatu yang dianggap benar oleh natural morality seharusnya juga benar apabila dihadapkan pada Religiositas Morality. Hal tersebut disebabkan adanya satu anggapan bahwa kebenaran atau kebathilan merupakan sesuatu yang otonom dalam prinsip moralitas. Pemikiran tersebut juga dikembangkan oleh Mu’tazilah, Al Farabi dan Ibnu Rusyd (filosof Islam yang lahir di Andalusia-Spanyol).
3. Konsep Sosiol (nilai kemasyarakatan)
a. Bahwa masyarakat tumbuh dan berkembang secara evolusi atau mengikuti hukum alam, sebagaimana yang dikembangkan oleh Ibnu Khuldum dalam buku Mukaddi-mahnya. Sebagaimana buku Risalah At Tauhid karya Muhammad Abduh. Bahkan dalam konsep kemasyarakatan, Muhammad Abduh selalu menampilkan hasil pemikiran umat Islam, dengan demikian ia bermaksud untuk mengangkat kembali kebudayaan Islam ditengah-tengah pergulatan pemikiran dan kebudayaan dunia.
b. Masyarakat atau manusia mempunyai kecenderungan untuk melakukan integrasi sosial baik secara fisik, intelektual dan moral , untuk amat sangat sulit jika manusia hidup dalam kesendirian dan tidak integrated. Manusia membutuhkan solidaritas dan kesatuan dalam hidup, lebih dari itu maka pendidikan masyarakat harus diarahkan kepada hal yang bersifat Altruistik.
Pemikiran pembaharuan tersebut dilakukan dalam rangka membangkitkan kembali dunia Islam agar ia dapat berkembang dalam aktualisasi dunia yang sangat cepat dan aplikatif tersebut. Secara khusus bahwa program pembaharuan Muhammad Abduh mempunyai 3 tujuan utama, yaitu :
1. Membebaskan akal manusia dari rutinitas yang membosankan
2. Membebaskan manusia Islam dari budaya imitasi (meniru) yang cenderung mencerabut rasa kebanggaan diri dan kemampuan aktualisasi diri.
3. Membebaskan manusia muslim dari kemandegan berfikir (Stagnasi Intelektual).
D. Pembaharuan Islam di India-Pakistan
Sebenarnya bibit pembaharuan Islam di Indo Pakistan telah dimulai oleh Syah Waliyullah, seorang tokoh agama yang mempunyai beberpa kajian keilmuan dan akses ke masyarakat Islam secara keseluruhan. Namun demikian gaung pembaharuan yang lebih besar pengaruhnya terhadap proses pembaharuan, dikembangkan oleh Sayid Ahmad (Syahid – gelar kepahlawanan), dan kemudian lebih berkembang lagi ketika program pembaharuan tersebut ketika berada ditangan Sayid Ahmad Khan. Maka untuk mengetahui proses pembaharuan tersebut, akan dijelaskan beberapa tokoh yang berjasa dalam program pembaharuan Islam, diantaranya :
1. Sayid Ahmad (Syahid) 1786-1831 M.
Sayid Ahmad dilahirkan di India pada tahun 1786 dan meninggal pada tahun 1831 di medan perang ketika ia bersama-sama dengan kaum muslimin lain berjuang untuk me-negakkan kalimat Islam. Oleh sebab itu ia kemudian mendapatkan Gelar Syahid.
Sayid Ahmad mempunyai visi pembaharuan yang hampir sama dengan gerakan pem-baharuan di Arab yang dikenal dengan Gerakan Wahabi, bahkan diasumsikan, Sayid Ahmad banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran Wahabi. Persamaan pemikiran dan gerakan tersebut disebabkan oleh :
a. Gerakan Wahabi dan gerakan pembaharuan Sayid Ahmad terjadi dalam kurun waktu yang hampir bersamaan, dan kemudian terjadi kontak dalam setiap pelaksanaan ibadah Haji.
b. Dalam kurun waktu tersebut, Sayid Ahmad juga pergi ke Mekkah (Hijaz) untuk beberapa waktu dan sempat ditahan oleh pemerintah karena menganut prinsip-prinsip Wahabi. Sebab pada saat yang sama gerakan Wahabi telah dilarang di Makkah.
Walaupun demikian, bukan berarti pemikiran Wahabi telah memberangus seluruh media pikir dan visi Sayid Ahmad, sebab ternyata banyak juga pemikiran-pemikiran konstruktif lain yang mengendap dalam media pikirnya, misalnya pemikiran Muhammad Abduh. Untuk mengetahui pola dan gerakan pembaharuan-nya, berikut ini pendapat dan pemikirannya :
a. Islam mengalami kemunduran tidak disebabkan oleh ajaran Islam yang tidak lagi aktual, akan tetapi disebabkan oleh :
• Pengamalan agama yang tidak lagi murni dar ajaran agama Islam (Al Qur’an dan al Hadits.
