Minggu, 25 Januari 2009

Pembaharuan Islam di Hejaz

SITUASI SOSIAL KEAGAMAAN DI JAZIRAH ARAB
DAN BERKEMBANGNYA GERAKAN WAHABI

Oleh : DRS. IHSAN

Jazirah Arab adalah sebuah daerah gersang dengan padang pasir yang sangat luas. Sebagian dari padang pasir tersebut terdapat sumber mata air (Wadi) yang merupakan daerah pertanian, terutama di kota Madinah. Padang pasir yang membentang luas di jazirah Arab nampaknya memberikan pengaruh khusus pada mereka terutama pada pembentukan watak dan karakter ma-syarakat Arab. Karakter mereka menjadi sangat keras, berangasan dan terkadang sangat kejam serta gemar melakukan peperangan, sesuai dengan situasi daerah yang sangat panas.
Letak geografis yang kurang menguntungkan tersebut, sekaligus minimnya sumber air menyebabkan mereka selalu berebut daerah sumber air dan terkadang berakhir dengan pepe-rangan, untuk men-dapatkan air sebagai sumber kehidupan terutama binatang ternak yang sedang digembalakan. Oleh sebab itu orang yang disegani di kalangan bangsa Arab adalah mereka yang mempunyai kekuatan fisik dan kepandaian berperang, sedangkan kualitas ilmu pengetahuan tidak terlalu penting bagi mereka pada masa lalu.

Sudah barang tentu, daerah Arab sangat tidak menarik bagi orang lain terutama untuk melakukan investasi atau paling tidak untuk tinggal didaerah tersebut. Akan tetapi setelah ke-hadliran Nabi Ibrahim dan Ismail ke jazirah Arab, telah membuka wacana dan anggapan baru terhadap jazirah Arab sebagai daerah yang sangat sulit untuk memulai kehidupan. Selama ini daerah yang berkembang hanyalah daerah disekitar Palestina yang selama itu ditinggali oleh Nabi Ibrahim.
Kedatangan Nabi Ibrahim ke jazirah Arab secara esensial oleh Allah dimaksudkan untuk menggerakkan kembali semangat keagamaan yang pernah dihidupkan oleh Nabi Adam. Tempat-tempat seperti bukit Arofah, Ka’bah dan Ziddah merupakan tempat bersejarah dimasa lalu. Maka kehadliran Nabi Ibrahim bukan saja menghidupkan kembali semangat keagamaan tersebut, me-lainkan juga memenuhi panggilan Tuhan untuk menempati tanah baru yang dijanjikan-Nya.
Dengan kedatangan Nabi Ibrahim tersebut, maka mulailah berkembang bentuk kehidupan masyarakat baru di jazirah Arab, masyarakat madani (Civil Society) yang disemangati nilai ke-agamaan dibawah bimbingan langsung Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Seiring dengan ber-kembangnya kehidupan di jazirah Arab terutama dengan sumur zam-zam sebagai nafas kehidup-an, telah menarik bangsa lain untuk melakukan muhibbah dan migrasi penduduk. Dan ini menye-babkan Arab tumbuh menjadi kota yang sangat disegani, kota tempat berkumpulnya para imigran daerah lain dengan latar belakang budaya dan karakter masing-masing, kota tempat dilakukannya proses negosiasi perdagangan yang merupakan profesi baru setelah mereka hidup berpindah-pindah dan melakukan perburuhan untuk mendapatkan bahan makanan.
Seiring dengan perjalanan sejarah yang telah tertinggal jauh dibelakang sejarah, bangsa Arab nampkanya telah berkembang sangat jauh dan terbebaskan dari nilai keagamaan yang dibawa oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Mereka kembali hidup dengan prinsip yang kuat meng-eksploatasi yang lemah dan yang lemah menjadi santapan bagi mereka yang kuat. Sejarah bangsa Arab masa lalu yang disebut sebagai masyarakat madani, nampaknya hanya tinggal kenangan, karena bangsa Arab telah berubah menjadi bangsa yang sangat bodoh (Jahiliyah). Kebodohan-kebodohan tersebut tidak meliputi aspek ilmu pengetahuan, melainkan terhadap keagamaan dan prinsip kebenaran, misalnya :
· Maraknya kehidupan amoral (Khamr, berzina dan berjudi).
· Mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka yang baru dilahirkan
· Menentang kebenaran dan moralitas masyarakat
· Berkembangnya keyakinan politheisme dengan menempatkan patung sebagai tujuan per-ibadahan bangsa. Dan masih banyak lagi.

