Minggu, 11 Januari 2009
FUNGSI IBADAH DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Oleh : Drs. Ihsan
PENGERTIAN
Dalam proses kehidupannya, manusia mempunyai banyak keinginan dan tujuan. Keinginan yang terus menerus diwujudkan akan menyebabkan orang berkelakuan atau berkarakter dengan keinginan tersebut. Jika ia meluluskan keinginan untuk bersenang-senang, maka jadilah penggila kesenangan – untuk memenuhi keinginan dan tujuan kesenangan tersebut ia akan berusaha sedemikain rupa. Dalam ragam hidup yang demikian komplek, seorang Hedonis akan akan berjuang sekuat tenaga mengejar kenikmatan hidup sebagai the Ultimate goalnya. Demikian juga seseorang Hippis, ia akan mengejar kesenangan hidup, pesta dan afiliasi kese-nangan lainnya sebagai hal yang paling penting dalam hidupnya.
Para pemuja kehidupan dan kesenangan dunia – meletakkan kepuasan jasmani atau benda sebagai standar kenikmatan dan kesenangan. Seoangan matrialis berusaha menumpuk benda atau modal sebagai prestise dan derajat sosial – sampai-sampai benda diperlakukan sebagai Tuhan dalam hidup mereka.
Berbeda dengan asumsi-asumsi keduniaan yang dikembangkan oleh kaum hedonis, hippis dan materialis, maka dalam pandangan pemeluk agama – kehadlirannya di dunia mempunyai 2 tujuan atau tugas hidup, yaitu :
A. Menjadi Kholifah Allah di bumi (Qs. Al Baqoroh ayat 30 dan Shad ayat 26)
Penyebutan kata Kholifah di dalam Al Qur’an dapat kita temukan sekurang-kurangnya 9 kali – dengan menggunakan bentuk kata yang berbeda-beda yaitu :
1. خليفة disebut 2 kali yaitu pada Al Baqoroh 30 dan Shod : 26;
2. خلائف disebut 4 kali pada al An’am 165, Yunus : 14 dan 73, Fathir : 39
Sungguhpun demikian, secara umum kata Khalifah memiliki 2 arti yaitu wakil Allah di bumi artinya Allah menunjuk manusia (Adam) sebagai wakil di bumi (Qs. Al Baqoroh : 30) dan pemimpin yang dipilih untuk menguasai sebuah wilayah (Qs. Shad : 26). Wakil Allah di Bumi artinya manusia merupakan wakil Allah dan bertindak atas nama Allah di bumi – konsekwensi logisnya manusia harus bertindak sesuai dengan sifat dan aturan yang ditetapkan oleh Allah yaitu mewujudkan prinsip Rahman dan Rahim kepada semua kehidupan di alam, sedangkan Pemimpin di Bumi artinya secara indvidual manusia memiliki tanggung jawab memimpin (diri, keluarga, masyarakat dan umat ) – termasuk didalamnya memimpin makhluk hidup yang ada di alam ini.
B. Menjadi Hamba Allah atau melakukan proses pengabdian dan penyerahan diri serta eksis-tensinya hanya kepada Allah – Dzat yang Maha Sempurna (Qs. Adz Dzariat : 56).
Proses pengabdian kepada Allah harus memuat unsur ketaatan, totalitas dan keihlasan terhadap keseluruhan perintah dan larangan Allah. Memasukkan hal lain dalam unsur ke-taatan, totalits dan keihlasan tersebut kepada selain Allah adalah Syirik (Musyrik). Peng-hambaan yang dilakukan oleh manusia kepada Tuhan-Nya pada hakekatnya merupakan realisasi dari perjanjian theologis yang dilakukan manusia kepada Tuhan-Nya ketika masih dalam alam roh – yaitu pengakuan bahwa Allah adalah Rob mereka (Qs. Al A’rof : 172).
Dalam pengertian yang sederhana, Ibadah berarti “tunduk dan taat” – artinya sebuah proses aktualisasi ketertundukan, keterikatan batin manusia dan potensi spiritual manusia terhadap Allah – Dzat yang menciptakan dan memberi kehidupan. Jika manusia secara emosional – intelektual merasa lebih hebat, maka proses ketertundukan tersebut akan memudar. Sedangkan menurut Istilah berarti segala sesuatu yang diridloi Allah dn dicintai-Nya dari yang diucapkan maupun yang disembunyikan.
Beberapa pakar keislaman memberikan definisi ibadah sebagai proses “bertaqorrub (men-dekatkan diri) kepada Allah, dengan mentaati segala perintah-perintah-Nya, menjauhi segala larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan-Nya”. Hal-hal yang diizinkan oleh Allah dapat berupa hal-hal yang langsung berhubungan dengan ibadah kepada Allah atau ibadah Mahdhoh atau juga dapat berupa hal-hal yang berkait dengan pemenuhan hidup di dunia baik itu menyangkut aspek sosial, ekonomi dan politik – yang disebut dengan Ibadah Ghoiru Mahdhoh (ibadah sosial).