• Berkembangnya tarekat-tarekat yang ternyata banyak kemasukan unsur-unsur non Islam, Hindu, Budha dan Animisme atau lebih mirip sebuah praktek Sinkri-tisme.
b. Pemurnian ajaran Islam atau purifikasi ajaran Islam dengan menekankan pada gerakan kembali kepada islam yang murni dari Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin, menolak perantara dalam peribadahan dan Taklid.
c. Pintu Ijtihad tetap terus terbuka, karena dibutuhkan untuk melakukan interpretasi terhadap al Qur’an, lebih dari itu karena dunia terus mengalami perkembangan dan perubahan, maka diperlukan kemampuan intelektual (ijtihad) untuk menggali hukum-hukum tersebut.
d. Menentang prilaku ulama tradisional yang mempertahankan status quo terhadap ajaran dan tidak mau melakukan perubahan.
e. Melakukan gerakan pembaharuan dalam konteks politik, dengan menggelorakan se-mangat jihad. Gerakan politik tersebut dinamakan dengan “Gerakan Mujahiddin”, yang dimaksudkan untuk mempertahankan eksistensi Islam.
Penganut ajaran Sayid Ahmad (Syahid) pada perkembangan berikutnya terbagi menjadi dua, yaitu kelompok Mujahiddin, yang mengembangkan program pembaharuan lewat jihad dan politik untuk melawan kaum Sikh, dan kedua, kelompok yang lebih menitik beratkan pembaharuannya pada bidang pemikiran dan pendidikan lewat pendirian Madrasah dan Universitas. Gerakan yang kedua ini kemudian disebut Gerakan Deoband (nama daerah pusat pendidikan). Gerakan pendidikan tersebut pada saat akan menjadi ruh dan jiwa lahirnya Gerakan Aligarh.
2. Sayid Ahmad Khan (1232-1315 H/1817-1898 M).
Sebagaimana yang dikemukakan di muka, bahwa Sayid Ahmad Khan adalah tokoh sentral pembaharuan di Indo Pakistan, bahkan dalam perkembangan lebih lanjut, ketokohannya di-samakan dengan Gerakan Wahabi, Gerakan Politik Jama-luddin al Afghani dan Gerakan pe-mikiran Muhammad Abduh. Dalam artian yang lain, tokoh dari gerakan-gerakan tersebut telah memainkan peranannya dalam dunia pembaharuan dengan referensi dan kultur serta daerah yang berbeda. Demikian juga dengan Sayid Ahmad Khan, telah memainkan peranan pembaharuan dalam perspektif kontemporer, yang disesuaikan dengan perkembangan jaman dan Iptek.
Secara umum terdapat ciri-ciri yang membedakan program pembaharuan tokoh-tokoh tersebut dengan tema pembaharuan yang dilakukan oleh Sayid Ahmad Khan. Ciri-ciri pembaharuan pemikiran tersebut adalah :
a. Pembaharuan yang bersifat non politik dengan menekankan adanya kebebasan berfikir rasional.
b. Ide Pembaharuannya lebih menyerupai modernisasi yaitu proses aktualisasi Islam dengan menjadikan kemajuan dan kebudayaan Barat (Iptek) sebagai bahan untuk menfsirkan ajaran Islam (al Qur’an dan al Hadits).
c. Gerakan pembaharuan Islam dilakukan dengan prinsip kooperatif (kerja sama dengan Inggris), bahkan dalam kesempatan yang lain ia menyatakan rasa takjubnya (keheranan-nya), setelah ia berkunjung ke London selama 7 bulan. Rasa takjub tersebut harus diikuti dengan :
• Melakukan kerja sama politik
• Melakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi
• Melakukan interpretasi ajaran islam dengan pemikiran-pemikiran mereka.
Dengan demikian titik tekan gerakan pembaharuan Islam menurutnya adalah pemberdayaan potensi dan kemampuan Islam, terutama dalam proses transformasi keilmuan dan keseimbangan politik antara umat Islam dan Inggris. Secara umum, pemikiran-pemikiran Sayid Ahmad Khan meliputi segala hal, keilmuan modern sebagai awal kajian dan kecen-derungannya dan keilmuan klasik, yang juga tidak luput dari kritiknya. Dari kajian al Qur’an, al Hadits sampai pada pemberdayaan pemikiran umat secara umum. Berikut ini beberapa pemikiran Sayid Ahmad Khan :
a. Al Qur’an
• al Qur’an merupakan satu-satu asas untuk mempelajari Islam. Oleh sebab itu untuk mempelajari Islam tidak perlu tafsir-tafsir klasik yang berbau khurafat. Al Qur’an dapat di interpretasikan atau ditafsirkan dengan penafsiran kontemporer. Untuk me-mahami tafsir kontemporer terdapat kaidah-kaidah :
- Kaidah ayat Muhkam dan Mutasyabihat (Ali Imron 17) – Ayat Muhkamat bersifat Mutlak dan pasti, tidak membutuhkan penafsiran. Sedangkan ayat Mutasyabihat adalah ayat yang dapat berubah makna dan penafsirannya, spekulatif dan nisbi.
