Senin, 05 Januari 2009

MASA KEMUNDURAN ISLAM
SEBAB DAN BAGAIMANA CARA MENGATASINYA

Oleh : Drs. Ihsan


PENDAHULUAN
Adalah sebuah Sunnatullah, jika suatu kemulyaan dan kemajuan pada suatu masa akan berubah sebagai kenistaan dan kemunduran, ketika pelaku kemulyaan dan kemajuan tersebut tidak lagi mempunyai sens untuk mengembangkan kemajuan dan menjaga kemulyaan. Ketika pelaku kemulyaan dan kemajuan telah jenuh dalam kemulyaan dan kemajuan itu sendiri. Ketika mereka merasa bahwa kemulyaan dan kemajuan telah membawa mereka kepada kenikmatan yang menina bobokan akhlak, pemikiran dan karya kreatif. “Dan Allah akan mempergilirkan kemulyaan dari satu kaum kepada kaum yang lain, agar mereka dapat mengambil pelajaran” (Qs. Ali Imron : 140).


             ••             

Berangkat dari paradigma tersebut – berkembang sebuah analisa tentang siklus pergan-tian kemakmuran suatu bangsa dengan menggunakan ukuran-ukuran sebagai berikut :
1. Seberapa banyak produk pemikiran keilmuan dan teknologi yang mempengaruhi kehidupan masyarakat pada generasi berikutnya.
2. Kemampuan politik, ekonomi dan sosial budaya dan pengaruhnya terhadap perkembangan dan kehidupan bangsa-bangsa lain.
3. Kemampuan ide atau gagasan dan pengaruhnya terhadap pembentukan tata nilai bagi kehidupan masyarakat berikutnya.

Maka berkait dengan kreteria tersebut, fakta sejarah menunjukkan bahwa pergeseran kemakmuran suatu bangsa berkisar 7 Abad dan meliputi bangsa-bengsa/umat :
1. Yunani – dikenal sebagai peletak dasar pemikiran kritis Filosofis dan pengembangan Iptek yang pemikirannya masih dijumpai sampai saat terutama Socrater, Aristoteles, Plato dll. Berkisar antara abad 10 SM s.d 3 SM.
2. Romawi dan Parsi adalah sebuah emperium besar setelah zaman kegelapan pasca mundurnya kebudayaan Yunani sebagaimana dijelaskan dalam Qs. Ar Rum. Kejayaan mereka berkisar antara abad 1 M s.d 7 M.
3. Islam – adalah sebuah komunitas baru dalam pentas kebudayaan dunia yang menggabung-kan kehebatan ilmu Yunani dan prediksi keilmuan dalam Alqur’an yang didalamnya memuat nilai-nilai keagamaan. Kejayaan Islam berkisar antara abad 8 M s.d 15 M dengan mengambil dua tempat, yaitu :
a. Di Timur dengan pusat kota Bagdad mulai abad 8 M s.d 13 M tepatnya tahun 1258 ketika Hulago Khan menyerang kota Bagdad.
b. Di Barat dengan kota Cordova (spanyol) sebagai pusatnya mulai abad 9 M s.d 15 M tepatnya tahun 1492 ketika kota Granada direbut oleh Raja Ferdinand.
4. Barat (Eropah/Amerika) yang dimulai ketika mereka mengalami kebangkitan (Re-naisance atau Aufklarung) pada abad ke 16 M – sampai sekarang (23 M).

Selama 7 abad, umat Islam menempati tempat pertama dalam percaturan ekonomi – politik dan ilmu pengetahuan. Sadar atau tidak, keunggulan tersebut membawa kemudah-an-kemudahan teknologis, psykis dan ekonomi – politik dibandingkan dengan pemeluk atau bangsa yang lain. Dalam kurun waktu tersebut, umat Islam dapat menepuk dada atas prestasi kultural yang dimiliki oleh umat Islam. Prestasi-prestasi kultural tersebut sampai saat ini masih dapat kita jumpai, walaupun telah mendapat ulasan dan komentar dari berbagai pakar; baik ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu praktis lainnya (lihat ulasan-ulasan sebelumnya).
Dalam kurun waktu yang bersamaan, diseberang sana – di Eropah terjadi apa yang disebut sebagai “Barbarian” dan “Kegelapan berbudaya”, suatu masa dimana mereka tidak mempunyai kemampuan berbudaya yang dapat diunggulkan. Namun setelah itu, justru umat Islam yang pernah menjadi tuan Ilmu Pengetahuan dan Budaya luhur Dunia menjadi pengemis ekonomi – Politik dan Ilmu Pengetahuan. Umat Islam telah mengalami titik balik – umat Islam mengalami kemunduran dan bahkan ketergantungan. Pertanyaan yang tersisa dalam benak setiap umat Islam adalah :”Mengapa Umat Islam bisa mengalami kemundur-an”?. “Dan siapa yang paling besar kontribusinya dalam proses kemunduran Islam”?.
Sudah banyak pakar keislaman yang mencoba menjawab dua pertanyaan tersebut – ketika umat Islam mulai kembali menemukan kesadarn kolektif beragama dan berbudaya berdasarkan cita-cita luhur agama Islam. Para Mujadid dan pembaharu umat, telah memaparkan sekian banyak borok-borok yang menyebabkan umat Islam mengalami kemunduran dan kehancuran, di antara mereka ada yang meletakkan kegagalan politik sebagai salah satu sebab kehancuran Islam dan untuk itu perlu dibangun dimensi politik baru dengan mengedepankan Integrasi dan Solidaritas Politik baru dalam sebuah program “Pan Islamisme” sebagaimana yang dikemukakan oleh Jamaluddin al Afgani. Sedangkan Muhammad Abduh (Murid Jamaluddin) lebih menyoroti tentang kelemahan pendidikan umat, maka dilakukanlah sebuah pembaharuan pendidikan dengan mengarah pada perimbangan waktu dan human needs. Program revitalisasi Islam tersebut melengkapi program terapi pertama yang diidentifikasikan sebagai sebab kehancuran Islam yaitu “Therapi Theologis”, dikembangkan oleh Muhammad Bin Abdul Wahab (Wahabi) – dengan gerakan purifikasi ajaran Tauhidnya, mampu membersihkan umat dari ketidakberdayaan theologis (anggapan-anggapan yang pada tempatnya terhadap benda keduniaan).