Dalam keadaan seperti, kehadliran Nabi Muhammad adalah sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat Arab khsusunya dan msyarakat dunia pada umumnya. Tugas Muhammad adalah melakukan upaya restrukturisasi sistem yangberkembang di masyarakat dengan pola-pola masyarakat madani yang sebelumnya telah berkembang di Arab pada jaman Nabi Ibrahim, oleh sebab itu simbol-simbol ajaran yang dikembangkan ajaran moral dengan isyarat mengikut jejak Nabi Ibrahim, sebagaimana yang kita lakukan ketika melaksanakan ibadah haji. Dengan demikian Nabi Muhammad adalah seorang reformis, Tajdid dan Modernis (rasionalisasi) masyarakat Arab dan dunia secara makro.
Berdasarkan kejadian-kejadian tersebut, dapatlah diambil satu kesimpulan bahwa bangsa Arab telah mengalami dua kali pembaharuan, dengan visi yang berbeda, yaitu :
· Reformasi pertama (Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail) adalah reformulasi masyarakat dengan tekanan pada pembentukan dasar masyarakat madani.
· Reformasi kedua (Nabi Muhammad) adalah koreksi sekaligus pembaharuan terhadap bentuk kehidupan masyarakat yang selama itu telah kehilangan nilai humaniora, ketuhanan dan penghargaan terhadap kebenaran untuk kembali tegak hidup sebagai manusia dengan bingkai kemanusiaan, kebenaran dan ketuhanan.