- Kaidah ayat-ayat yang mengandung makna pokok (tidak dapat dirubah) dgan ayat-ayat yang mengandung makna sampingan (dapat ditafsirkan).
• Al Qur’an tidak bertentangan dengan hukum alam
• Al Qur’an adalah sebagai satu-satunya asas untuk memahami ad Dien, sedangkan Hadits tidak dapat dijadikan sandaran, kecuali Hadits-hadits yang telah terseleksi artinya tidak bertentangan dengan Nash al Qur’an, sesuai dengan akal dan pengalaman manusia dan tidak bertentangan dengan hakekat sejarah.
b. Hadits
• Pembagian Hadits menjadi Mutawatir, Masyhur dan Ahad. Hadits Mutawatir dapat diterima sebagai landasan hukum, sedangkan Hadits Masyhur harus ada penilaian dan kreterian sehingga dapat dijadikan sumber legislasi. Hadits Ahad tidak dapat diterima sebagai sumber legislasi.
• Hadits yang diterima; Hadits yang berkaitan dengan agama berfungsi mengikat dan wajib dipegang, sedangkan Hadits non agama bersifat tidak mengikat, karena tidak menjadi tugas kerasulan Nabi Muhammad. Hadits non agama hanya berlaku dalam dan konteks jaman nubuwah (Kenabian) Nabi Muhammad SAW.
c. Produk Hukum Islam
• Menolak anggapan tentang kesempurnaan produk fiqih Klasik (4 mazhab dll). Hukum tersebut hanya berlaku pada masa mereka memutuskan. Hukum harus berubah karena jaman selalu berkembang dan berubah. Hukum yang mereka putuskan sebenarnya bersifat Nisbi karena ia adalah produk manusia.
• Tidak menerima Ijma’ atau kesepakatan ulama. Orang yang datang kemudian tidak wajib mengikatkan pada Ijma’. Oleh sebab itu pintu Ijtihad senantiasa terbuka untuk menemukan hukum garu bagi permasalahan baru.
d. Wahyu, Nubuwah dan Mu’jizat
• Wahyu bukanlah sebuah perkara yang luar biasa, ia merupakan suatu tingkat inderawi dan insting tertinggi yang terdapat dalam diri manusia.
• Nubuwah adalah kemampuan dan bakat yang dapat dikembangkan oleh manusia.
• Mu’jizat adalah peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan hukum alam dan tidak menyalahi hukum alam seperti terbelahnya lautan menjadi jalan bagi Nabi Musa.
3. Sayyid Amir Ali (1879-1928)
Ia dilahirkan di India pada tahun 1849 dan meninggal pada tahun 1928. Sayyid Amer Ali dikenal sebagai sarjana Islam yang menguasasi sastra dan kebudayaan Inggris. Hal tersebut dapat dimaklumi, karena Sayyid Amer Ali mendapatkan pendidikan dari Universitas-Universitas di Inggris. Pada tahun 1873 ia memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Inggris dengan karya Ilmiyah yang sangat mengagumkan yaitu “ a Critical examination on the life and teaching of Muhammadan”.
Pada tahun 1877 ia mendirikan National Muhammadan Association”. Organisasi tersebut dalam bidang pembangunan kesadaran dan pendidikan politik, terutama untuk menjaga kepentingan-kepentingan politik Islam. Dan tahun 1883 ia menjadi anggota dewan raja Muda India sebagai salah satu jabatan politik yang penting pada saat itu.
Dalam konteks sejarah pembaharuan dan pergerakan pemikiran Islam Kontem-porer, Sayyid Amer Ali mempunyai peranan yang penting dalam pentas sejarah Islam dengan pemikiran-pemikirannya yang cemerlang, walaupun sangat jauh apabila dibandingkan dengan pemikiran Sayyid Ahmad Khan. Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut ini pemikiran-pemikiran Sayyid Amer Ali :
a. Kemunduran Islam
• Kemunduran orang Islam disebabkan oleh penyakit jumud (ketidakberdayaan umat) dalam melakukan aplikasi hidup.
• Kemunduran Islam disebabkan umatnya telah mengabaikan ruh atau Spirit Islam ( al- Qur’an), terlalu cinta kepada teks-teks al Qur’an yang beku dan menganggap suci huruf-hurufnya, sehingga umat Islam tidak berani memberikan penafsiran al Qur’an.
b. Gagasan-gagasan pembaharuan
• Bahwa Nabi Muhammad sangat memahami keadaan masyarakat pada zamannya dan zaman yang akan datang, masyarakat kontemporer (populer), maka pada saat itu manusia harus membedakan antara pranata yang bersifat temporal dan sementara dengan pranata yang bersifat langgeng dan universal.