BENTUK-BENTUK IBADAH
Seperti yang sudah disinggung di atas, bahwa proses mendekatkan diri kepada Allah dapat melalui dua jalan yaitu dengan ibadah mahdhoh (khusus) maupun dengan ibadah ghoiru mahdhoh (ibadah sosial). Secara umum kedua bentuk ibadah tersebut memiliki karakteristik yang berbeda walaupun tetap dalam kerangka ketaatan kepada Allah :
A. Pengabdian sebagai Abdun yang kemudian disebut Ibadah Mahdhoh – ibadah khusus (Ritual Illahi). Proses Ibadah tersebut memiliki sifat-sifat :
1. Merupakan proses ritual langsung kepada Allah.
2. Dimensi pertangunggjawabannya langsung dan tidak dapat diwakilkan
3. Dampak dari pelaksanaan atau tidak ada pelaksanaannya tidak dapat dialihkan.
B. Pengabdian sebagai Kholifah yang kemudian disebut Ibadah Ghoiru Mahdhoh – ibadah umum (Ritual Sosial) atau amal sholeh. Proses ibadah tersebut memiliki sifat-sifat :
Berkait dengan kerja hidup kita dengan alam dan manusia sekitarnya.
Dampak dari pelaksanaan atau tidak ada pelaksanaan tergantung sejauh efeknya terhadap kehidupan manusia atau alam sekitarnya.
Kedua paradigma hidup tersebut melahirkan proses pengabdian yang harus seimbang, artinya nilai sebagai abdun dengan nilai sebagai kholifah harus berbading lurus. Dengan demikian Hamba/Abdun menjadi inti penciptaan manusia yang kedua setelah khalifah, maka kedudukan Khalifah dan Abdun sama dalam pencapaian kebahagiaan di akhirat :
A. Al Qoshosh : 77 (carilah bekal akhirat tapi jangan engkau lupa kehidupan di dunia).
B. Penyebutan yang bersamaan antara perintah iman dan amal sholeh dan antara mendirikan Sholat dan mengeluarkan zakat (Al Baqoroh : 277)
C. An Nisa’ : 9 (perintah membentuk generasi yang kuat )
Bentuk pelaksanaan penghambaan manusia terhadap Allah disebut dengan “Ibadah” – artinya segala aktifitas yang diniatkan hanya untuk mengabdi kepada Allah. Proses pengabdian dapat berupa ibadah khusus dan ibadah sosial.
A. Tugas manusia sebagai hamba Allah (Ibadah Khusus) :
Sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwa Ibadah khusus adalah ibadah yang langsung kepada Allah, tidak dapat diwakilkan dan bersifat individual serta kaifiyahnya sudah ditentu-kan oleh Nabi/Rasul Allah dalam bentuk syariat tertentu. Ibadah khusus merupa-kan aplikasi langsung dari fungsi penciptaan manusia sebagai abdun (Qs. Adz Dzariat : 56), yaitu :
1. Sholat (Al Baqoroh : 3, 43, 83, 176 dan 277 dll)
2. Zakat (Al Baqoroh : 3, 43, 83, 176 dan 277 dll)
3. Puasa (Al Baqoroh : 183-185 dll)
4. Haji (Al Baqoroh : 196-197 dan Ali Imron : 97)
B. Tugas manusia sebagai Kholifah (ibadah umum)
Tugas manusia yang kedua adalah sebagai Kholifah Allah di bumi sebagaimana disebut dalam Qs. Al Baqoroh : 30, rincian dari fungsi kekhalifaan melahirkan ibadah sosial dengan bentuk dan ragam aktifitas ibadah sebagai berikut :
1. Memamkmurkan bumi dan menjaga kelestarian alam. Berikut ini ayat-ayat yang menunjukkan sikap berlawanan dengan tugas manusia sebagai kholifah :
a. Al Baqoroh : 11-12 (merusak tapi tidak merasa – contoh prilaku orang munafik).
b. Al Baqoroh : 60 dan Al A’rof : 74 (janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat/membuat kerusakan)
c. Al A’rof ayat 85 (jangan berbuat kerusakan setelah kamu/Allah memperbaikinya).
d. Ar Rum : 41 (nampak kerusakan di darat dan lautan disebabkan oleh manusia).
e. Al Qoshosh : 77 (janganlah kamu membuat kerusakan di bumi)
2. Menjaga keharmonisan alam dan menyebarkan salam dan kasih sayang atau mempe-rkuat tali persaudaraan :
a. Al Anbiya’ : 107 (aku tidak diutus kecuali menjadi rahmat bagi alam)
b. Al A’rof : 86 (jangan duduk di tiap-tiap jalan untuk menakut-nakuti dan meng-halangi orang kebenaran/berbuat baik)
c. Al Hujurat : 10-12 (Semua manusia sama dan bersaudara – jangan suka meremeh-kan dan menghina orang lain: so perbaiki dan perkuat tali persaudaraan).
Qs. Al Baqoroh : 205 (sikap orang yang tidak beriman - ia berjalan dengan sombong, mengadakan kerusakan, merusak tanaman dan binatang ternak).
e. An Nisa’ : 36 (berbuat baik kepada siapa saja – Allah tidak suka orang yang sombong dan membanggakan diri).
f. Luqman : 18-19 (jangan kamu memalingkan muka, angkuh, sederhanalah kalau berjalan dan jangan berkata keras – seburuk-buruk suara adalah suara keledai).