SITUASI SOSIAL KEAGAMAAN BANGSA ARAB PADA ABAD XVIII
Sebagaimana yang kita maklumi bersama, bahwa Islam dengan kebenaran ajarannya telah memberikan dorongan berkembangnya masyarakat madani (Civil Soceity) yang diperkaya dengan ilmu pengetahuan, keluasan negara dan keluhuran kebudayaannya, terutama pada masa kedaulatan Bani Abasiyah di Timur (Bagdad) dan Bani Umaiyah di Eropa (Spanyol). Ketinggian dan kemajuan kebudayaan Islam telah mempesona setiap orang yang menyaksikannya.
Pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, umat Islam telah banyak menemukan berbagai penemuan yang kemudian menjadi karya adi luhung, yang keberadaannya sampai sekarang masih dijadikan dasar bijakan pengembangan ilmu pengetahuan, misalnya metode Induksi (Research), Fisika, Kimia, Anstronomi, Bio Teknologi dan lain-lain. Dalam bidang seni sastra, kita me-nemukan karya-karya yang sangat monomental, Alfu Lailah wa Al Lailah merupakan karya yang tiada bosannya untuk kita baca (selanjutnya baca Dr. Ahmad Amin dalam buku “Kultur Islam”). Namun demikian, cerita kemajuan dan ketinggian kebudayaan Islam, nampaknya hanya sebuah Nostalgia saja, kenangan indah yang hanya dapat dirasakan dalam ilusi dan angan-angan saja seiring dengan kemunduran emperium keislaman.
Adalah suatu yang alami jika seuatu berjalan mengikuti alur alam, ada kemajuan dan kemun-duran, ada kekuasaan dan kehidupan biasa. Kemajuan nampaknya telah membuat kita terlena, sehingga orang atau lembaga lain berusaha mengejar ketinggalannya dan kemudian menghabisi Islam sebagai lawan yang telah dinanti-nanti kelemahannya. Keteledoran dan kelemahan jiwa ke-islaman serta terbuainya dengan kemewahan sementara membuat mereka tidak mampu bertahan menghadapi gejolak dan tantangan dunia luar, maka akhirnya kekuatan asing dapat menghan-curkan Islam.
Adalah Hulago Khan yang kali pertama memicu kemunduran dikalangan Islam dengan meng-hancurkan kota Bagdad; kota simbol kemegahan Islam di Timur dan kemudian Ferdinand dan Isabela menghancurkan Islam di Eropa terutama kota Barcelona Spanyol. Runtuhnya dua simbol kemegahan Islam tersebut ternyata diikuti oleh konflik dan kontroversi yang berkepanjangan antara Islam dan Kristen dalam perang salib yang sangat melelahkan.
Di Arab (dunia Timur), kehancuran Islam memyebabkan masyarakat Islam melakukan kegiatan yang selama ini bukan roh Islam yang sebenarnya, yaitu memisahkan diri dari pengaruh dunia secara berlebih-lebihan. Maka apabila kita lakukan pengkajian secara rinci, maka situasi sosial bangsa Arab pada waktu itu (abad XVIII) adalah sebagai berikut :
· Terjadinya ketimpangan struktural yang melahirkan ketergantungan strukturan artinya secara struktural umat Islam tergantung kepada dunia lain, dalam hal ini orang Barat.
· Terjadinya dominasi (penguasaan) oleh orang asing terhadap umat Islam terutama dengan berkembangnya kolonialisme dan imperialisme.
· Perkembangan ekonomi yang selama ini berjalan dengan baik, mulai dikuasi dan di dominasi oleh Barat dengan modal dan investasi mereka.
Hidup dalam ketergantungan struktural tersebut nampaknya membuat umat Islam tidak tahan, sebagian mereka ada yang lari dari kehidupan dunia dan sebagian mereka ada yang menerima nasib struktural seperti itu dengan harapan Tuhan akan memberikan rahmat dan kekuatan untuk melepaskan diri. Kehidupan sosial keagamaan nampak sekali jauh dari apa yang digariskan oleh Nabi Muhammad SAW. Untuk melihat sejauh perubahan sosial keagamaan akibat kemunduran Islam tersebut, dapat dilihat pada uraian berikut ini :
· Berkembangnya kehidupan fatalisme dan eskatologis yang dipicu oleh rasa putus asa ter-hadap keadaan dan ketidakmampuan mereka menghadapi pergulatan nasib serta keinginan untuk menghindarkan diri dari pengaruh buruknya kehidupan dunia. Mereka kemudian disebut sebagai kaum konservatif (kolot)
· Moralitas masyarakat tidak lagi mencerminkan keluhuran dan keagungan Akhlak Islami atau bahkan mereka tidak lagi memperdulikan moral, maka pada saat itu tatanan masyarakat madani sebagaimana yang dicita-citakan Rasulullah atau lebih dari itu tatanan masyarakat madani tidak lagi signifikan terutama berkembang sekelompok cendekiawan yang tidak me-mahami dan mengenal agama.
· Menurunnya tradisi berfikir yang sebelumnya berkembang dikalangan Islam dan menjadi sikap hidup yang taklid. Berkembangnya sikap hidup seperti itu membuat umat Islam semakin terjerembab dalam kultur jumud, kemandegan dan ketidakberdayaan.
· Dalam bidang keimanan, mereka tidak lagi bertuhan Allah, tetapi bertuhan wali, orang pinter atau bahkan kuburan, yang sama sekali tidak akan memberikan manfaat. Mereka telah ke-hilangan Tuhan Allah atau mereka telah membunuh Allah dalam dirinya. Bahkan telah terjadi apa yang disebut sebagai sinkritisme agama.