MASA KEMAJUAN ISLAM
Masa kemajuan dimulai pada zaman Nabi Muhammad dengan meletakkan dasar-dasar kehidupan yang sejahtera baik di dunia maupun diakhirat. Bangunan komunitas Islam tersebut terus berkembang dengan baik pada masa Pemerintahan Umar Bin Khattab – terutama secara politik dengan takluknya kerjaan Romawi dan Persia. Puncak kemajuan Islam berada pada dua masa pemerintahaan dan tempat yang berbeda, yaitu pemerintahan Bani Abbasiyah di Bagdad dan pemerintahan Bani Umaiyah di Spanyol.

Amatlah beruntung umat Islam, karena ia memiliki Al Qur’an – yang didalamnya memuat isyarat ilmu pengetahuan yang luar biasa. Kehebatan Al Qur’an ini menjadi faktor dominan pertama untuk kemajuan umat Islam yaitu dorongan Al Qur’an untuk mengkaji kebenaran ayat Qur’aniyah dan Kauniyah – termasuik didalamnya penghargaan Al Qur’an yang sangat tinggi terhadap orang-orang yang memiliki Ilmu. Faktor tersebut menjadi energi khusus umat Islam terutama pemerintah untuk :
1. memberikan Penghargaan yang luar biasa terhadap ilmuwan (Hak Paten dan kesejahteraan Hidupnya) bahkan raja/kholifah pada masa itu adalah seorang yang memiliki kelebihan dan keluasan ilmu.
2. mendirikan pusat-pusat studi Islam dan studi ilmu-ilmu lain untuk menganalisan dan mengkaji ulang ilmu-ilmu yang berkembang pada saat itu.
3. mendirikan pusat penterjemahan kebudayaan dan ilmu-ilmu asing. Lebaga tersebut dimaksudkan untuk menyalin buku atau hasil karya bangsa Asing dengan bahasa Arab

Faktor dominan kedua; adanya proses adaptasi/persentuhan dan akulturasi terhadap budaya/ ilmuwan Yunani melalui proses penterjemahan terhadap buku-buku Yunani dan masuknya negara baru yang mempunyai tradisi keilmuan (Parsi, Mesir dan Romawi).
Sebelum Islam berkembang sebagai kekuatan budaya dunia, telah terlebih berkembang dulu kebudayaan Yunani dan Parsi. Kebudayaan luar yang paling banyak memberi dukungan bagi perkembangan kebudayaan Islam adalah Filsafat Yunani. Filsafat yang berasal dari kata Yunani “Philo” dan “Sophia” yang berarti cinta kebenaran dan cinta kebijaksanaan. Dalam perkem-bangannya mempunyai arti sebagai segala bentuk pengerahan pemikiran secara mendalam untuk mendapatkan kebenaran dan kebijaksanaan.
Jika dilihat dari makna dan subtansi pemikirannya, maka Filsafat bukanlah barang baru bagi ajaran Islam, karena Islam sendiri meletakkan proses kebaikan dan kesempurnaan hidup dengan meletakkan Wisdom atau Hikmat (kebijaksanaan) sebagai sumber kebaikan. Oleh sebab itu pemikiran Filsafat menjadi cepat akrab dengan gaya dan wacana berfikir umat Islam, terutama pada masa pemerintahan Bani Abasiyah.
Pertemuan Islam dengan kebudayaan luar terutama dengan Fisafat Yunani terjadi pada masa pemerintahan Bani Abasiyah. Dalam hal ini boleh dikatakan bahwa pertemuan Islam dengan bangsa lain dilakukan dalam format dan bentuk yang sangat total. Artinya persentuhan tersebut meliputi persentuhan fisik (dan wilayah) dan yang lebih penting adalah persentuhan tata nilai dan tradisi berbudaya (keilmuan), - sebagaimana dalam hukum pergaulan sosial, setiap kali terjadi persentuan dua kebudayaan, maka akan terjadi proses tranformasi dan penemuan konsep budaya yang baru, yang lebih unggul dari kebudayaan pembentuk sebelumnya. Hal mana proses tersebut tidak pernah terjadi pada masa pemerintahan Bani Umaiyah, sebab proses persentuhan dua generasi umat tersebut hanya berlaku pada persentuhan fisik dan bukan pada sisi tradisi berfikir dan berbudaya mereka.

Di samping adanya persamaan pendapat dan subtansi pemikiran tersebut, mapa yang mendorong terjadinya percepatan persentuhan dua kebudayaan tersebut adalah :
1. Terjadinya gerakan translitasi (penterjemahan) oleh umat Islam pada kebudayaan atau hasil karya lain, terutama buku-buku hasil pemikiran Filosof Yunani.
2. Proses penterjemahan tersebut melahirkan kecenderungan baru dalam tradisi berfikir. Kalau pada masa pemerintahan Bani Umaiyah, pola berfikir umat di dominasi oleh pemikiran ke-agamaan dan dogmatik, maka pada masa pemerintahan Bani Abasiyah berkembang pemikir-an rasional-analitis.
3. Proses tranformasi keilmuan Islam terhadap keilmuan luar lebih di dorong oleh daya tarik Filsafat, yang menurut umat Islam mempunyai sisi menarik dalam hal :
a. Ketelitian yang dimiliki oleh logika Aristoteles dan ilmu matematika yang mengagumkan Ilsam (diungkapkan oleh Al Gazali dalam al Munqidz min al Dzalal)
b. Bahwa pada saat itu terjadi pertarungan pemikiran antara umat Islam dengan penganut Islam baru yang masih mengikuti faham/filosofi agama sebelumnya, dan mereka menggunakan logika Filsafat, maka untuk menghadapi pertarungan pemikiran dengan diperlukan pemahaman yang baik mengenai logika tersebut.
c. Bercampurnya buku-buku keagamaan Yahudi dan Nasrani dalam Filsafat Yunani yang dianggap oleh umat Islam sebagai karya Filsafat Yunani.
d. Corak pembahasan keagamaan Filsafat Yunani dalam hal menerangkan konsep Tuhan Yang Esa dan mencapai kebahagiaan dilakukan dengan pendekatan dan peleburan diri kepada Tuhan dan pembersihan diri (Zuhud), sebagaimana yang dijelaskan dalam Filsafat ketuhanan (Theodocia) mereka.

Pertemuan Islam dengan kebudayaan Yunani semakin mudah, karena ternyata umat Islam Parsi telah lebih dulu memiliki transkrip dan buku-buku yang memuat pokok pikiran para Filosof Yunani seperti Socrates, Plato dan Aristoteles, bahkan dalam ilmu matematik dan sejarah pun mereka telah memilikinya. Melihat kenyataan tersebut, maka proses pengambil alihan keilmuan dan Filsafat Yunani menjadi lebih mudah, terutama bagi para penterjemah transkrip kebudayaan tersebut. Lebih dari itu, transkrip Filsafat Yunani yang telah berada di tangan kaum muslimin telah diberikan semangat keagamaan dan keeper-cayaan tauhid, sehingga mempunyai nilai kebenaran yang tinggi, dibandingkan dengan hasil pemikiran Filosof sebelumnya yang bersifat spekulaif.