3. Berkembang biak dengan benar untuk kelangsungan hidup.
a. An Nisa’ : 1 (Allah menciptakan dari jiwa yang satu dan kemudian memperkem-bang-biakan laki-laki dan perempuan yang banyak).
b. An Nisa’ : 3 (jika kamu tidak dapat berlaku adil, maka kawinlah seorang saja atau budak-budak kamu – itu lebih dekat dari berbuat aniaya).
c. Ar Rum : 21 (manusia berkembang dari jiwa yang satu (Hawa dari tulang rusuk Adam) untuk memperoleh ketenangan, kasih sayang dan rohmah).
d. Yusuf : 31 (tiap satu bagian dari bagian lainnya (suami istri) adalah ketenangan)
4. Sebagai pemimpin bagi makhluq lainnya di bumi.
a. Al Baqorah : 30-31 ( Adam ditetapkan oleh Allah sebagai kholifah dan pemberian bekal keilmuan kepada Adam).
b. Al Akhzab : 72 (Manusia yang memikul amanat memimpin bumi setelah makhluq Allah yang lain tidak sanggup memikul amanat tersebut )
c. As Shad : 26 ( Nabi Dawud mendapat kepercayaan menjadi pemimpin umat dengan tugas agar hukum ditegakkan dengan adil).
Oleh : Drs. Ihsan
PENGERTIAN
Dalam proses kehidupannya, manusia mempunyai banyak keinginan dan tujuan. Keinginan yang terus menerus diwujudkan akan menyebabkan orang berkelakuan atau berkarakter dengan keinginan tersebut. Jika ia meluluskan keinginan untuk bersenang-senang, maka jadilah penggila kesenangan – untuk memenuhi keinginan dan tujuan kesenangan tersebut ia akan berusaha sedemikain rupa. Dalam ragam hidup yang demikian komplek, seorang Hedonis akan akan berjuang sekuat tenaga mengejar kenikmatan hidup sebagai the Ultimate goalnya. Demikian juga seseorang Hippis, ia akan mengejar kesenangan hidup, pesta dan afiliasi kese-nangan lainnya sebagai hal yang paling penting dalam hidupnya.
Para pemuja kehidupan dan kesenangan dunia – meletakkan kepuasan jasmani atau benda sebagai standar kenikmatan dan kesenangan. Seoangan matrialis berusaha menumpuk benda atau modal sebagai prestise dan derajat sosial – sampai-sampai benda diperlakukan sebagai Tuhan dalam hidup mereka.
Berbeda dengan asumsi-asumsi keduniaan yang dikembangkan oleh kaum hedonis, hippis dan materialis, maka dalam pandangan pemeluk agama – kehadlirannya di dunia mempunyai 2 tujuan atau tugas hidup, yaitu :
A. Menjadi Kholifah Allah di bumi (Qs. Al Baqoroh ayat 30 dan Shad ayat 26)
Penyebutan kata Kholifah di dalam Al Qur’an dapat kita temukan sekurang-kurangnya 9 kali – dengan menggunakan bentuk kata yang berbeda-beda yaitu :
1. خليفة disebut 2 kali yaitu pada Al Baqoroh 30 dan Shod : 26;
2. خلائف disebut 4 kali pada al An’am 165, Yunus : 14 dan 73, Fathir : 39
Sungguhpun demikian, secara umum kata Khalifah memiliki 2 arti yaitu wakil Allah di bumi artinya Allah menunjuk manusia (Adam) sebagai wakil di bumi (Qs. Al Baqoroh : 30) dan pemimpin yang dipilih untuk menguasai sebuah wilayah (Qs. Shad : 26). Wakil Allah di Bumi artinya manusia merupakan wakil Allah dan bertindak atas nama Allah di bumi – konsekwensi logisnya manusia harus bertindak sesuai dengan sifat dan aturan yang ditetapkan oleh Allah yaitu mewujudkan prinsip Rahman dan Rahim kepada semua kehidupan di alam, sedangkan Pemimpin di Bumi artinya secara indvidual manusia memiliki tanggung jawab memimpin (diri, keluarga, masyarakat dan umat ) – termasuk didalamnya memimpin makhluk hidup yang ada di alam ini.
B. Menjadi Hamba Allah atau melakukan proses pengabdian dan penyerahan diri serta eksis-tensinya hanya kepada Allah – Dzat yang Maha Sempurna (Qs. Adz Dzariat : 56).
Proses pengabdian kepada Allah harus memuat unsur ketaatan, totalitas dan keihlasan terhadap keseluruhan perintah dan larangan Allah. Memasukkan hal lain dalam unsur ke-taatan, totalits dan keihlasan tersebut kepada selain Allah adalah Syirik (Musyrik). Peng-hambaan yang dilakukan oleh manusia kepada Tuhan-Nya pada hakekatnya merupakan realisasi dari perjanjian theologis yang dilakukan manusia kepada Tuhan-Nya ketika masih dalam alam roh – yaitu pengakuan bahwa Allah adalah Rob mereka (Qs. Al A’rof : 172).
Dalam pengertian yang sederhana, Ibadah berarti “tunduk dan taat” – artinya sebuah proses aktualisasi ketertundukan, keterikatan batin manusia dan potensi spiritual manusia terhadap Allah – Dzat yang menciptakan dan memberi kehidupan. Jika manusia secara emosional – intelektual merasa lebih hebat, maka proses ketertundukan tersebut akan memudar. Sedangkan menurut Istilah berarti segala sesuatu yang diridloi Allah dn dicintai-Nya dari yang diucapkan maupun yang disembunyikan.