• Bahwa Shahabat mengagumi dan menerima Hukum-hukum yang berasal dari Nabi Muhammad dengan prinsip demi kebaikan masyarakat, maka meru-pakan kedzaliman terhadap Nabi kalau ajaran tersebut tidak boleh menerima perubahan sampai dunia ini berakhir.
• Bahwa untuk memurnikan hukum dan pemahaman keislaman, sebagian orang adil menempatkan bahwa prinsip-prinsip Islam bersifat sementara, sehingga harus dise-suaikan dengan tuntutan zaman sekarang.
• Bahwa Poligami dan perbudakan bertentantang dengan Hukum Islam, karena pada saat ini tidak ada lagi alasan yang tepat untuk legalisasi system tersebut.
c. Gagasan pemberdayaan Umat Islam
Bahwa untuk memberdayakan umat Islam dari kejumudan dan ketidak-berdayaan, maka perlu dilakukan pemberdayaan atau pembangkitan kembali (Revitalisme) system-system keislaman, yang meliputi :
• Revival system of Faith, yaitu pembangkitan kembali semangat dan pirnsip keper-cayaan yang bebas dari TBC, seimbang antara kehidupan Dunia dan Akhirat dan kembali kepada ajaran murni dar Rasul.
• Revival system of Thought yaitu pembangkitan kembali semangat pemikiran, yang meliputi :
- Dibukanya kembali tradisi Ijtihad, sebab Nabi menganjurkan kegiatan berfikir dan Ijtihad dengan mengatakan bahwa Ijtihad yang salah tetap memperoleh pahala ( satu point).
- Dibukanya kebiasaan berfikir bebas atau Rasional ala mu'tazulah (Qoda-riyah), karena kemunduran Islam disebabkan adanya dominasi Theologi Asy’ariyah.
• Revival system of Economic Power yaitu membangun kembali kekuatan ekonomi umat, sehingga umat terbebaskan dari ketergantungan dengan dunia Barat.
Demikian beberapa pemikiran dan gagasan pembaharuan Sayyid Amer Ali, yang menurut hemat saya sangat radikal, karena menyangkut pada upaya membangkit-kan kembali apa yang kita sebut sebagai Ruh Islam atau Spirit of Islam, sebagai mana yang di sebutkan dalam Buku Spiritualnya (Spirit of Islam).
3. Dr. Muhammad Iqbal (1877-1938 M.)
Muhammad Iqbal adalah salah putra India terbaik pada abad ke 20. Putra islam yang sangat menguasai Filsafat dan kebudayaan Barat. M. Iqbal dilahirkan di Punjab pada tahun 1877 (sebagian mencatat lahir pada tahun 1876) dan wafat pada 18 Maret 1938 M.
Pada tahun 1905, Muhammad Iqbal memperoleh gelar MA dari Universitas Lahore Pakistan, dan pada tahun yang sama ia melanjutkan study ke Universitas Cambridge Inggris, menyebabkan ia mempunyai pengetahuan filsafat dan kebudayaan Barat yang tiada bandingnya. Dan pada tahun 1930, M. Iqbal terjun kedunia politik bersama-sama dengan Muhammad Ali Jinnah melalui organisasi Liga Muslim, yang merupakan embrio dari Negara Pakistan.
Dr. Muhammad Iqbal, secara umum lebih dikenal sebgai penyair dan ahli filsafat, te-rutama Filsafat dan kebudayaan Barat, ketimbang sebagai pemikir dan pembaharu Islam. Namun demikian kemampuan dan keindahan syair-syair telah membius umat Islam, karena kedalaman nilai dan kritiknya terhadap peradaban Barat dan kemunduran umat Islam. Syair-syair Filosofis dan Sufisme dari Muhammad Iqbal lebih banyak di-pengaruhi oleh gurunya, Jalaluddin Ar Rumi.
Karya terbesar dari pergulatan pemikiran Dr. Muhammad Iqbal tertuang dalam buku “Recontruction of Relegious Thought” yang terdiri dari enam makalah/pokok bahasan, yang disajikan pada perkuliahan tahun 1928 di Universitas India. Secara umum gagasan-gagasan pembaharuan Muhammad Iqbal terbagi dalam tiga kelompok, yaitu :
a. Gagasan pembaharuan Islam
• Islam mengalami kemunduran disebabkan oleh sikap jumud
• Islam mengalami kemunduran disebabkan mereka meninggalkan tradisi berfikir rasional atau anti gagasan Mu’tazilah.
• Bahwa pembaharuan Islam lebih merupakan dinamisasi seluruh komponen keislam. Dinamisme tersebut adalah adanya gerakan Ijtihad dan terus bergeraknya keseluruh-an system umat Islam.
• Bahwa indikator adanya pembaharuan umat Islam, adalah :
- Adanya perubahan, pergerakan dan perkembangan dunia Islam, yang disebabkan oleh adanya kecenderungan dan pandangan Islam terhadap Barat.