Sikap hidup seperti itu bukan dominan dilakukan oleh masyarakat Arab, melainkan sudah menjadi simbol umat Islam pada waktu, kemajuan yang begitu mengagumkan diakhiri dengan ketetapan ditutupnya wacana dan kreasi berfikir. Tidak juga pada masyarak Arab, kenyataan tersebut ternyata memicu lahirnya pergolakan-pergolakan struktural dan politik yang berke-panjangan di dunia Arab.
Di Jazirah Arab pada saat itu mucul gerakan dan prgolakan politik yang sebenarnya sangat penting untuk dicermati, karena keberadaannya sangat mempengaruhi perkembangan umat Islam secara keseluruhan. Berikut ini situasi politik jazirah Arab menjelang bergulirnya pembaharuan di Jazirah Arab, yaitu :
· Pertarungan kepentingan politik antara Keluarga Ibnu Su’ud dengan penguasa pada waktu itu, adanya desintegrasi dan tidak adanya persatuan politik.
· Suksesi kepemimpinan yang menimbulkan keprihatinan masyarakat (Tradisional dan Mo-dernis/Pembaharu).
· Pertarungan politik tersebut, nampaknya berimbas pada pertarungan antara kelompok yang mengingkan pembaharuan dikalangan umat Islam (Muhammad Bin Abdul Wahab) dengan masyarakat yang ingin mempertahankan status quo (Kaum Konservatif).


GERAKAN WAHABI : SOSOK PENDOBRAK KEJUMUDAN DAN TAKLID
Muhammad bin abdul Wahab lahir di kota Ayibah (Ayinah) tahun 1703 dan meninggal tahun 1792 M. Ia termasuk seorang yang gemar melakukan petualangan, terutama untuk memperdalam kemampuan keagamaan dan pengembangannya. Di tempat kelahirannya, tempat yang dikenal se-bagai tempat yang paling murni mengamalkan agama Islam yaitu Madinah; di tempat ini ia mem-peroleh pendidikan hukum, yang didalamnya termasuk tradisi bid’ah.
Setelah beberapa tahun berpindah-pindah maka ia kemudian menetap di kota kelahirannya, Ayyinah (Nejd) untuk memperkenalkan program atau aksi baru dalam membangun dan memur-nikan ajaran Islam. Ia menamakan gerakan pembangkitan umat dan pemurnian Islam tersebut dengan gerakan “Muwahhiddin”, gerakan untuk kembali kepada ajaran ketauhidan yang selama ini telah hilang dari ajaran Islam. Cita-cita muwahhiddin adalah mengembalikan Islam pada sisi kebenaran dan kemurniannya sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW. Namun demikian, bagi musuh-musuh gerakan muwahhiddin (kaum konservatif dan para sufisme) menganggap gerakan tersebut sebagai sesuatu yang membahayakan, maka mereka kemudian di-namakan dengan “Gerakan Wahabi” (untuk selanjutnya disebut gerakan Wahabi).
Karena gerakan Wahabi dianggap sebagai gerakan yang mengacaukan status quo kaum kon-servatif, maka gerakan tersebut mendapat perlawanan yangsangat gigih dan menyebabkan Mu-hammad Bin Abdul Wahab melarikan diri ke berbagai tempat, yaitu :
· Daerah Al Jabir
· Amir Ayyinah yang diterima oleh Usman bin Mu’amar. Dilokasi yang baru ini, gerakan Wahabi dapat memulai usaha pemurnian ajaran Islam dengan melakukan hal-hal yang sangat radikal pada saat itu, yaitu :
1. Menebang pohon-pohon yang selama ini dianggap keramat.
2. Menghukum rajam bagi mereka yang melakukan perbuatan zinah.
Gerakan tersebut menimbulkan pertentangan yang luar biasa dikalangan masyarakat dan menyebabkan Muhammad Bin Abdul Wahab menyingkir ketempat yang lain.
· Dariah (tempat keluarga Ibnu Saud). Di tempat ini gerakan Wahabi mendapat sambutan yang baik dari keluarga kerajaan, sehingga terjadi kolaborasi antara politik dan agama. Di tempat ini, Muhammad Bin Abdul Wahab melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Mendirikan sekolah untuk mendidik tenaga yang dapat dipakai sebagai peluru gerakan Wahabi.
2. Bersama dengan kekuatan politik (raja Ibnu Saud) memerangi raja-raja yang kolot atau konservatif (raja menganut bid’ah), seperti :
a. Raja Syarif Husain (raja Hijaz)
b. Amir bin Abdu Daus ( Raja Nejd).
3. Berziarah dan mengunjungi kuburan diharamkan.
4. Menyebarluaskan gerakan Wahabi tersebut kepenjuru dunia seperti Syuri’ah dan Turki dengan bantuan kekuatan militer kerajaan Ibnu Sa’ud.