Secara umum, proses penerimaan kebudayaan luar terutama filsafat Yunani terbagi dalam dua dimensi, yaitu :
1. Menjelaskan ketentuan-ketentuan agama dengan pikiran-pikiran Filsafat yang terurai dalam berbagai pemikiran. Buku-buku yang menjelaskan bentuk seperti ini misalnya Fusus al Hikam (al Farabi) dan Risalah Filsafat dan Fisika (Ibnu Shina).
2. Menakwilkan kebenaran-kebenaran agama dengan takwilan/interpretasi yang sesuai dengan pikiran Filsafat artinya terjadi proses pemaduan dan penundukkan agama kedalam Filsafat.
Akan tetapi dalam perjalanannya, penerimaan terhadap Filsafat Yunani mengalami dinamika yang berbeda-beda, misalnya masa sebelum proses terjemahan dan sesudah terjadinya proses tersebut. Jika dikronologikan, maka dinamika pergolakan pemikiran berkenaan dengan Filsafat adalah :
1. Sebelum terjadinya penterjemahan, konsep dan pemikiran keagamaan masih bersifat dogma-tik, menegakkan prinsip-prinsip keagamaan lebih dulu ketimbang prinsip-prinsip rasionalitas.
2. Setelah terjadi proses penterjemahan, terbagi dalam 6 macam pemikiran :
a. Masa penterjemahan, pengolahan (klasifikasi) dan pemaduan (analitis) Filsafat dengan ke tentuan agama Islam (al Kindi, al Farabi, Ikhwanus Shafa dan Ibnu Shina).
b. Kritik terhadap filsafat yang dipakai sebagai argument kepercayaan (imam Al Gazali).
c. Pembelaan Filsafat dari kritik Imam al Gazali, yang dilakukan oleh Ibnu Rusyd (Spanyol)
d. Kritik terhadap Filsafat Yunani dan berbagai ulasan (komentar) terhadapnya oleh kaum Rasionalis Islam Modern dan dalam rangka mempersempit gerak akal dalam pembahasan kepercayaan (al Iji, at Thusi dan Saaduddin al Taftazani).
e. Kritik terhadap metode Filsafat dan Theologi (Ibnu Qoyyim)
f. Kritik terhadap Filsafat dan Mazhab kepercayaan atau Theologi.

Tahap penterjemahan kebudayaan Yunani dilakukan oleh dua Khalifah pertama Bani Abasi-yah yaitu Ja’far dan al Mansur, dan proses tersebut terus menerus dilakukan, termasuk pada masa al Ma’mun dan Harun al Rasyid. Pada masa tersebut, berkembanglah pusat-pusat penterjemahan kebudyaan asing terutama Filsafat Yunani, dan orang yang paling berjasa dalam proses penter-jemahan tersebut adalah Ishaq bin Hunayn, dan kedua anaknya, Hunayn dan Hubaisy. Bersama dengan anak dan keluarganya, Ishaq bin Hunayn melakukan perterjemahan transkrip pemikiran Aristoteles dan Plato, juga sebagian Filsafat Hellenisme (Neo Platonisme). Buku-buku tersebut kemudian banyak mendapat ulasan dan komentar terutama dari al Kindi, al Farabi, Ikhwanus Shafa dan yang lain. Karena aktifitas tersebut, Al Farabi disebut sebagai “Guru Kedua”, menyusul Aristoteles yang telah dinobatkan lebih dulu sebagai “Guru Pertama”.


Untuk mengetahui lebih lanjut buku-buku Filsafat Yunani yang diterjemahkan, termasuk di dalamnya Filosof Ilsam yang berjasa dalam mengembangkan Filsafat Islam, dapat diikuti pada paparan berikut ini.

1. Buku-buku yang diterjemahkan
A. Plato
1. Logika dan Theologi yaitu buku Thaetetus, Cratylus, Sophystes dan Pramenides. Buku tersebut disalin oleh Ishaq bin Hunayn, yang berisi tentang Pengertian dan kreteria kebenaran dan kesalahan; dan argumentasi adanya Ketuhanan.
2. Fisika yaitu buku Timeus yang disalin oleh Ishaq bin Hunayn dengan ulasan dari Plotorchus).
3. Buku Phaedo yang berisi tentang ilmu (Filsafat) Jiwa dan keabadian sesudah mati, dan buku Phaedros (buku tentang cinta).
4. Politik yaitu buku Politikus dan Republik (di salin oleh Ishaq bin Hunayn), dan buku Laws (di salin oleh Yahya bin Adiy).

B. Aristoteles
1. Logika
• Categoriae (al Maqulat) diterjemahkan oleh Ibnu Muqaffa dan disempurna-kan oleh Ishaq bin Hunayn. Buku ini berisi tentang 10 macam keterangan (Categori) dan Al Farabi dan Ibnu Shina menulis buku sebagai ulasan (komentar) terhadapnya.
• Interpretatione (Tafsiran-tafsiran = Pori armenias). Buku tersebut diterje-mahkan oleh Ibnu Muqaffa dan Ishaq bin Hunayn, yang isinya meliputi konsep bahasa dan proposisi. Komentar buku tersebut ditulis oleh al Farabi.
• Analytica Priora (Uraian pertama = berisi tentang bentuk pemikiran Silogisme/ Qiyas) diterjemahkan oleh Ibnu Muqoffa. Komentar buku tersebut ditulis oleh al Kindi dan al Farabi.
• Analytica Posteriora (uraian kedua = berisi cara pembuktian ilmiyah/logika) di-terjemahkan oleh Mattius bin Yunus (Suryani). Dalam bahasan Arab oleh Ishaq bin Hunayn. Komentar ditulis oleh al Kindi dan al Farabi.
• Topica (berisi kias dialektika dan hal-hal yang belum pasti) diterjemahkan oleh Yahya bin adiy dan Abu Usman al Dimasyqi. Komentar ditulis oleh al Farabi.
• Sophistica elenche (berisi kesalahan-kesalahan Sophistis dan penolakan serta pe-mecahan terhadap pemikirannya) diterjemahkan oleh Ishaq bin Hunayn. Komen-tar di tulis oleh al Farabi.
2. Fisika
• De Caela (langit) diterjemahkan oleh Ibnu Petrik. Komentar oleh al Farabi.
• Animaliun (hewan) diterjemahkan oleh Inu Petrik.
• Anima (jiwa) diterjemahkan oleh Ishaq bin Hunayn. Komentar oleh Ibnu Shina.
3. Metafisika, buku yang diterjemahkan adalah Metaphysies. Komentar ditulis olej al Farabi dan ar Razy.
4. Etika; Yang diterjemahkan adalah Etics Nicomachaes. Komentar ditulis oleh Farabi (al Akhlak), Ibnu Maskawaih (al Akhlak) dan Ibnu Shina (Akhlak Syaikh ar Rais).