- Meninggalkan kenangan masa lalu Islam (romantisme islam), dengan membangun kembali format pemikiran dan pengalaman kontemporer dalam rangka penafsiran baru terhadap prinsip-prinsip Islam.
• Menentang sikap pemikiran, komentar dan pendapat yang mengulang-ulang nilai dan pemikiran kaum salaf secara subyektif atau tidak pada karya aslinya.
b. Tanggapan terhadap kebudayaan Barat
• Menentang segala bentuk kebudayaan Barat dan peradaban materi (meng-agungkan segala bentuk karya kebendaan/sesuatu yang tidak disemangati oleh agama)
• Mengagumi kebudayaan Barat tidaklah menjadi masalah, dalam rangka memper-kaya pemikiran dan kebudayaan Islam, akan tetapi ia khawatir kalau-kalau umat Islam tertipu oleh kulit luarnya saja (oleh kenyataan vurgal saja).
• Ia mengagumi semangat pembaharuan Turki, walau ia tahu bahwa pemba-haruan Turki adalah Westernisasi sebagaimana yang ia khawatirkan. Yang pasti menurut Dr. Muhammad Iqbal bahwa pembaharuan Turki adalah sebuah proses pencarian format atau gerakan Ijtihad untuk keluar dari kejumudan dan menatap kenyataan (realitas) yang ada.
E. Musthofa Kemal Pasha; Bapak Pembaharuan Turki Modern
Terdapat satu nama yang tidak dapat dipisahkan dengan Turki Modern, yaitu Musthofa Kemal Pasha. Mengingat perannya yang sangat besar dan sentral dalam proses pembaha-ruan Turki, maka ia kerap kali disebut sebagai “Bapak Pembaharu Turki” atau “Kemal Ataturk”. Kemal Pasha melihat bahwa Turki yang mengalami kemunduran dan ketidakber-dayaan lebih banyak disebabkan oleh ketidakmampuan bangsa Turki menghadapi absolut-isme dan kekakuan politik, dan oleh sebab itu ia harus diberangus dengan menampilkan kedaulatan rakyat dalam bentuk majlis-majlis yang sebelumnya telah dikembangkan oleh gerakan Turki Utsmani Muda.
Keberhasilan Musthofa Kemal Pasha dalam proses pembaharuan dan program penyela-matan bangsa Turki adalah ketika ia membuat satu negara tandingan di Turki dengan pusat pemerintahan di Angkara (Ibukota Turki – sekarang). Pemerintahan tandingan tersebut secara politik mengancam eksistensi emperium Turki Utsmani yang berjalan sekitar 6 abad – mulai abad ke 12 M. sampai dengan abad ke 20 M. Keberhasilan Kemal Pasha mengeliminir dan merubah bentuk negara absolut menjadi negara republik yang demokratis banyak didukung oleh situasi sosial politik bangsa Turki yang sedang tidak senang dengan sikap kemutlakan dan absolutisme politik. Disamping itu keadaan politik dan tekanan dunia luar terhadap bangsa Turki semakin kuat terutama setelah Turki mengalami kekalahan beruntun dalam perang dunia I. Faktor dominan lainnya adalah keinginan merubah sistem kenegaraan agar bangsa Turki terbebas dari ketidakberdayaan.
Sayang proses pemberdayaan potensi bangsa Turki oleh Musthofa Kemal Pasha yang pertama dimulai dengan melakukan Nasionalisasi simbol dan atribut kenegaraan, terutama untuk memutus pengaruh tradisionalisme yang menurutnya menjadi sebab dominan dari ilusi kejayaan masa lalu. Simbol dan atribut kenegaraan dikembalikan dalam kultur bangsa Turki, sehingga banyak akar-akar kebudayaan tradisional yang disemangati oleh Islam dan bangsa Arab kehilangan kekuatannya. Bangsa Turki oleh Musthofa Kemal Pasha dibawa pada tatanan baru yang sama sekali berbeda dengan akar dan nilainya dari bangsa Turki masa lalu – bangsa Turki telah dibuat lupa dengan masa lalunya oleh Musthofa Kemal Pasha.
Program kedua yang dilaksanakan oleh Musthofa Kemal Pasha adalah melakukan perubahan citra dan visi kehidupan dengan menggunakan idiom-idiom barat sebagai repre-sentasi nilai kehidupan yang baru. Proses westernisasi ini ternyata menimbulkan akibat yang lluar biasa bagi bangsa Turki – yang sebelumnya adalah penganut agama yang taat. Akibat-akibat tersebut adalah :
1. Tereduksinya program pendidikan keagamaan dan berkembangnya program pendidikan barat, yang berakibat semakin menipisnya kesadaran beragama (pengamalan agama).
2. Visi westernisasi telah menyebabkan digantikannya simbol dan jargon Islam menjadi simbol dan jargon nasinalis Turki atau bahkan simbol dan jargon barat.