Beberapa pakar keislaman memberikan definisi ibadah sebagai proses “bertaqorrub (men-dekatkan diri) kepada Allah, dengan mentaati segala perintah-perintah-Nya, menjauhi segala larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan-Nya”. Hal-hal yang diizinkan oleh Allah dapat berupa hal-hal yang langsung berhubungan dengan ibadah kepada Allah atau ibadah Mahdhoh atau juga dapat berupa hal-hal yang berkait dengan pemenuhan hidup di dunia baik itu menyangkut aspek sosial, ekonomi dan politik – yang disebut dengan Ibadah Ghoiru Mahdhoh (ibadah sosial).
BENTUK-BENTUK IBADAH
Seperti yang sudah disinggung di atas, bahwa proses mendekatkan diri kepada Allah dapat melalui dua jalan yaitu dengan ibadah mahdhoh (khusus) maupun dengan ibadah ghoiru mahdhoh (ibadah sosial). Secara umum kedua bentuk ibadah tersebut memiliki karakteristik yang berbeda walaupun tetap dalam kerangka ketaatan kepada Allah :
A. Pengabdian sebagai Abdun yang kemudian disebut Ibadah Mahdhoh – ibadah khusus (Ritual Illahi). Proses Ibadah tersebut memiliki sifat-sifat :
1. Merupakan proses ritual langsung kepada Allah.
2. Dimensi pertangunggjawabannya langsung dan tidak dapat diwakilkan
3. Dampak dari pelaksanaan atau tidak ada pelaksanaannya tidak dapat dialihkan.
B. Pengabdian sebagai Kholifah yang kemudian disebut Ibadah Ghoiru Mahdhoh – ibadah umum (Ritual Sosial) atau amal sholeh. Proses ibadah tersebut memiliki sifat-sifat :
Berkait dengan kerja hidup kita dengan alam dan manusia sekitarnya.
Dampak dari pelaksanaan atau tidak ada pelaksanaan tergantung sejauh efeknya terhadap kehidupan manusia atau alam sekitarnya.
Kedua paradigma hidup tersebut melahirkan proses pengabdian yang harus seimbang, artinya nilai sebagai abdun dengan nilai sebagai kholifah harus berbading lurus. Dengan demikian Hamba/Abdun menjadi inti penciptaan manusia yang kedua setelah khalifah, maka kedudukan Khalifah dan Abdun sama dalam pencapaian kebahagiaan di akhirat :
A. Al Qoshosh : 77 (carilah bekal akhirat tapi jangan engkau lupa kehidupan di dunia).
B. Penyebutan yang bersamaan antara perintah iman dan amal sholeh dan antara mendirikan Sholat dan mengeluarkan zakat (Al Baqoroh : 277)
C. An Nisa’ : 9 (perintah membentuk generasi yang kuat )
Bentuk pelaksanaan penghambaan manusia terhadap Allah disebut dengan “Ibadah” – artinya segala aktifitas yang diniatkan hanya untuk mengabdi kepada Allah. Proses pengabdian dapat berupa ibadah khusus dan ibadah sosial.
A. Tugas manusia sebagai hamba Allah (Ibadah Khusus) :
Sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwa Ibadah khusus adalah ibadah yang langsung kepada Allah, tidak dapat diwakilkan dan bersifat individual serta kaifiyahnya sudah ditentu-kan oleh Nabi/Rasul Allah dalam bentuk syariat tertentu. Ibadah khusus merupa-kan aplikasi langsung dari fungsi penciptaan manusia sebagai abdun (Qs. Adz Dzariat : 56), yaitu :
1. Sholat (Al Baqoroh : 3, 43, 83, 176 dan 277 dll)
2. Zakat (Al Baqoroh : 3, 43, 83, 176 dan 277 dll)
3. Puasa (Al Baqoroh : 183-185 dll)
4. Haji (Al Baqoroh : 196-197 dan Ali Imron : 97)
B. Tugas manusia sebagai Kholifah (ibadah umum)
Tugas manusia yang kedua adalah sebagai Kholifah Allah di bumi sebagaimana disebut dalam Qs. Al Baqoroh : 30, rincian dari fungsi kekhalifaan melahirkan ibadah sosial dengan bentuk dan ragam aktifitas ibadah sebagai berikut :
1. Memamkmurkan bumi dan menjaga kelestarian alam. Berikut ini ayat-ayat yang menunjukkan sikap berlawanan dengan tugas manusia sebagai kholifah :
a. Al Baqoroh : 11-12 (merusak tapi tidak merasa – contoh prilaku orang munafik).
b. Al Baqoroh : 60 dan Al A’rof : 74 (janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat/membuat kerusakan)
c. Al A’rof ayat 85 (jangan berbuat kerusakan setelah kamu/Allah memperbaikinya).
d. Ar Rum : 41 (nampak kerusakan di darat dan lautan disebabkan oleh manusia).
e. Al Qoshosh : 77 (janganlah kamu membuat kerusakan di bumi)
2. Menjaga keharmonisan alam dan menyebarkan salam dan kasih sayang atau mempe-rkuat tali persaudaraan :
a. Al Anbiya’ : 107 (aku tidak diutus kecuali menjadi rahmat bagi alam)
b. Al A’rof : 86 (jangan duduk di tiap-tiap jalan untuk menakut-nakuti dan meng-halangi orang kebenaran/berbuat baik)
c. Al Hujurat : 10-12 (Semua manusia sama dan bersaudara – jangan suka meremeh-kan dan menghina orang lain: so perbaiki dan perkuat tali persaudaraan).