C. Buku-buku lain terutama dari Neoplatonisme juga diterjemahkan, dan dalam hal ini pokok pikiran yang peling diminati adalah filsafat Emanasi Plotinus, yang kemudian di-kembangkan oleh al Farabi.


2. Filosof Islam yang terkenal
A. Filosof Islam di Timur
1. Al Kindi
• Ia adalah Abu Yusuf bin Ishaq. Lahir 115-252 H/806-873 M. dan ia adalah satu-satunya Filosof keturunan Arab (lahir kota Qathan).
• Karya-karya yang pernah ditulis sebanyak 238 risalah (Ibnu an Nadhim dan al Qafthi), sebagian mengatakan hanya 50 risalah (Said al Andalusi) dan sekarang hanya 23 risalah yang dapat ditemukan di Istambul (Hilmuth Rifter).

• Pokok-Pokok Pikiran :
- Filsafat : Ia adalah ilmu yang termulia, karena ia mencari kebenaran (Hakekat), kebenaran tentang Keesaan Tuhan, keutamaan, dan ilmu tentang semua yang berguna.
- Akal : akal menurutnya di bagi menjadi 3 yaitu akal Hayulani (akal pem-berian Tuhan kepada manusia yang dikehendaki/akal Mustafad/akal pe-limpahan = yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan / Nabi). Yang kedua, akal Fi’il atau akal aktif (akal untuk memperoleh pengeta-huan) dan akal Fa’al atau akal bekerja (akal yang dapat memimpin seseorang untuk bekerja).
- Metafisika: Tuhan adalah wujud yang Hak dan bukan asalnya dari tiada menjadi ada. Pembuktian terhadap adanya Tuhan dapat dilakukan mela-lui baharunya alam, kerapian alam dan keaneka ragaman dalam wujud.
- Sifat-sifat Tuhan : ia adalah Esa yang sempurna, ia bukan benda (maddah), bukan Form (Shuura), ia tidak mempunyai kuantitas dan kualitas, ia bukan accident dan ia tidak berhubungan dengan yang. Ia adalah azali.

2. Al Farabi
• Ia adalah Abu Nasr Muhammad al farabi. Lahir (Iran) th. 257-337 H/870-950 M. ia merupakan Filosof Islam terbesar - ia mendapat gelar sebagai Guru Kedua.
• Karya-karya :
- Aghradu kitabi ma ba’da al-Thaabi’ati (Intisari buku metafisika).
- Al Jam’u baina ar Ra’yaini al Hakimaani (Mempertemukan dua pemikir yaitu Plato dan Aristoteles).
- Tahsil al Sa’adah (mencari kebahagiaan).
- Uyun al Masail (Pokok-pokok masalah).

• Pokok Pikiran
- Logika adalah ilmu tentang pedoman yang dapat menegakkan pemikiran dan menunjukkannya pada kebenaran; dengan tujuan agar orang dapat membenarkan pikiran orang lain, demikian sebaliknya.
- Metafisika; Tuhan adalah wujud yang sempurna dan yang ada tampa sebab. Ia adalah dzat yang azali, ia bukan benda dan bentuk dan Ia tidak tersusun.
- Sifat Tuhan; sifat Tuhan tidak berbeda dengan dzatnya
- Filsafat Emanasi (pancaran); Emanasi adalah keluarnya wujud yang mumkin al wujud dari wujud yang pasti (wajibul wujud). Filsafat emanasi menyatakan bahwa Tuhan berfikir tentang diri (dzatnya), maka keluarlah dari Tuhan akal pertama yang bersifat satu, karena Tuhan adalah satu dan sete-rusnya (Lihat buku Filsafat Islam karangan A. Hanafi MA.)
- Negeri Utama (Negara Madani). Konsep negeri Utama terlihat pada dua karya al Farabi “Siayah al Madaniyah (Politik perkotaan) dan ahl Madinah al Fadlilah (Konsep negeri Utama). Negeri Utama mempunyai sifat-sifat atau mengan-dung keadaan sehat mental dan fisik, cerdas, kreatif dan dinamis, tanggap terhadap segala sesuatu (responsif/antisipasif), ber-moral/santun, jurdil dan amanah serta berpemikiran kedepan
Sedangkan musuh dari negeri Utama adalah negeri bodoh (masya-rakatnya tidak mengenal kebahagiaan/tidak sehat dll). Yang kedua, Negeri Fasik yaitu negeri yang mengenal kebahagiaan (utama) tetapi berprilaku sebagai negeri bodoh. Ketiga adalah negeri Berubah yaitu negeri utama yang telah mengalami perubahan karena kerusakan, sedangkan yang ke empat adalah negeri Sesat negeri yang dihuni oleh orang yang pemikirannya salah (Tuhan).
- Tasawuf ; kesucian jiwa bukan hanya diperoleh dari pensucian badan dan perbuatan, melainkan kepada pikiran dan pemikiran (Jiwa).
- Kenabian : Ia adalah orang suci yang mempunyai daya imajinasi yang kuat, sehingga dapat berhubungan dengan akal Fa’al (Tuhan) baik dalam keadaan tidur dan tidak, ia dapat menerima kebenaran yang nampak dalam bentuk wahyu atau impian yang benar.

3. Ibnu Shina
• Ia adalah Abu Ali Husain ibnu Abdillah Ibnu Shina. Lahir di Bukhara, tahun 370-420 H/980-1037 M.
• Karya :
- Asy Syifa (18 Jilid - Filsafat, logika, Fisika, Metafisika dan Matematika).
- An Najat (ringkasan buku asy syifa).
- Qonun fith Thibb (Qonun of Medicine)
- Al Hikmah al Masyriqiyah (berisi tasawuf dan filsafat Timur).
- Al Musiqa (kitab musik).