Gerakan tersebut di satu pihak sangat dibutuhkan oleh umat Islam, tetapi dipihak lain terdapat umat Islam yang masih menginginkan pola hidup konservatif yang selama ini telah men-jadi bagian hidup mereka. Melihat hal tersebut, maka gerakan Wahabi nampaknya menitik beratkan gerakannya pada aspek ketauhidan dan pemberantasan budaya bid’ah. Menurut Drs. Imam Munawir, inti dari gerakan Wahabi adalah sebagai berikut :
· Melakukan usaha pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada sumber aslinya yaitu Al Qur’an dan Al Hadits.
· Membersihkan tauhid dari noda syirik
· Membersihkan ibadah dari segala bentuk bid’ah.
· Memberantas segala bentuk formalisme atau simbolitas tampa amal perbuatan dalam agama dengan menekankan hidup sederhana.

Jika kita lihat secara rinci, nampaknya Muhammad Bin Abdul Wahab sangat dipengaruhi oleh pola pemikiran Ibnu Hambal (Mahzab Hambali) yang menekankan pada otoritas Al Qur’an dan Al Hadits sebagai sumber Islam yang asli. Pola kembali pada dua otorita Islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits adalam bentuk pemikiran yang berkembang di Madinah, termasuk juga pemikiran yang dikembangkan oleh Ibnu Hazm (1350 M) dan Taqiyyuddin Ibnu Taimiyah (1327 M.) yang keduanya merupakan guru dari Muhammad Bin Abdul Wahab.
Ibnu Taimiyah yang sangat terkenal karena program menghidupkan kembali ajaran salaf (Muhyi Ats Tsar As-Salaf) dengan hanya mengakui apa yang telah dikembangkan oleh Rasul dan para shahabat, telah memberi semangat dan inspirasi bagi Gerakan Wahabi untuk me-ngembangkan sisi kehdipan yang hanya didasarkan pada kedua otoritas tersebut. Selain ajaran-ajaran tersebut oleh gerakan Wahabi tidak diterima sama sekali, termasuk segala bentuk bid’ah. Gerakan wahabi adalah gerakan yang sangat fundamental dan literal sebagaimana ajaran yang tersebut dibawah ini :
· Segala bentuk ibadah yang tidak ditujukan kepada Allah adalah salah, dan orang tersebut halal darahnya untuk dibunuh.
· Meminta pertolongan kepad akuburan, wali, syekh atau orang suci adalah perbuatan syirik.
· Menyebut nama Nabi, Syekh, Malaikat sebagai perantara dalam pembacaan doa adalah musyrik.
· Meminta syafaat kepada selain Allah adalah musyrik
· Bernadzar tidak kepada Allah adalah musyrik.
· Tidak percaya kepada Qodlo dan Qodar adalah kufur.
· Menfasirkan Al Qur’an dengan takwil atau pemikiran bebas adalah kufur, dan
· Segala bentuk bid’ah adalah menyesatkan.

Untuk mempermudah pengembangan dan penyebaran ajaran dan gerakan Wahabi, Muhammad bin Abdul Wahab disamping mendirika sekolah sebagai sarana transformasi keilmuan, ia juga menerbitkan satu buku yang dapat dipakai sebagai pedoman ketauhidan bagi kelompok Wahabi. Buku yang diberi judul “Kitab at Tauhid” memuat beberapa 3 (tiga) ajaran pokok, yaitu :
· Tauhid yang dibagi menjadi tiga, yaitu tauhid Uluhiyah, Rububiyah dan Aswa Bi Al Sifah.
· Syirik (perbuatan yang tidak ditujukan pada Allah), dibagi menjadi tiga :
1. Syirik besar (adhim) yaitu melakukan do’a, niat, taat dan cinta kepada selain Allah).
2. Syirik kecil (asghor) yaitu melakukan perbuatan riya).
3. Syirik Khofi (syirik yang tersembunyi).
· Kufur (mengingkari eksistensi Allah) dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Kufur Besar (Adhim) yaitu berbohong, menolak kebenaran, dan kufur karena keraguan dan sangkaan terhadap Allah.
2. Kufur kecil (Asghor) yaitu kufur yang tidak keluar dari ajaran agama seperti kufur nikmat.

