Selasa, 11 Mei 2010
PENGERTIAN METODE, MENGAJAR DAN PENGAJARAN
Editor : Drs. IHSAN
I. PENGERTIAN METODE
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah,maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Pengetahuan tentang metode-metode mengajar sangat di perlukan oleh para pendidik, sebab berhasil atau tidaknya siswa belajar sangat bergantung pada tepat atau tidaknya metode mengajar yang digunakan oleh guru.
Metode belajar yang mampu membangkitkan motif, minat atau gairah belajar murid dan menjamin perkembangan kegiatan kepribadian murid adalah metode diskusi. Metode diskusi merupakan suatu cara mengajar yang bercirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topik atau pokok pertanyaan atau problem. Di mana para anggota diskusi dengan jujur berusaha mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama (Oemar Hamalik, : 2001 )
Dalam metode diskusi guru dapat membimbing dan mendidik siswa untuk hidup dalam suasana yang penuh tanggung jawab, msetiap orang yang berbicara atau mengemukakan pendapat harus berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang dapat diperanggungjawabkan. Jadi bukan omong kosong, juga bukan untuk menghasut atau mengacau suasana. Menghormati pendapat orang lain, menerima pendapat yang enar dan menolak pendapat yang salah adalah ciri dari metode yang dapat dighunakan untuk mendidik siswa berjiwa demokrasi dan melatih kemampuan berbicara siswa. Agar suasana belajar siswa aktif dapat tercapai, maka diskusi dapat menggunakan variasi model-model pembelajaran menarik dan memotivasi siswa. Dari sekan banyak model pembelajaran yang ada, model pembelajaran jigsaw cocok untuk digunakan dalam metode diskusi. Model pembelajaran jigsaw membantu murid untuk mempelajari sesuatu dengan baik dan sekaligus siswa mampu menjadi nara sumber bagi satu sama yang lain.
II. PENGERTIAN DAN PERBEDAAN MENGAJAR DAN PENGAJARAN
A. Pengertian Belajar
Dalam pemikiran pendidikan terdapat beberapa istilah yang selalu berkait yaitu pendidikan, pengajaran dan pembelajaran. Penjelasan yang terkairt dengan pendidikan menjadi focus pengembangan kajian, sedangkan pengertian pengajaran dan pembelajaran akan dijelaskan secara ringkas untuk menjadi bahan perbandingan saja.
Pengajaran - guru yang mengajar dengan cara menyampaikan pelajaran semata-mata. Guru biasanya berdiri di depan kelas, mengahadapi siswa dan menjelaskan materi pelajaran. Siswa duduk dengan rapi, mendengarkan dan mencatat uraian guru, dihafalkan agar kelak dapat menjawab pertanyaan dengan baik jika diadakan ulangan. Sistem pengajaran tersebut bersifat pasif (tidak ada dinamika pemikiran) dan verbalistic (disampaikan dengan lisan). Secara sederhana situasi pengajaran demikian digambarkan dengan "DUDUK, DENGAR, CATAT DAN HAPALKAN".
Pembelajaran – guru yang mengajar dengan menciptakan situasi dan kondisi belajar yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman belajar sesuai dengan tujuan artinya ia tidak hanya mengetahui meteri pelajaran tetapi ia juga mampu memahami, menerapkan suatu konsep atau memiliki ketrampilan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.
Guru dalam kelompok pembelajaran bertindak sebagai fasilitator, pemberi motivasi dan rangsangan, pembimbing dan konsultan terhadap kesulitan yang dihadapi siswa serta mengarahkan proses pada tujuan yang telah ditetapkan. Siswa menjadi lebih aktif dengan melakukan diskusi, latihan, eksperimen atau proses discoveri keilmuan.
Pembelajaran bebas – guru berperan sebagai pembimbing siswa dalam pem-belajaran. Siswa memilih materi pembelajaran apa yang akan dipelajari sesuai dengan minat dan pilihannya serta bagaimana cara mempelajarinya (Dra. Sumiati dan Asra, M.Ed, 2008 :1-2).
Pada dasarnya ”mengajar” adalah membantu ( mencoba membantu ) seseorang untuk mempelajari sesuatu dan apa yang dibutuhkan dalam belajar itu tidak ada kontribusinya terhadap pendidikan orang yang belajar. Artinya mengajar pada hakekatnya suatu proses, yakni proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga menumbuhkan dan mendorong siswa belajar.Hal ini akan dapat terwujud jika dilakukan melalui proses pengajaran dengan strategi pelaksanaan melalui :
1. Bimbingan yaitu pemberian bantuan,arahan,motivasi,nasihat dan penyuluhan agar siswa mampu mengatasi,memecahkan dan menanggulangi masalahnya sendiri.
2. Pengajaran yaitu bentuk kegiatan dimana terjalin hubungan interaksi dalam proses belajar dan mengajar antara tenaga kependidikan dengan peserta didik.