Qs. Al Baqoroh : 205 (sikap orang yang tidak beriman - ia berjalan dengan sombong, mengadakan kerusakan, merusak tanaman dan binatang ternak).
e. An Nisa’ : 36 (berbuat baik kepada siapa saja – Allah tidak suka orang yang sombong dan membanggakan diri).
f. Luqman : 18-19 (jangan kamu memalingkan muka, angkuh, sederhanalah kalau berjalan dan jangan berkata keras – seburuk-buruk suara adalah suara keledai).
3. Berkembang biak dengan benar untuk kelangsungan hidup.
a. An Nisa’ : 1 (Allah menciptakan dari jiwa yang satu dan kemudian memperkem-bang-biakan laki-laki dan perempuan yang banyak).
b. An Nisa’ : 3 (jika kamu tidak dapat berlaku adil, maka kawinlah seorang saja atau budak-budak kamu – itu lebih dekat dari berbuat aniaya).
c. Ar Rum : 21 (manusia berkembang dari jiwa yang satu (Hawa dari tulang rusuk Adam) untuk memperoleh ketenangan, kasih sayang dan rohmah).
d. Yusuf : 31 (tiap satu bagian dari bagian lainnya (suami istri) adalah ketenangan)
4. Sebagai pemimpin bagi makhluq lainnya di bumi.
a. Al Baqorah : 30-31 ( Adam ditetapkan oleh Allah sebagai kholifah dan pemberian bekal keilmuan kepada Adam).
b. Al Akhzab : 72 (Manusia yang memikul amanat memimpin bumi setelah makhluq Allah yang lain tidak sanggup memikul amanat tersebut )
c. As Shad : 26 ( Nabi Dawud mendapat kepercayaan menjadi pemimpin umat dengan tugas agar hukum ditegakkan dengan adil).
FUNGSI IBADAH DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Bahwa Allah sangat mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh semua makhluq-Nya, dan oleh sebab itu Allah memberikan jalan yang paling sesuai untuk menjaga dan memelihara sekaligus meningkatkan fungsi dari setiap unsur yang dimiliki oleh semua makhluq-Nya; termasuk didalamnya adalah manusia. Dalam kerangka tersebut Allah menun-jukkan jalan untuk meraihnya, misalnya dengan melaksanakan berbagai berntuk pengabdian kepada Allah.
Maka jika dikaji secara detail setiap bentuk ritual dalam agama Islam memiliki tujuan dan fungsi tersendiri; ibadah Mahdhoh – merupakan perwujudan rasa tunduk, taat, patuh dan pengakuan manusia terhadap kekuasaan Allah yang tat terhingga, perwujudan rasa syukur atas Rahmat, keselematan dan ketidakmampuan manusia dan upaya memperoleh ketenangan Jiwa melalui pendekatan keillahian. Sedangkan ibadah Ghoiru Mahdhoh merupakan perwujudan keterikatan batin sebagai makhluk sosial, rasa tanggung jawab sebagai kholifah Allah di bumi dan perwujudan sifat rahman dan rahim Allah yang harus diwujudkan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Motivasi beribadah sebagaimana yang dijelaskan di atas, akan memberikan manfaat yang sangat luar biasa bagi siapa saja yang melakukannya. Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai fungsi ibadah, barangkali lebih bijak kalau kita analisis masing-masing ranah ibadah tersebut :
A. Ibadah Mahdhoh
1. Sholat – sholat diwajibkan bagi umat Islam “Akil baligh” dengan aturan dan waktu yang telah ditentukan (Qs. Hud : 115, al Isro’ : 78, Thaha : 79), diantara fungsi (manfaat) orang yang melaksanakan sholat adalah :
a. Memperoleh kesucian rohani dan jasmani. Suci rohani berarti ia mampu menghin-darkan diri dari perbuatan keji dan mungkar (Qs. Al Ankabut : 45), sedangkan suci jasmani berarti ia harus memilki kebersihan perangkat sholat yaitu pakaian dan kebersihan badan dan juga kebersihan badan (Qs. An Nisa' : 43 dan Al Maidah : 6), karena ia senantiasa menghilangkan setiap hadats jasmani dan bersih pakaian sebagai syarat melaksanakan sholat .
b. Dapat menghilangkan gangguan jiwa akibat ketegangan emosi dan bertumpuknya fikiran-fikiran yang serba ruwet yang tak terpecahkan atau yang sering dikenal dengan neurosis” (gangguan badan akibat ketegangan saraf). Sholat dapat membuat jiwa manusia menjadi tenang, karena ia mengingat kepada Allah (Qs. Ar Ro’du : 28 dan Thaha : 14).