Dengan demikian kalau kita cermati, maka nampak sekali adanya kombinasi pemikiran yang menurut Dr. Mukti Ali adalah terdapatnya keseimbangan bentuk kepentingan dan pemikiran. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa gerakan Wahabi adalah gerakan yang menolak intelek-tualisme total sebagaimana Mu’tazilah tetapi ia tidak terjebak dalam kehangatan hidup dan kesa-lehan tata cara hidup tasawuf. Bagi mereka (gerakan Wahabi) sesuatu yang jelas adalah apa yang telah diatur dalam hukum klasik yaitu hukum yang tertera dalam Al Qur’an dan Al Hadits.
Oleh sebab itu kehadliran gerakan Wahabi, bukanlah sebuah gagasan yang tampa per-tentangan dan kendala. Dalam rentang sejarah kita menemukan berbagai perlawanan baik yang dilakukan secara individual dan kemasyarakatan maupun yang dilakukan oleh kerajaan yang waktu itu mereka khawatir terancam eksistensinya. Gerakan-gerakan anti Wahabi tersebut terbagi dalam tiga kelompok, yaitu :
· Kerajaan Turki Ustmani di Istambul dalam hal ini Sultan Muhammad. Bahkan untuk meng-halangi perkembangan gerakan Wahabi, Sultan Muhammad Ali merekrut kepada siapa saja yang tidak suka terhadap gerakan Wahabi.
· Masyarakat yang pada waktu itu sedang tidur, maka gerakan Wahabi nampak seperti sesuatu yang sedang mengganggu tidur mereka.
· Kelompok sufi (Tasawuf) yang sementara itu menjadi pendukung kehidupan bid’ah atau program nativisme yang lain.

Menjelang akhir abad ke 19, gerakan Wahabi dapat dihancurkan oleh kerajaan Turki Utsmani di Istambul, namun sebenarnya gerakan Wahabi telah menyebar keseluruh penjuru dunia melalui pergulatan pemikiran umat Islam dan persinggungan umat melalui ibadah Haji. Segera setelah ge-rakan tersebut hancur di kota kelahirannya, maka di bumi Allah yang lain telah lahir gerakan serupa yang dipimpin oleh Syayyid Ahmad Khan, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridha Jamaluddin Al Afghoni dll.


KONTROVERSI PEMIKIRAN DAN GERAKAN WAHABI
Gerakan Wahabi adalah gerakan dominan yang dapat membangkitkan umat Islam dari ke-bekuan dan ketidak mampuan mereka dalam menghadapi kehidupan. Gerakan ini bertujuan untuk membebaskan jiwa umat Islam dari kebekuan akibat padamnya api Islam dalam dirinya sendiri, untuk membangkitkan semangat yang telah hilang dan untuk membersihkan ajaran Islam dari TBC yang terbukti dominan menjerumuskan umat pada kesesatan dan ketidak mampuan.
Melihat hal tersebut, Dr. Fazlur Rahman mengatakan bahwa gerakan Wahabi adalah istilah ge-nerik yang dapat ditetapkan tidak hanya kepada gerakan khusus seperti Gerakan Wahabi tetapi juga kepada setiap fenomena atau gerakan pemurnian Islam dari segala bentuk bid’ah atau pelecehan terhadap ajaran agama yang orisional. Gerakan-gerakan seperti Sanusiah di Afrika Utara, Gerakan pembaharuan di Indo Pakistan dan yang lain, dapat dimasukkan dalam kategori gerakan Wahabi dalam bentuk dan format kontemporer.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa tampilnya gerakan Wahabi sebagai simbol bagi gerakan-gerakan yang bernuansa seperti hal tersebut, nampkanya tidak lepas dari ruh dan tujuan dari ge-rakan itu sendiri yang kemudian menjadi sumber kekuatan dan keberhasilan dari gerakan tersebut. Menurutnya bahwa keberhasilan gerakan Wahabi disebabkan oleh target yang ditetapkannya yaitu terbukanya pintu dan tradisi berfikir dikalangan umat Islam dan menentang setiap bentuk Taklid atau ketiadaan berfikir.