4. Imam al Gazali
• Ia adalah Abu Hamid Muhammad al Gazali. Lahir di Khurasan tahun 450-505 H/ 1058-1111 M. ia mendapat julukan sebagai Hujjatul Islam dan Zainuddin.
• Karya-karya :
- Mizanul Ilmu (Timbangan/Kreteria Ilmu)
- Miyarul Ilmu (Standar kebenaran Ilmu).
- Maqosidul Falasifah (Tujuan Filsafat).
- Thahafutul Falasifah (Kekacauan Filsafat)
- Al Wajiz (buku Fiqih)
- Al Munqidz min al Dzalal (Keluar dari kesesatan).
• Pokok pikiran :
- Filsafat : dalam buku Thahafutul Falasifah, ia menilai bahwa ada 20 per-masalahan yang perlu diluruskan dalam kajian Filsafat. 17 masalah dianggap-nya sebagai kesia-siaan berfikir dan tiga masalah dianggap sebagai bentuk kekafiran yaitu problem kebangkitan Jasmani, Tuhan tidak mengetahui yang partikular (juz’iyah) dan qodimnya alam.
- Tasawuf ; al Gazali menganut praktek tasawuf tetapi menolak ajaran hulul dan wihdatul wujud. Ia mengajarkan tasawuf yang dapat diterima oleh Sunni, karena ia menentang praktek sufi yang menolak upacara keagamaan, sebab menurutnya, upacara keagamaan dikerjakan dalam rangka kesempurnaan.


B. Filosof Islam di Barat
1. Ibnu Bajah
• Ia adalah Abu Bakar Muhammad bin Yahya. Lahir di Saragosta Sevilla dan me-ninggal tahun 1138 M. Di Eropa ia dikenal dengan nama Avenpace
• Karya-karyanya adalah ilmu logika dan Jiwa, Buku El Ittisal (berisi ttg manusia dan hubungannya dengan akal Faal), el Wada’ (berisi ttg. penggerak utama ma-nusia, tujuan manusia dan alam) dan buku Tadbih al Mutawahhid (cara menjauhi keburukan).
• Pokok pikiran. Ibnu Bajah mengatakan bahwa perbuatan manusia terbagi men-jadi dua bagian, yaitu perbuatan yang timbul dari motif naluri atau hal lain yang berhubungan dengannya. Yang kedua, perbuatan manusia yang timbul dari pemikiran yang lurus dan kemauan yang benar.

2. Ibnu Tufail
• Ia adalah Abu Bakar Muhammad bin Tufail. Lahir di kota Granada, th.506-581 H/ 1110-1185 M.
• Karya-karyanya yang terkenal adalah buku “Hay bin Yaqadhan” (buku yang di-tulis berdasarkan dialag Ibnu Thufai dengan Hay bin Yaqadhan).
• Pokok-pokok pikiran :
- Tujuan Filsafat adalah untuk kebahagiaan dengan akal faal
- Urutan pengetahuan manusia dimulai pengetahuan inderawi ke pemikiran universal.
- Tampa pengajaran dan pendidikan, akal manusia sanggup untuk mengetahui wujud Tuhan.
- Manusia dengan akalnya dapat mengetahui dasar-dasar keutamaan dan akhlak yang mulia.
- Syariat dan akal manusia hanya untuk mengetahui kebenaran dan ke-baikan.

3. Ibnu Rusyd (Averros)
• Ia adalah Abul Walid Muhammad bin Ahmad Ibnu Rusyd. Lahir di Andalusia tahun 520-595 H/1126-1198 M.
• Karya-karya Ibnu Rusyd yang terkenal adalah Bidayatul Mujtahid (Fiqih), Fahlul Maqal fima Baina Hikmah was syari’at (ilmu Kalam), Manahij al Adillah fil Aqoid wal Millah, dan Thahafutut Thahafut (Filsafat).
• Pokok Pikiran :
- Filsafat ; ia berpendapat bahwa Filsafat tidak haram dalam Islam
- Metafisik ; wujud Tuhan dapat diketahui melalui dalil Inayah (Perse-suaian), Ikhtira’ (penciptaan) dan dalil Gerak ( Penggerak utama).

Disamping kita memiliki sejumlah filosof dengan berbagai karya intelektual yang sampai saat ini masih dijadikan rujukan keilmuan, umat Islam juga berhasil menemukan berbagai ilmu keislaman dan juga ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat mengagumkan misalnya :
1. Bidang Ilmu agama – lahirlah disiplin ilmu yang akar kajiannya bersumber pada dogmatika Agama misalnya Ilmu Fiqih/usul Fiqih, Ilmu Kalam/Tauhid, Ilmu Tafsir/Ilmu Al Qur’an, Ilmu tata bahasa Arab, Ilmu Hadits/Mustholah Al Hadits dll.
2. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
a. Matematika
- Jabir Al Isjbili (penemu ilmu hitung yang disebut dengan Al Jabar)
- Al Khawarizmi (penemu sistem angka yaitu angka “NOL”)
- Al Battani (penemu ilmu hitung Trigonometri yang terdiri dari Sines, Tangen dan Cotangen).
- Omar Al Kayyam (penemu persamaan kubik dan persamaan derajat).
b. Astronomi
- Al Fazari (penemu Astrolobe yaitu alat pengukur tinggi dan gerak bintang).
- Yunus Al Misri (penemu Jam dan alat penghitung waktu/Jam, menit dan detik).
c. Kedokteran (Kimia dan Farmasi)
- Al Kindi (Dokter Mata) – ia menulis buku “Optics” (ilmu mata) yang menjadi referensi pemikiran Roger Bacon.
- Ar Razi (Razes) hidup tahun 865-925 – ia penemu penyakit Campak dan Kolera. Hasil penelitian tersebut termuat dalam buku Small-pax dan measless yang telah dicetak ulang sebanyak 40 kali.
- Al Farabi – ia menulis buku Key of Sciences atau Indeks of Sciences yang memuat dasar-dasar ilmu kedokteran.
- Al Hazen – ia menulis buku “Optics” (Ilmu Mata) dan Light yang mengkaji pengaruh cahaya terhadap mata.
- Ibnu Shina (Avessin) – ia menulis buku “Qonun fi Al Thib (Conon of Medicine) yang menjadi dasar ilmu Kedokteran modern.

4. Seni, Sastra dan budaya
a. Seni Musik misalnya buku al Musiqa karya Ibnu Shina.
b. Sastra misalnya cerita seribu satu Malam (Alfu Laila wa Laila)
c. Faktor-Faktor yang menyebabkan tumbuhnya kemajuan di dunia Islam


FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN ISLAM
Secara umum, kita tidak dapat mengatakan bahwa kemunduran Islam dipicu oleh sese-orang atau institusi tertentu atau dengan kata lain bahwa kita tidak dapat meletakkan seseorang atau institusi sebagai kontributor utama dalam proses kemunduran umat Islam. Menuurut pemikiran saya, bahwa Islam secara ekonomi – politik mengalami kemunduran dan kehancuran adalah sebuah istilah general untuk menggambarkan ketidak berdayaan seluruh elemen keagamaan umat Islam, menyangkut cara pemahaman keagamaan, cara beragama umat Islam, cara berbudaya dan berpolitik umat Islam, yang tidak menempatkan Islam sebagai sebuah tata nilai yang luhur dan menempati ruang utama dalam percaturan apapun di dunia ini.