c. Dapat mengeliminir sikap tergesa dan menumbuhkan sikap hidup tenang serta mendorong tumbuhnya kemampuan pengendalian diri, sebab dalam diri manusia ada 3 potensi pengembangan jati diri yaitu Intelectual Quetient (IQ), Emotional Quetient (EQ) dan Spiritual Quetient (SQ) – yang belakangan ini dikembangkan dengan pola dan training ESQ (emotional and spiritual quetient), kesemuanya dalam rangka menumbuhkan potensi bawah sadar manusia.
d. Dapat menjadi jalan terbukanya keluhuran dan kemulyaan seseorang berupa rizki yang tidak terduga dalam bentuk kedudukan yang sangat mulya (Qs. Al Isro : 79)
dan kewibawaan yang tidak dibuat-buat melalui tutur kata yang memiliki daya hunjam yang sangat dalam pada hati setiap pendengarnya (Qs. Al Muzammil :1-6).
2. Zakat - perintah mengelurkan zakat selalu disebut setelah perintah mendirikan sholat (Qs. (Al Baqoroh : 3, 43, 83, 176 dan 277 dll) – artinya sholat dan zakat memiliki kadar dan derajat yang sama. Sholat merupakan cerminan kepatuhan kepada Allah, sedangkan zakat cerminan syukur kepada Allah sekaligus bentuk kepedulian kepada sesama manusia. Di antara manfaat zakat bagi umat islam adalah :
a. Perwujudan rasa syukur dan pernyataan terima kasih kepada Allah atau pernyataan terima kasih kepada si “Pemberi”. Jika anda berterima kasih atas rizki Allah, maka Allah akan menambahnya jauh lebih banyak (Qs. Ibrahim : 7)
b. Mendidik manusia membersihkan rohani dan jiwanya dari sifat bakhil, kikir dan rakus – menjadi manusia yang dermawan dan pemurah. Ingat bahwa pengertian zakat itu sendiri adalah bersih dan tumbuh berkembang – Allah membuat ibarat orang yang menginfakkan harta dengan ikhlas seperti satu biji yang berkembang menjadi 700 biji yang sangat baik (Qs. Al Baqoroh : 261).
c. Menunjukkan bahwa sifat perjuangan agama Islam selalu berorientasi pada kepentingan dhu’afa (kaum lemah). Oleh sebab itu setiap pelanggaran terhadap larangan agama – salah satu kifaratnya adalah memberikan santunan kepada kaum Dhu’afa (Nadzar, larangan berkumpul pada siang hari di bulan ramadlan, pembunuhan yang tidak disengaja, pembunuhan yang sengaja tetapi dimaafkan dll). Lebih dari itu agar kekayaan tidak hanya berputar di antara orang-orang yang kaya di antara kamu (Qs. Al Hasr : 7)
d. Menunjukkan bahwa kemiskinan adalah musuh yang harus dilenyapkan – Islam memandang kemiskinan sebagai sumber kejahatan dan kekufuran. Oleh karena itu mengabaikan orang miskin berarti mengabaikan agama atau mendustakan agama (Qs. Al Ma’un : 1-3), sebab di dalam setiap harta kekayaan yang dimiliki oleh orang yang kaya terdapat hak-hak orang miskin yang harus diberikan kepadanya (Qs. Adz Dzariat : 19 dan Al Ma’arij : 25) – ingat kemiskinan mendekatkan kepada kekufuran ) رواه ابو نعيم - كاد الفكر ان يكون كفرا ), karena pentingnya bagi orang miskin – setiap orang yang menyimpang emas dan perak (tidak mau mengeluarkan zakatnya) maka akan dibalas dengan siksa yang pedih (Qs. At Taubah : 34).
e. Zakat menjadi alat untuk mengurangi jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dan orang-orang miskin (narrowing the gap) walaupun tidak sampai menghilang kesenjangan (closing the gap) – zakat dapat menjadi alat penghubung tali kasih sayang di antara mereka. so zakat menjadi alat pengokoh bangunan persaudaraan (رواه مسلم - المؤمن للمؤمن كا البنيان يشد بعضه بعضا )
3. Puasa – kewajiban puasa telah diberikan oleh Allah kepada semua umat manusia sejak zaman Nabi Adam, walaupun bentuk dan tata caranya berbeda sesuai dengan kekuatan manusia itu sendiri. Tujuan dasar disyariatkannya puasa agar orang-orang yang beriman dapat meningkat kualitas pada derajat “Takwa” (Qs. Al Baqaroh : 183).
Jika seseorang memiliki kualitas takwa, maka ia akan mudah melaksanakan apa yang menjadi perintah Tuhan-Nya.
Al Qur’an memberikan penjelasan yang sangat rinci mengenai indikator orang yang bertakwa kepada Allah, misalnya :
a. Percaya kepada yang goib, mendirikan Sholat dan mengeluarkan infaq (Qs. Al Baqoroh : 2), beriman kepada kitab al Qur’an dan kitab-kitab sebelumnya dan meyakini adanya hari akhir (Qs. Al Baqoroh : 3).
b. Orang-orang yang menafkahkan hartanya di saat senang maupun susah, mampu menahan marah, pemaaf dan suka berbuat baik (Qs. Ali Imron : 134) – orang-orang yang jika berbuat keji atau menganiaya dirinya, ia cepat ingat pada Allah dan minta ampun kepada-Nya (Qs. Ali Imron : 135).