Namun demikian, tidak berarti bahwa pemikiran dan gerakan Wahabi terlepas dari kon-troversi dan polemik dalam mensikapi terhadap subtansi ajaran dan konsep pemikiran yang dikembangkan mereka sendiri sendiri . Dalam hal ini Fazlur Rahman melihat bahwa Doktrin Wahabi mengandung keganjilan pemikiran, terutama terhadap diktum-diktum yang amat penting bagi pengembangan gerakan itu sendiri. Bahkan kalau kita cermati terdapat inkonsistensi pe-mikiran atau tidak jujurnya dalam logika berfikir yang dikembangan oleh gerekan Wahabi ketika berhadapan dengan situasi yang berbeda yang sedang dihadapi. Dengan tidak keinginan untuk melihat kelemahan gerakan tersebut, karena secara historis telah terbukti kemampuannya dalam membangkitakan umat Islam, berikut ini adalah Kontroversi subtansi pemikiran-pemikiran ge-rakan Wahabi tersebut :
· Gerakan Wahabi sangat menentang Taklid akan tetapi ia mengakui yurisprodensi Islam yang telah diputuskan pada tiga abad pertama.
· Menentang otorita hukum dan ilmu pada abad pertengahan dan hanya mengakui otorita Al Qur’an dan Al Hadits dengan preseden Shahabat, akan tetapi ternyata hadits dikumpulkan secara otoratif pada abad ke 3 H/ 9 M. Maka mau tidak mau mereka juga mengakui otorita Ijma’ yang dikeluarkan pada 3 abad pertama Islam.
· Sebagai gerakan kembali ke Al Qur’an dan Al Hadits, maka gerakan Wahabi adalah gerakan fundamentalis dan ultra konservatif serta literalisme mutlak, akan tetapi ia mengembangkan pemikiran bebas dalam hal ini terbukannya pintu Ijtihad.
· Menolak qiyas atau silogisme mutlak yang dikembangkan oleh ulama pertengahan, akan tetapi ia mengembangkan pemikiran bebas terhadap A; Qur’an.
· Sebagai gerakan kembali kepada Al Qur’an dan Al Hadits, maka ia bersifat fundamentalis dan ultra Literalis hanya kepada batang teks Qur’aniyah, akan tetapi dalah hal ijtihad ia tidak bersifat literalis bahkan ia lebih restriktif dari qiyas yang selama ini dikembangkan oleh para ulama pertengahan.

Terlepas dari kontroversi subtansi pemikiran gerakan Wahabi, maka seperti yang saya katakan bahwa gerakan Wahabi telah terbukti keberhasilannya dalam memperbaiki cara pandang dan hidup umat Islam pada saat itu. Untuk itu tugas kita adalah mengembangkan program pembaharuan tersebut, sehingga ajaran Islam benar-benar merupakan cerminan dari Al Qur’an dan Al Hadits itu sendiri, bukan hasil dan rekayasa sinkritisme umat yang telah kehilangan rasa keberagamaannya.


BUKU REFERENSI :
· Muhammad bin Abdul Wahab : Kitab At Tauhid
· Drs. Imam Munawir : Kembangkitan Islam dari masa ke masa
· Dr. Fazlur Rahman : Islam
· Dr. Harun Nasution : Islam ditinjau dari berbagai aspeknya
· Busthami Muhammad Said : Gerakan Pembaharuan Agama antara modernisme
Dan pembaharuan Agama (Tajdiduddin).
· John L Esposito : Ancaman Islam; mitos dan realitas
(Edisi Revisi menggugat Tesis Huntington)
· Philip K. Hitti : Dunia Arab (The sorth Story of Islam)
· Muhammad Qutb : Perlukah menulis ulang sejarah Islam.

0 Comments:

Post a Comment



Template by:
Free Blog Templates