3. Pelatihan yaitu sama dengan pengajaran khususnya untuk mengembangkan keterampilan tertentu.
Beberapa orang memberikan pengertian tentang belajar seperti yang ditulis oleh Nana Sudjana (1989:5) “belajar pada hakikatnya adlah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya pengalaman”. Sedangkan Kimble dan Garmezi, belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil pengalaman. Garry dan Kingsley, belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang orisinil melalui pengalaman dan latihan-latihan.
Disamping itu Witheringtong, dalam bukunga Educational Psychologi yang dikutip oleh Ngalim Purwanto (1990:84) mengemukan bahwa “Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada kreasi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”.
Jadi belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan dari diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang berlajar. Oleh sebab itu belajar adalah proses aktif untuk mereaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu.
Proses belajar yang berhasil harus ditandai dengan adanya perubahan, maka oleh sebab itu belajar diharuskan memiliki arah atau tujuan sebagai kerangka proses belajar. Kalau dirangkum dan ditinjau secara umum maka tujuan belajar itu ada tiga menurut Sardiman A.M (1987:28) yaitu :
1. Untuk mendapatkan pengetahuan - Hal ini ditandai dengan kemampuan berfikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan berfikir sebagai yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain tidaj dapat mengembangkan kemampuan berfikir tanpa bahan pengetahuan. Tujuan inilah yang memiliki kecenderungan lebih besar perkembangannya di dalam kegiatan belajar mengajar.
2. Penanaman konsep dan keterampilan - Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan. Jadi soal keterampilan yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah. Keterampilan jasmaniah adalah keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat, diamati, sehingga akan menitikberatkan pada keterampilan gerak/penampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Sedangkang keterampilan rohaniah lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat dilihat bagaimana ujungpangkalnya, tetapi lebih abstrak, menyangkut persoalan-persoalan penghayatan dan keterampilan berfikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep.
3. Pembentukan sikap - Dalam menumbuhkan setiap mental, perilaku dan pribadi ana didik, guru harus dan hati-hati dalam pendekatannya. Untuk itu dibutuhkan kecakapan mengarahkan motivasi dan berfikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau model.
Belajar yang merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku si subyek belajar, ternyata banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Slameto (1987:56) ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar adalah :
1. Faktor jasmani yang meliputi faktor kesehatan, proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah, dan kelainan-kelainan fungsi alat inderanya serta tubuhnya. Faktor cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh atau badan.
2. Faktor psikologis. Faktor-faktor itu antara lain adalah : intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.
3. Faktor kelelahan. Agar siswa dapat belajar dengan baik haruslah menghindari agar jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya.
Ketiga faktor di atas merupakan faktor intern, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi lainnya adalah faktor ekstern. Faktor-faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dikelompokkan menjadi tiga faktor yakni :
1. Faktor keluarga - Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi.
2. Faktor sosial - Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, pelajaran dengan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
3. Faktor masyarakat. Pengaruh ini terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyarakat.
B. Pengertian Mengajar
Para ahli psikologi dan pendidikan memberikan batasan atau pengertian mengajar yang berbeda-beda rumusannya. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan sudut pandang terhadap makna dan hakikat mengajar. Pandangan pertama melihat dari segi perilakunya (pengajarnya). Sedangkan pandangan kedua dari sudut siswa yang belajar.
Pandangan pertama melihat dari segi pelakunya yakni guru, sehingga mengajar diartikan sebagai menyampaikan ilmu pengetahuan atau bahan pelajaran kepada siswa atau anak didik (Sardiman, A.M., 1987:47). Jadi siswa dianggap sebagai obyek belajar, siswa hanya menerima (pasif) apa yang diberikan guru. Sebaliknya peranan guru sangat menentukan, itulah sebabnya pandangan ini sering disebut berpusat pada guru (teacher centered).
Pandangan yang kedua melihat mengajar dari sudut siswa yang belajar seperti yang dikemukakan oleh Nana Sudjana (1989:7) :”Mengajar adalah membimbing kegiatan siswa. Mengajar adalah mengatur dan mengorganisasikan lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar”.
Rumusan tersebut, disamping berpusat pada siswa yang belajar (student centered), juga melihat hakekat mengajar sebagai proses, yakni proses yang dilakukan oleh guru dalam menumbuhkan kegiatan belajar siswa.
C. Pengertian Pengajaran
Seperti yang telah dikemukakan bahwa belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan pengajaran. Mengajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh guru, dan belajar mengacu kepada apa yang dilakukan siswa. Kedua kegiatan tersebut menjadi terpadu manakala terjadi hubungan timbal balik (interaksi) antara guru dengan siswa pada saat pengajaran berlangsung. Bentuk hubungan timbal balik tersebut yang disebut metode atau cara belajar mengajar, namun beberapa orang memberi batasan yang lebih luas khusus mengenai metode belajar mengajar (Suryobroto (1986:3) menegaskan bahwa metode pengajaran adalah cara-cara pelaksanaan dari pada proses pengajaran atau soal bagaimana tekniknya suatu bahan pelajaran diberikan disekolah. Muhammad Amien (187:98) mengemukakan, “metode mengajar adalah cara yang digunakan guru dalam mengajarkan satuan atau unit metari pelajaran dengan memusatkan pada keseluruhan proses atau situasi belajar untuk mencapai tujuan”.