Namun demikian, diperlukan penggambaran yang integral terhadap faktor-faktor yang bisa di identifikasikan sebagai penyebab kemunduran Islam. Penggambaran faktor-faktor penyebab kemunduran Islam tersebut barangkali kurang mewakili dari keseluruhan faktor, tetapi paling tidak telah memberikan gambaran awal agar faktor-faktor tersebut tidak lagi menjadi unsur lemah dalam perkembangan umat Islam. Untuk memudahkan pemahaman, maka faktor penyebab kemunduran Islam di bagi menjadi dua, yaitu :
1. Faktor Eksternal
a. Di Timur
• Kerajaan Abbasiyah sebagai representasi kejayaan Timur di hancurkan oleh Hulago Khan, yang mengakibatkan seluruh potensi intelektual, ekonomi dan politik me-ngalami degenerasi, lebih dari itu umat Islam secara keseluruhan telah kehilangan jati dirinya.
• Pusat-pusat kebudayaan dan tokoh-tokoh intelektual mati terbunuh bersama dengan hancurnya perpustakaan dan pusat-pusat research.

b. Di Barat
• Terjadinya proses transformasi ilmu secara damai, yang ternyata menjadi kontributor dominan lahirnya kesadaran baru bangsa Eropah (Renaisance).
• Renaisance tersebut mampu mendorong Bargaining Power bangsa Eropah menjadi lebih seimbang terhadap umat Islam, terlebih setelah mereka mampu menempatkan Toledo sebagai pusat Kerajaan Kristen Eropah.
• Berfungsinya Toledo sebagai jembatan penghancur posisi umat Islam Eropah, secara dominan berakibat lahirnya “Sentimen Eropah”(anggapan bahwa Islam hanya tinggal nama) dan “Mozarabes” (Islam beragama Kristen karena sayang nyawa).
• Serangan bangsa Eropah (Kristen) terhadap umat Islam Eropah (Granada – kota ter-akhir Islam Eropah –1492 m.) – semakin menguatkan posisi dan dominasi bangsa Eropah terhadap umat Islam.

2. Faktor Internal
Menurut saya, bahwa faktor dominan yang menyebabkan kemunduran Islam, tidak berasal dari luar (kekuatan Kristen Eropah). Faktor eksternal hanya merupakan efek dari kesalahan management, kelemahan dan merosotnya kekuatan intern umat Islam, dan secara efektif dapat dimanfaatkan oleh kekuatan eksternal untuk memukul balik kekuatan Islam yang telah lama menguasai dunia. Secara faktor-faktor Intern penyebab kemunduran Islam dapat dibedakan menjadi :
a. Politik
• Bergesernya sistem politik umat Islam, dari demokrasi menjadi system kerajaan (monarchi) dengan menempatkan Keluarga/Bani/Dinasti sebagai pemegang Supremasi kekuasaan politik.
• Penghianatan Muawiyah (Bani Umaiyah) terhadap Ali bin Abi Thalib (Syiah) me-lahirkan pola politik Tirani dan balas dendam (Curiga/Represi) terhadap keluarga atau kekuatan politik lain.
• Suksesi kepemimpinan dari Dinasti satu ke Dinasti yang lain selalu berakibat adanya pertumpahan darah (politik bakar bambu).
• Perkembangnya sistem politik Wazir, dengan menempatkan institusi atau orang lain menjadi pemegang kekuasaan politik baru di samping kekuasaan Raja. Terkadang ia bertindak sebagai raja di balik raja.
• Longgarnya perhatian dan pengawasan terhadap daerah bawahan yang berakibat munculnya pemboikotan politik atau des integrasi antar wilayah.
b. Moral
• Keluarga kerajaan menempatkan diri sebagai kelompok Jetset – hidup dalam ke-mewahan dan glamaur dengan perta pora yang tiada hentinya ala selebritis modern. Mereka telah lupa terhadap nilai-nilai religius.
• Keluarga kerajaan tidak lagi memperdulikan nasib rakyat, bahkan roda pemerintahan telah diserahkan kepada pembantu-pembantunya – terkadang bertindak diluar batas kemanusiaan.
c. Tradisi berfikir
• Berkembangnya polemik pemikiran antara kaum rasionalis/Ibnu Rusyd yang me-nempatkan agama sebagai parameter kedua, dengan kaum agama (Al Gazali).
• Polemik tersebut telah menghabiskan energy intelektual umat Islam, sehingga yang terpikir pada saat itu hanya isyarat-isyarat tentang benar tidaknya produk pemikiran Rasionalis di mata nilai-nilai dogmatik, ketimbang berfikir mengenai esensi dan gairah berfikir keilmuan itu sendiri.