3. Berkembangnya struktur sosial yang sekuler dengan meletakkan agama sebagai sesuatu yang tidak penting bagi perjalanan kehidupan manusia di dunia.
Mungkin secara umum program pembaharuan Turki oleh Musthofa Kemal Pasha telah membawa Turki pada era baru yang modern, bahkan untuk saat ini bangsa Turki telah menjadi bagian dari dunia barat yang sekuler. Akan tetapi harga yang harus dibayar sangat mahal dibandingkan dengan hasil yang dicapai oleh bangsa Turki dalam proses pem-baharuan tersebut. Terdapat dua indikator yang dapat dilihat berkaitan dengan kegagalan Turki dalam proses pembaharuan tersebut, yaitu :
1. Turki sampai saat belum menunjukkan sebagai negara yang maju, modern dan disegani oleh dunia barat, dibandingkan dengan Jepang yang juga mengalami kehancuran akibat perang dunia II. Jepang dapat bangkit kembali dan menjadi kekuatan raksasa dunia dalam tempo 25 tahun, sedangkan Turki setelah 70 tahun masih tetap tergantung pada dunia barat.
2. Bangsa Turki telah kehilangan kebanggaan masa lalu yang dibuang secara paksa keselokan western oleh Musthofa Kemal Pasha dan diganti dengan prinsip-prinsip barat yang ternyata tidak mampu mengangkat kepribadian dan spirit bangsa Turki – berbeda dengan Jepang yang melakukan modernisasi tetapi mereka tetap menjadikan tradisional isme sebagai pijakan dan tata niali kehidupan.
F. Pembaharuan Islam Indonesia.
Secara umum, proses purifikasi ajaran umat Islam telah terjadi beberapa kali di Indonesia dengan menggunakan thema dan format yang berbeda. Perbedaan gerakan pembaharuan tersebut dipengaruhi oleh situasi dan letak geografi umat Islam tersebut. Menurut hemat saya, dalam per-jalanan gerakan pembaharuan Islam Indonesia, telah terjadi tiga kali proses pembaharuan, yaitu :
1. Pembaharuan pada abad XVIII oleh kaum Padri Minangkabau, yang dipelopori oleh Imam Bonjol (Kelompok Harimau Nan Salapan). Pembaharuan Padri dilakukan oleh umat Islam Sumatra, ketika umat Islam Sumatra terbelenggu oleh adat dan pengamalan agama yang banyak dipengaruhi oleh Mistik. Bentuk pengamalan agama seperti itu banyak didukung dan dilakukan oleh kaum adat. Pertentangan kaun Adat dengan kaum Padri tersebut menyebabkan kaum adat ter-pinggirkan, dan oleh sebab itu ia minta bantuan kepada Belanda, maka berubahlah pergerakan pembaharuan Islam menjadi gerakan perlawanan rakyat (santri) terhadap kolonial Belanda.
2. Pembaharuan Islam pada awal abad XX yang dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan dengan ge-rakan anti TBC. Gerakan tersebut merupakan gerakan purifikasi ajaran agama yang selama berabad-abad, ajaran Islam telah berbaur dengan Mistik Hinduisme, Budhisme dan Animisme, sehingga ajaran Islam telah kehilangan daya dobrak dan ruhnya.
3. Pembaharuan Islam Kontemporer pada tahun 1960-an. Pembaharuan tersebut lebih me-rupakan gerakan modernisasi pemikiran dan pemahaman ajaran keislaman yang dilakukan oleh generasi baru umat Islam; sebagai produk lembaga pendidikan umat Islam sendiri.
Saya kira untuk menuntaskan pembahasan kita mengenai pembaharuan atau tepatnya penataan pemikiran Islam, perlu mengkaji gerak dan langkah tokoh-tokoh pembaharu pemikiran Islam tersebut, misalnya Imam Bonjol, KH. Ahmad Dahlan, Dr. Nurcholis Madjid, Munawir Sadzali, MA dan lain-lain. Sungguhpun demikian dengan mengingat keterbatasan area pembahasan, maka hanya akan disajikan sedikit mengenai pemikiran Dr. Nurcholis Madjid.
Nurcholis Madjid lahir di Jombang Jawa Timur pada 17 Maret 1939. Nurcholis Madjid yang kemudian lebih dikenal dengan panggilan “Nurcholis Madjid” memulai pendidikan dibawah asuhan KH. Madjid (ayahnya sendiri) dan kemudian melanjutkan ke Pondok Modern Gontor Ponorogo. Setelah menamatkan pendidikannya dari Gontor ia kemudian melanjutkan pendi-dikannya di Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sehingga memperoleh gelar Sarjana pada tahun 1968.