Dengan modal keimanan sebagai dasar dapat dilaksanakannya puasa, maka puasa memberikan hikmah atau manfaat yang sangat luar biasa bagi pelakunya, antara lain :
a. Puasa dapat menyehatkan fungsi tubah manusia (صوموا تصحوا) – puasa dengan menahan lapar dan haus dapat membersihkan kotoron dalam diri manusia. Hal tersebut dapat kita buktikan dengan “ayam” yang sedang mengerami telur, ia hanya makan di pagi dan sore hari untuk memanaskan suhu tubuh yang berfungsi memanaskan telur agar menetas.
b. Puasa dapat mensucikan rohani manusia, sehingga meningkat kualitas spiritualitas-nya. Dengan peningkatan tersebut manusia menjadi lebih dekat kepada Tuhan-Nya dan dengan demikian manusia dapat menghadirkan Tuhan dalam dirinya – dekat dan dekat sekali, jika ia memohon kepada-Nya pastilah Allah akan mengabulkan-apa yang menjadi permohonannya (Qs. Al Baqoroh : 186)
c. Puasa melatih manusia menahan diri dari godaan nafsu dan syahwat jasmani dengan menahan makan, minum dan berhubungan suami-istri dengan indicator keberhasilan puasa adalah mampu menahan diri dari memakan atau memperoleh harta dengan jalan bathil (Qs. Al Baqoroh : 187-188),
sebab bukanlah orang yang tersebut berpuasa, jika ia tidak mampu meninggalkan perkataan dan perbuatan yang tidak baik. Ingat perang terbesar dalam hidup manusia adalah perang melawan nafsu/syetan(رجعنا من جهاد الاصغرالي جهاد الاكبر وهو جهاد النفس )
d. Puasa dapat melatih kepedulian atau empati kepada manusia yang lain, misalnya bagaimana rasanya lapar dan kekurangan rizki, sehingga muncul keinginan untuk berbagi dengan sesama manusia – berbagi rizki dengan zakat fitrah dan kebahagia-an dengan bersama-sama merayakan hari kemenangan (iedul fitri).
e. Puasa dapat menjadi sarana yang efektif untuk membangun solidaritas dan keber-samaan ketika bersama-sama merayakan hari raya iedul fitri – bebas dari status sosial dan ekonomi. Oleh sebab itu sholat dilaksanakan ditempat yang lapang dalam rangka pemenuhan sisi persaudaraan, persamaan dan egalitarianisme dengan bersama-sama mengumandangkan takbir dan tahmid.
4. Haji – adalah satu-satunya ritual dalam Islam yang mensyaratkan “istitho'ah atau memiliki kemampuan” sebagai dasar diwajibkannya dan hanya sekali dalam seumur hidupnya (Qs. Ali Imron : 97).
Haji memerlukan kekuatan fisik, ekonomi dan mental bagi keluarga yang ditinggal-kannya, oleh sebab itu balasan bagi mereka yang dapat melaksanakan dengan benar (mabrur), tidak ada balasan lain kecuali surga. Maka untuk memperoleh kesempatan tersebut, semua umat Islam berjuang dan datang ke tanah suci dari segala penjuru dunia dan dengan menggunakan transportasi yang bermacam-macam (Qs. Al Haji : 27-29).
Di antara sekian banyak hikmah yang diperoleh setelah orang melaksanakan ibadah haji adalah :
a. Hikmah bagi diri sendiri
· Memperkokoh jiwa tauhid dan melahirkan yang perilaku yang betul-betul bertakwa, karena diingatkan kepada Nabi Ibrahim (keluarga) dan perjuangan-nya dalam menegakkan Tauhid, termasuk didalamnya disimbolkan dengan kalimat talbiyah.
· Membentuk pribadi yang memiliki kasih sayang kepada anak-anaknya dan anak-anak berbakti kepada kedua orang tuanya hal tersbut sebagai refleksi sa’I antara shofa dan marwah dan kisah perjalanan qurban di Mina.
· Dapat mengingat kebesaran Allah dan maha dahsyat hari mahsyar, ketika orang melakukan wukuf di Arofah, disamping itu orang melakukan wukuf diampuni dosanya oleh Allah
· Melontar jumrah dapat mendorong muslim/muslimah agar setiap saat mampu membentengi diri dri tipu daya syetan (Qs. Al Hasr : 39-40) karena syetan hadlir dalam setiap aliran darah dan denyut jantung serta dalam setiap tarikan nafas manusia ( ان الشيطان يجري من ابن ادم مجري الدم ).
· Muslim/muslimah yang menunaikan haji dengan predikat mabrur maka dilipat-gandakan pahalanya, diterima do’anya untuk orang lain dan dibanggakan oleh Allah – khusus muslimah ia memperoleh pahala jihad yang utama
· Bagi mereka yang hajinya mabrur, maka tidak ada balasan laib kecuali surga –lalu apa indikator mabrur tersebut. Indikator orang hajinya mabrur dapat dilihat pada Hadits riwayat Imam Ahmad yaitu suka memberi bantuan makan (sosial) dan lemah-lembut dalam berbicara.