AL GAZALI VERSUS IBNU RUSYD
Dalam segmen “Tradisi Berfikir”, sedikit telah disinggung hal-hal yang berkaitan dengan Polemik pemikiran antara kelompok Agama yang diwakili oleh al Gazali dan Rasionalis yang pelopori oleh Ibnu Rusyd. Sejak semula perbedaan pemikiran antara kelompok Agama dan Rasionalis tersebut menimbulkan sebuah pertanyaan dalam perjalanan sejarah umat Islam – seberapa jauh polemik keilmuan tersebut berpengaruh terhadap kemunduran tradisi berfikir umat Islam ?. lebih dalam lagi seberapa jauh al Gazali berperan menghentikan laju tradisi berfikir dikalangan Suni ?.
Beberapa pakar keislaman beranggapan bahwa al Gazali dapat dipersalahkan menyangkut surutnya tradisi keilmuan dikalangan umat Islam terutama di dunia Timur (Bagdad) menyusul reaksi kritisnya terhadap pemikiran-pemikiran filosofis yang berkembang pada saat itu. Reaksi kritis al Gazali tersebut telah membawa kelompok Rasionalis menjadi bahan gunjingan in-telektual bahkan sering mereka dianggap sebagai sebab terjadinya kekafiran umat Islam. Sedang-kan kelompok agama mempunyai modal baru untuk menyerang kelompok rasionalis – sudah barang tentu keadaan tersebut menempatkan kelompok rasionalis pada posisi yang dilematis.
Namun dalam sebuah seminar tentang Polemik keilmuan al Gazali dan Ibnu Rusyd dan pengaruhnya terhadap kemunduran berfikir dikalangan Sunni, berkembang satu kesimpulan bahwa al Gazali tidak dapat dipersalahkan dalam kasus kemandegan berfikir kaum Sunni ter-sebut. Dr. Harun Nasution, salah satu pakar Rasionalis (Mu’tazilah) Indonesia yang menjadi Nara Sumber pada seminar tersebut menyatakan bahwa al Gazali tidak dapar dipersalahkan menyusul mandegnya tradisi berfikir rasionalis dikalangan kaum Sunni dan berpindahnya filosof Timur (Bagdad) ke Barat (Spanyol), terutama setelah kehancuran Bagdad pada abad XIII, karena setelah peristiwa tersebut – tradisi berfikir filosofis masih dapat dijumpai pada beberapa tempat pengembangan kebudayaan Islam.
Dr. Ahmad Syafi’i Maarif, salah satu murid tokoh neo modernis Fazlur Rahman, dengan gayanya yang khas – keras dan bombastis, lewat makalahnya yang berjudul “Al Gazali – figur Anti Intelektualisme” menyatakan bahwa al Gazali tidak dapat dipersalahkan dalam hal terjadinya kemunduran Tradisi Filsafat dikalangan Sunni. Kesimpulan yang menyatakan bahwa al Gazali berperan terhadapnya mandegnya tradisi tersebut adalah “Pemikiran yang kurang Cerdas” karena kemunduran Islam adalah peristiwa sosiologis dan umum umat Islam, sehingga tidak bijaksana menempatkan seorang sebagai kontributor utama dalam kasus tersebut.
Tidak jauh berbeda dengan pemikiran-pemikiran di atas, Dr. Nurcholis Madjid lewat makalahnya yang berjudul “Ilmu Kalam dan Filsafat” menyatakan bahwa al Gazali, sebagaimana juga Asy’ari pada masa sebelumnya – yang berusaha untuk menjaga keseimbangan pemikiran Theologis dan Filsafat, terutama antara kelompok Sunni dan Mu’tazilah, sedankan al Gazali mencoba membuat kesimbangan pemikiran antara Kelompok Agama dan Filsafat. Al Gazali menginginkan sebuah performa pemikiran antara “Ia barangkali tidak bermaksud melengserkan atau menghambat laju Filsafat, namun kritik-kritik yang tajam mengenai beberapa persoalan Filsafat, sedikit banyak mempunyai akibat mandegnya dominasi kaum rasionalis, menyusul kekalahan telak kaum agama dalam percaturan pemikiran umat Islam pada waktu. Pemikiran serupa juga dia tulis dalam pengantar buku “Khazanah Intelektual Islam”, yang didalamnya memuat bagian terkecil tulisan tentang pemikiran al Gazali yang bernama “Penjelasan yang Menentukan”.
Jika al Gazali ingin memberangus tradisi berfikir umat Islam, maka yang harus dilakukan oleh al Gazali adalah menyerang cara berfikir Filosofis (Rasional) dan bukan menyerang produk-produk pemikiran filosofis yang menjadi wacana pemikiran pada saat itu. Ibarat membunuh ular, maka yang harus dilakukan adalah memukul kepalanya dan bukan menggebuk ekor ular tersebut dan membiarkan kepala bergerak kesana kemari. Al Gazali sendiri menggunakan metodologi
Filsafat dan pemikiran Rasionalis dalam melakukan kritiknya terhadap pemikiran filsafat. Di akui atau tidak, Ia juga adalah seorang Filosof. Keadaan tersebut melahirkan penilaian negatif terhadap status berfikirnya al Gazali – ia kerap kali dituduh sebagai pemikir bermuka dua (standar ganda). Di satu ia menyorot tajam pemikiran Filsafat dengan menggunakan standar Agama, tetapi di pihak lain ia juga menggunakan metode-metode yang selama ini dipahami sebagai produk Filsafat. Namun kedalaman ilmu dan kepandaian logikanya, ia mampu memberikan penjelasan-penjelasan dan sanggahan-sanggahan yang sangat menga-gumkan umat Islam, dan hal tersebut mengantar al Gazali sebagai satu-satunya pembela pemikir keagamaan yang masyhur. Ia kerap kali di sebut “Zainuddin atau Hujjatul Islam”.
Di balik peristiwa-peristiwa tersebut, menurut Cak Nur ada bahaya yang tersisa dalam keberhasilan dan kemampuan al Gazali melakukan kritik terhadap Filsafat dan penyelesaian thd beberapa permasalahan agama pada saat itu – al Gazali nampaknya membuat rumah baru, dengan sekat yang baru bagi Umat Islam. Dalam rumah tersebut seakan tidak lagi ditemu-kan kesalahan dan kekurangan, yang pada gilirannya menjadikan umat Islam berhenti berfikir.
Memang di masa-masa akhir kehidupannya, al Gazali mengalami “Sindrom Keragu-raguan”, atau boleh dikatakan mengalami “kebingungan intelektual” (meragukan pendapat dan produk pemikirannya sendiri), karena di dalam diri al Gazali terhimpun berbagai ilmu pengetahuan Mutakhir. Ilmu Kalam, Kebatinan, Filsafat dan ilmu Tasawuf. Al Gazali menulis beberapa buku Filsafat, misalnya Miyarul Ilmi, Maqasidul Filsafat, Thahafutul Falasifah dan al Munqidz min al Dzalal – buku terakhir merupakan catatan filosofis al Gazali ketika ia memperoleh kembali pencerahan. Dan ratusan buku lainnya dalam bidang Ilmu Kalam, Tasawuf (Akhlak), Fiqh dan ilmu-ilmu lainnya.
Buku karya tulis al Gazali yang menjadi pemicu lahirnya polemik teersebut adalah “Thaha-futul Falasifah” (Destructione Philoshoporum), memuat 20 masalah yang dianggap al Gazali sebagai kekeliruhan filsafat. Buku Thahafutul Falasifah terbukti mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap wacana dan gairah berfikir umat Islam. Dan sebagai bandingan kritik-kritik tersebut, Ibnu Rusyd menulis buku “Thahafutut Thahafut” (Destructiones destructione).
Al Gazali mengkritik pemikiran filsafat yang berkembang pada waktu itu, dan menurut ada 20 permasalahan Filsafat yang dianggapnya salah atau bahkan menyesatkan. 20 (Dua Puluh) per-masalahan filsafat ditulis al Gazali secara sistematis – mulai masalah pertama sampai dengan masalah ke dua puluh. Dalam kesimpulannya, al Gazali membagi ke 20 masalah tersebut menjadi dua kategori, yaitu :
1. 17 (tujuh belas) masalah Filsafat dianggapnya sebagai kesia-siaan berfikir (bid’ah).
2. 3 (tiga) masalah Filsafat dianggapnya sebagai pemikiran yang dapat memasukkan orang pada sebutan “Zindik/Kafir”. Ketiga permasalahan filsafat tersebut adalah :
a. Adanya anggapan/pemikiran alam bersifat abadi (Keabadian alam) – masalah III.
b. Penolakan terhadap kebangkitan jasmani manusia pada hari akhir – masalah XIII.
c. Bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal yang bersifat Juz’iyah/partikular (bagian-bagian kecil) – masalah XX.