Nurcholis Madjid dikenal sebagai tokoh organisasi, yang kapasitasnya dan pemi-kirannya menjadi kerangka kajian dan perkaderan, terutama para aktifis organinsasi Ekstra Kampus HMI. Pada tahun 1974, ia melanjutkan pendidikannya ke Universitas Chicago dan bertemu dengan pemikir Islam Kontemporer yang sangat disegani yaitu Dr. Fazlur Rahman, yang merupakan Pakar study keislaman dan pada tahun 1984 ia berhasil menyelesaikan program Doktornya, dengan disertasi “Ibnu Taimiyah on Kalam and Falsafah; Problem of reason and Revelation in Islam”.
Pada tahun 1966, Nurcholis Madjid telah melontarkan sebuah wacana pemikiran baru dalam Islam. Pada saat itu ia melontarkan gagasan perlunya Modernisasi dalam pe-mikiran Islam dengan format ”Modernisasi adalah Rasionalisasi dan bukan Westernisasi”. Lontaran pemikiran tersebut dengan cepat mendapat tanggapan luas dari pakar keislam-an dan dunia perguruan Tinggi sekaligus memperbesar volume perlunya modernisasi dalam tataran pemikiran mahasiswa Islam. Muhammad Kamal Hasan (pakar keislaman Universitas Malaya) mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Nurcholis Madjid adalah cerminan visi seorang Muslim idealis dan memperkuat citra diri sebagai salah seorang yang mewarisi kebesaran seorang “Moh. Natsir”, oleh sebab itu ia kerap kali disebut sebagai “Natsiris Muda”. Tidaklah berlebih an jika ia dikatakan sebagai Natsiris Muda atau seorang Muslim Idealis, karena dalam manuskrip tersebut ia mengatakan :
1. Westernisasi akan membawa manusia pada kehidupan yang sekuler
2. Sekelurisme akan membawa manusia pada sikap hidup atheis dan atheis itu sendiri adalah produk paling utama dari Sekulerisme.
3. Sekulerisme adalah sumber dari Immoralisme.
Namun citra diri sebagai Natsiris Muda dan Muslim idealis menjadi tertutup, ketika ia melontarkan pemikiran tentang “Keharusan Pembaharuan pemikiran Islam dan Masalah in-tegrasi Umat” pada tanggal 3 Januari 1970 di Islamic Research Centre Jakarta. Muhammad Kamal Hasan yang menulis Disertasi Doktor dengan mengambil thesis pembaharuan Islam Indonesia mengatakan bahwa Nurcholis Madjid telah berubah menjadi seorang “Modernis Sekuler” atau dalam bahasa lain ia mengatakan “Nurcholis before Nurcholis”.
Ada hal-hal yang mengganjal dan barangkali membuat jengkel para pemikir umat Islam Indonesia, terutama Prof. Dr. HM. Rasyidi, yang menjadi salah satu tokoh Islam paling respek dan kritis terhadap pemikiran pembaharuan Nurcholis Madjid. Barangkali sangat mafhum dan dimengerti kalau banyak umat Islam yang menyebut Nurcholis Madjid sebagai Modernis Sekuler atau bahkan sebagai agent Barat karena pemikirannya yang sangat berbeda dengan apa yang dilontarkan sebelum tahun 1968. Dalam makalah tentang “Keharusan pembaharuan pemikiran Islam dan masalah Integrasi Umat” secara eksplisit, Nurcholis Madjid mengatakan :
1. Perlunya liberalisasi pandangan dan pemikiran terhadap ajaran Islam
2. Perlunya kebebasan Intelektual (intelektual Freedom), gagasan kemajuan (Ide of Progres) dan sikap terbuka.
3. Perlunya gagasan (ide) sekulerisasi dalam ajaran Islam
4. Perlunya penegakan dan pemihakan terhadap kualitas dan mengeliminir sikap me-nonjolkan kuantitas, yang terbukti tidak efektif terhadap partisipasi umat kepada pemba-ngunan bangsa.
5. Perlunya mengambil sikap “Islam Yes, Partai Islam, NO”.
Barangkali statemen yang paling dominan membuat kontroversi terutama kaum tradi-sional, ulama dan pemikir keislaman adalah penggunaan kata-kata “Sekulerisasi” yang tidak lazim dipakai untuk menyebut gerakan pemikiran umat Islam. Reaksi yang paling keras muncul dari Prof. Dr. HM. Rasyidi, yang menyatakan bahwa ia telah memahami bahasa Inggris (untuk menyatakan ketidaksepakatannya dengan konsep sekulerisasi Nurcholis Madjid) sejak 40 tahun yang lalu dan selama itu pula ia tidak pernah menggunakan istilah “Sekulerisasi” sebagai istilah sosial yang dipakai dalam kerangka pemikiran pembaharuan Islam.