الحج المبرور ليس له جزاء ال الجنة قيل وما بره قال اطعام الطعام ولين الكلام
b. Hikmah bagi keluarga – menjadi motivator bagi terwujudnya keluarga yang sakinah, mawaddah dan penuh kerohmatan. Ia akan berusaha kuat agar keluarga semakin religius, disiplin dalam beribadah, beramal sholeh dan membiasakan diri berakhlak mulia dan menghindarkan diri dari sikap prilaku yang tidak terpuji. Ia berusaha agar diri dan keluarganya terjauhkan dari api neraka (Qs. At Tahrim : 6)
c. Hikmah bagi masyarakat dan negara
· jika dalam masyarakat sudah banyak yang menunaikan haji (mabrur), maka akan memiliki semangat berkorban yang tinggi baik dari segi waktu, harta, tenaga dan pikiran untuk kemajuan masyarakat tersebut.
· Ibadah Haji dapat mendorong umat Islam untuk mewujudkan persatuan dalam intern umat (ummatan wahida) dan persatuan kesatuan bangsa dan negara.
· Dengan haji kita dapat berwisata hati dan sejarah yang kemudian menumbuhkan rasa cinta – hal tersebut mendorong rasa cinta tanah air.
· Ibadah haji dapat dijadikan forum muktamar atau pertemuan umat Islam sedunia untuk membahas problematika umat dalam perspektif kekinian.
BEBERAPA HAMBATAN PELAKSANAAN
Jika kita menelisik setiap amalan ibadah yang disyariatkan oleh agama islam selalu saja dijelaskan mengenai input (orang yang berkewajiban melaksanakan perintah dan syarat-syarat lain) dan out put dari setiap prilakunya. Tujuan ideal sholat adalah dapat mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar, zakat dapat membara perubahan ekonomi dan membersihkan diri, puasa menjadikan orang bertakwa dan Haji dapat membawa pelakunya pada kenikmatan surga jika ia mampu menggapai predikat “mabrur”. Sungguhpun demikian – panggang terkadang jauh dari api, maka mana bisa seseorang mendapatkan masakan yang matang. Kendala-kendala yang mungkin kita hadapi adalah :
A. Kurangnya pemahaman tentang kaifiyah ibadah yang dimaksudkan artinya seseorang harus memahami tata cara ibadah tersebut agar memperoleh hasil yang maksimal. Terkadang kita hanya mengikuti tradisi yang telah ada, walau terkadang tidak sesuai dgn apa yang diajarkan oleh Rasulullah – kita hanya menyangka (Qs. Al Baqarah : 77-78).
B. Ibadah yang kita lakukan terkadang hanya untuk menggugurkan kewajiban – kita tidak melakukannya untuk taqorub dan cinta kepada Allah atau bahkan mungkin kita berbuat aniaya dengan ibadah itu sendiri dan tidak berlomba-lomba untuk memperoleh kebaikan dalam ibadah tersebut (Qs. Faathir : 32).
C. Ibadah yang lakukan hanya sekedarnya karena malas, ia melakukannya karena riya’ dan hanya sedikit sekali ia mengingat Allah sebagaimana yang dilakukan oleh orang munafik (Qs. An Nisa’ : 142-143).
Mereka adalah orang-orang yang lalai dalam sholat – sholat tetapi sesungguhnya ia tidak sholat sama sekali (Qs. Al Ma’un : 4-6)
D. Kita terkadang hanya mengejar jumlah, tetapi tidak pernah membicarakan kualitas ibadah kita – artinya jumlah yang banyak menjadi orientasi kita walau jumlah yang banyak tersebut dipenuhi dengan kelalaian dan riya’. Rasulullah mengingatkan “yang sedikit itu lebih baik kalau kontinue dari pada yang banyak tapi hanya sekali”. Yang dinginkan oleh Allah dengan ibadah adalah frekwensi dalam melakukannya dan bukan jumlah – Allah lebih suka kepada orang sholat malam (tahajud) yang dilakukan terus menerus tiap malam walaupun rakaatnya tidak banyak dari pada 100 rakaat satu malam dan dilakukan sekali sepanjang tahun (Qs. Al Mujammil : 1-6). Allah menginginkan rutinitas pertemuan untuk bermesraan rasa batin dan rohani kita dengan Allah. Semakin sering kita bertemu Allah, maka semakin ada dan dekat Allah dalam diri kita.
E. Hindarkan diri dan keluarga dari barang atau harta yang haram – yang diperoleh dengan jalan bathil, karena ia akan menjadi beban dan penghalang spiritualitas. Mulailah sekarang untuk memohon keikhlasan kepada siapa saja yang barang-barangnya kita ambil dengan jalan bathil dan aniaya. Ingat barang atau harta yang diperoleh dengan jalan bathil dan dengan jalan aniaya misalnya mengambil harta anak yatim, akan dikembalikan kepada kita oleh Allah dalam bentuk api neraka (Qs. An :Nisa’ : 9)
DAFTAR RUJUKAN
Quraisy Shihab : Membumikan Al Qur’an
Fazlur Rahman : Thema-thema pokok Al Qur’an
Harun Nasution : Islam Rasional, gagasan dan pemikiran.
: Filsafat Agama
Prof.Dr. HM. Rasyidi : 4 Kuliah Agama di Perguruan Tinggi.
Nasruddin Razak : Dienul Islam
Label: Dirosah Islamiyah
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)