Bersamaan dengan sebab sosiologis yang lain, umat Islam mengalami kemunduran terutama dalam hal tradisi berfikir liberal sebagaimana yang telah berkembang sebelumnya. Bisa jadi malah berbalik arah, Filsafat tidak lagi menjadi wacana keilmuan sebagaimana sebelumnya. Melihat kenyataan tersebut, di Barat lahirlah seorang pemikir Islam terbesar pasca al Gazali – Ibnu Rusyd (Averroc). Untuk membangkitkan kembali tradisi berfikir rasional, ia menulis koreksi terhadap buku al Gazali – bernama “Thahafutut Thahafut”. Buku tersebut menjelaskan beberapa masalah yang selama ini menjadi sorotan tajam al Gazali, walaupun demikian, sebagai seorang Aristotelian, Ibnu Rusyd justru lebih banyak mengkritik beberapa pemikiran Filsafat yang kurang benar.
Ibnu Rusyd mengawali tulisan buku Thahafutut Thahafut dengan mengedepankan nilai-nilai dogmatis agama terhadap “Penggunaan Rasio/Akal” untuk memperoleh kebenaran dan me-ngembangkan Ilmu. Dalam artian ia memulai kajian dengan meletakkan persoalan mendasar ttg “Sikap dan pandangan Syari’ah terhadap akal/berfikir itu sendiri”. Dengan rujukan-rujukan tekstual (Ia juga seorang ahli Fiqih yang hebat – salah satu karya fiqih tersistematis pasca Imam Mazhab adalah buku “Bidayatul Mujtahid”), Ibnu Rusyd sampai pada satu kesimpulan :
1. Bahwa berfikir tidaklah bertentangan dengan Syari’ah bahkan di anjurkan.
2. Bahwa kebenaran Syara’ beriringan dengan kebenaran “berfikir”.

Menurut pemikiran saya, bahwa Ibnu Rusyd hanya ingin meletakkan konsep dasar Islam mengenai pentingnya penggunaan akal dalam kehidupan manusia, dan secara detail ingin menginginkan keseimbangan performa pemikiran baru umat Islam. Namun keadaan sosiologis umat Islam tidak lagi mampu menangkap makna dasar ajaran Islam tersebut – kesimpulan-kesimpulan intelektual Ibnu Rusyd tersebut tidak cukup kemampuan untuk membangun kembali tradisi berfikir rasional dikalangan kaum Sunni. Bahkan tanggapan emosional di alami oleh Ibnu Rusyd di Eropah – raja Islam Spanyol yang berkedudukan di Sevilla menangkap Ibnu Rusyd dan membakar habis seluruh karya tulis Ibnu Rusyd, kecuali karya tulis yang memuat ilmu-ilmu agama dan Kedokteran.

MENGATASI KEMUNDURAN ISLAM
Banyak sudah alternatif yang ditawarkan oleh para pemikir Islam untuk membangun kembali kewibawaan umat Islam dipentas kebudayaan dunia. Pemikir-pemikir Islam mencoba untuk menghentikan kebiasaan buruk dan menghidupkan kembali tradisi zaman Nabi dengan menempatkan Al Qur’an dan Hadits sebagai pedoman Hidup. Diantara mereka yang memulai membangkitkan kembali umat Islam adalah :
1. Ibnu Taimiyah – ia adalah salah satu murid Imam Abu Hanifah yang memiliki wawasan rasional. Untuk membangun kembali umat Islam, Ibnu Taimiyah menyampaikan perlu adanya gerakan “Muhyi Atsaris Salaf”/menghidupkan kembali tradisi orang terdahulu).
2. Muhammad Bin Abdul Wahab – ia berpendapat bahwa untuk membangun umat Islam harus dilakukan proses pemurnian tauhid dengan menekankan gerakan “Muwahhiddin” yaitu gerakan kembali kepada Keesaan Allah. Tetapi orang-orang yang tidak suka dengan gerakan “Muwahiddin” menyebut gerakan tersebut dengan “Gerakan Wahabi” sebagai salah satu bentuk pelecehan terhadap Muhammad bin Abdul Wahab. Semboyan yang sering dikembangkan adalah Umat Islam harus kembali menjadikan Al Qur’an dan Al Hadits sebagai pedoman hidup.
3. Moh. Iqbal dengan usulan merekonstruksi ulang pemikiran umat Islam dengan pemikiran yang realis, konstruktif, dan aktualis agar umat Islam memperoleh kemajuan kembali.
4. Jamaluddin al Afghani yaitu dengan membangun kembali semangat Solidaritas umat baik secara politik, ekonomi maupun sosial budaya.
5. Moh. Abduh dengan usulan melakukan adaptasi kebudayaan dan ilmu-ilmu asing dengan meletakkan nilai Islam sebagai dasar pengembangannya melalui proses pendidikan yang baik.

DAFTAR RUJUKAN
1. Dr. Muhammad Heykal : Sejarah Islam
2. Philip K. Hitti : Sejarah Arab
3. Dr. Harun Nasution : Islam di tinjau dari berbagai aspeknya.
4. Drs. Imam Munawir : Pembaharuan Islam dari Masa ke Masa.
5. Dr. Fazlur Rahman : Islam
6. Dr. Harun Nasution : Islam ditinjau dari berbagai aspeknya
7. Busthami Muhammad Said : Gerakan Pembaharuan Agama antara modernisme
Dan pembaharuan Agama (Tajdiduddin).
8. John L Esposito : Ancaman Islam; mitos dan realitas
9. Philip K. Hitti : Dunia Arab (The sorth Story of Islam)
10. Muhammad Qutb : Perlukah menulis ulang sejarah Islam.
11. Ahmad Amin : Kultur Islam

1 Comment:

  1. Anonim said...
    bisa minta tlong info link download faslu maqolnya Ibnu Rusyd n maqosidul falasifahnya Al-Ghazali.
    info kirim ke cholil_suyuthi@yahoo.com
    makasih sebelumnya

Post a Comment



Template by:
Free Blog Templates