Menyimak perkembangan polemik yang semakin tajam dan mengarah kepada sikap kristalisi pendapat menjadi kelompok-kelompok, maka Nurcholis Madjid tampil kembali kepentas pemikiran umat Islam dengan menawarkan beberapa pemecahan, yang intinya menjelaskan ulang konsep “Sekulerisasi” yang dikembangkan sebelumnya. Misi pen-jelasan tersebut dikemas dalam thesis “Beberapa catatan sekitar masalah pembaharuan dalam Islam”. Namun penjelasan Nurcholis Madjid, nampaknya tidak banyak memberi pengaruh pada perubahan Opini masyarakat yang sudah terbentuk oleh kontroversi tersebut. Oleh sebab itu, ia tampil untuk kali kedua pada pentas pemikiran umat dengan mengatakan “Sekali lagi tentang Sekulerisasi”.
Setelah itu ia tidak lagi tampil dengan gagasan-gagasan pembaharuannya ke pentas pe-mikiran Nasional, karena pada tahun 1974 ia berangkat ke Amerika untuk melanjutkan study doktoralnya di Universitas of Chicago, dan setelah ia kembali ke Indonesia pada tahun 1985, Nurcholis Madjid membuat suatu penjelasan yang sangat meyakinkan, dengan satu tulisan yang merupakan catatan kaki pada Buku mengenang atau peringatan 70 Th. Prof. Dr. HM Rasyidi. Pada catatan itu, Nurcholis Madjid menjelaskan bahwa tidak tepat menggunakan istilah “Sekulerisasi” sebagai instrument untu menyebut perubahan sistem sosio-kultural Islam. Uraian itu ia beri nama dengan “Sekulerisasi ditinjau kembali”.
Pada awal tahun 1990-an Nurcholis Madjid mengejutkan komunitas umat Islam dengan penjelasannya yang sangat kontroversial. Statemen-statemen tersebut sebenarnya hanya sebuah kajian terminologis dan hanya dilakukan ketika ia mengambil pemikiran atau pendapat dari mazhab theologis umat Islam, misalnya :
1. Melakukan penafsiran kalimat “La Illaha Illa Allah” yang diartikan dengan “Tiada Tuhan selain Tuhan”, dengan asumsi bahwa Tuhan yang kedua mengandung kekhususan yaitu Tuhan Allah (terdapat al ma’rifat).
2. Mengatakan bahwa makhluk Allah yang paling bersih dan murni keimanannya adalah Syetan, karena ia tidak mau menyembah kepada selain Allah (kasus sujud kepada Adam).
3. Penegakan sikap bahwa semua manusia pada awalnya mempunyai perasaan agama yang sama, yang dia sebut dengan “Agama Hanief atau agama yang lurus”. Oleh sebab itu retorika dakwah kita adalah mengajak umat manusia pada “Kalimat yang sama”.
PENUTUP
Demikian beberapa pemikiran pembaharuan yang berkembang di dunia Islam – dengan berbagai ragam dan wujudnya baik yang bersifat theologis, politis, educative maupun asumsi minor tentang kesempurnaan Islam dalam bentuk sekulerisasi dan westernisasi ala Mustofa Kemal Pasha atau sekedar gertakan sekulerisasi dan rasionalisasi ala Nurcholis Madjid, maka yang paling penting adalah adanya gagasan untuk berubah atau berkembang menjadi baik – walaupun sebagaian diantara konsep tersebut menjadikan tata nilai Islam menjadi sangat tidak aktual dan bahkan menjadi musuh sebuah bangsa seperti bangsa Turki.
Apresiasi terbesar yang harus kita berikan kepada mereka, sebab mereka telah melaksanakan prinsip hidup yang dinamis. Ingat “Allah tidak akan merubah sebuah kaum, jika mereka tidak mau merubah dirinya sendiri”.
BUKU RUJUKAN :
1. Dr. Falzlur Rahman : Islam.
2. Loph Stodart : Dunia Baru Islam
3. Dr. Muhammad Heykal : Sejarah Islam
4. Drs. Imam Munawir : Pembaharuan Islam dari masa ke masa
5. Prof. Dr. Hamka : Sejarah Umat Islam (Vol. IV)
6. Ahmad Mansyur Suryonegoro : Menemukan Sejarah; wacana pergerakan umat Islam
Indonesia
7. Fachry Ali dan Bachtiar Efendi : Merambah jalan baru Islam
8. Dr. Nurcholis Madjid : Islam Keindonesian dan Kemodernan
9. Clifford Geertz : The Religion of Java (Santri, abangan dan Priyayi)
10. Dr. Harun Nasution : Islam Rasional; gagasan dan pemikiran
11. Dr. Koentowijoyo : Paradigma Islam; interpretasi untuk aksi
12. Prisma : Agama dan Tantangan zaman
Label: Tarikh Islam
1 Comment:
-
- Anonim said...
14 Februari 2009 pukul 15.42mas mau ikut data, terima kasih banyak jazakumullah khoiron katsiro, semoga tulisan antum bermanfaat bagi semua orang dan teruslah menulis dan berkarya agar dapat di manfaat oleh orang lain dalam kebaikan, (cah palur. umarazez.wordpress.com)