Dari kedua pendapat tersebut, maka guru sebagai orang yang bertanggung jawab harus mampu menciptakan kegiatan belajar mengajar untuk mencapatkan hasil belajar semaksimal mungkin, dengan tidak mengesampingkan keterlibatan siswa untuk memproseskan cara perolehannya. Oleh karena itu guru harus mampu memiliki dan menetapkan metode mengajar yang paling efektif dan efesien sesuai dengan kondisi datau situasinya, dan kemudian menetapkan alat-alat atau sumber-sumber yang diperlukan untuk memberikan kegiatan dan pengalaman belajar siswa yang akan mengajarkan materi pelajaran sesuai dengan tujuan interaksional.
Kelanjutan dari pengertian mengajar seperti di atas, adalah menanamkan pengetahuan itu kepada anak didik dengan suatu harapan terjadi seuatu pemahaman. Kemudian pengertian yang luas, mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa (Sardiman,A.M., 1987:47). Kondisi itu diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan anak secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik mauppun mental. Pengertian mengajar seperti ini memberikan petunjuk bahwa fungsi pokok dalam mengajar itu adalah menyediakan kondisi yang kondusif, sedang yang berperan aktif dan banyak menemukan dan memecahkan masalah.
Adapun hasil pengajaran itu dikatakan berhasil atau betul-betul baik apabila hasil itu dapat tersimpan lama dalam ingatan serta dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa. Kalau pengajaran itu tidak tersimpan lama dalam ingatan siswa maka hasil pengajaran itu tidak efektif. Hasil pengajaran juga dikatakan baik jika hasil tersebut merupakan asli atau otentik. Sesuai pendapat yang dikemukakan oleh Sardiman A.M. bahwa : “Pengajaran yang dipandang baik utnuk menghasilkan produk yang baik, adalah bagaimana mengorganisasikan proses belajar untuk mencapai pengetahuan otentik dan tahan lama (Sardiman, A.M., 1987:49)”.
Dalam konsep mengajar yang telah dikemukakan di depan bahwa titik berat peranan guru bukan sebagai pengajar, melainkan sebagai pembimbing belajar, atau pemimpin belajar, atau fasilitas belajar, atau sebagai motivator belajar. Dikatakan pembimbing belajar karena dalam proses tersbeut guru memberikan bantuan kepada siswa, agar siswa itu sendiri yang melakukan kegiatan belajar. Dikatakan pemimpin belajar sebab guru yang menentukan kemana kegiatan siswa akan diarahkan. Dikatakan fasilitator sebab harus menyediakan fasilitas, setidaknya menciptakan kondisi lingkungan yang dapat menjadi sumber bagi siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Dan dikatakan motivator belajar karena guru harus memberikan motivasi dari awal sampai berakhirnya kegiatan belajar. Hakikat mengajar dalam rumusan ini sejalan dengan konsep belajar yang telah dijelaskan dimuka, yakni kedua-duanya dipandang sebagai suatu proses yang ditandai dengan tumbuhnya kegiatan siswa belajar.
Keterpaduan kedua konsep diatas, yakni konsep belajar dan konsep mengajar, melahirkan konsep baru yang disebut proses belajar mengajar. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pengajaran. Belajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh guru sebagai pemimpin belajar.
Apabila belajar mengajar dipandang sebagai suatu proses, paling tidak didalamnya terlibat empat aspek atau unsur yaitu :
1. tujuan proses belajar mengajar atau tujuan pengajaran,
2. isi atau bahan pengajaran,
3. metode atau alat pengajaran, dan
4. penilaian dalam pengajaran.
Keempat aspek tersebut, yakni tujuan, isi metode, dan penilaian adalah unsur-unsur yang membentuk terjadinya kegiatan pengajaran. Interaksi siswa dan guru atas dasar keempat unsur tersebut yang saling berkaitan mempengaruhi satu sama lain. Dalam interaksi tersebut siswa diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pengajaran melalaui bahan pengajaran yang dipelajari oleh siswa dengan menggunakan berbagai metode dan alat untuk kemudian dinilai ada tidaknya perubahan pada diri siswa setelah ia menyelesaikan proses belajar mengajar tersebut.
Dalam proses belajar tentu ada yang berhasil, sukses dan tidak mengalami kesu-litan untuk mencapai tujuan, ada yang gagal dan mengalami hambatan untuk mencapai tujuan. Ukuran keberhasilan dalam proses belajar diberikan istilah prestasi belajar.
Menurut Syamsu Mappa (1983:2), prestasi belajar adalah : Hasil belajar yang dicapai siswa dalam suatu mata pelajaran tertentu dengan menggunakan tes standar sebagai alat pengukur keberhasilan murid. Sedangkan Umar Tirtaraharja (1981:19) mengemukakan : Prestasi belajar adalah taraf kemampuan aktual yang bersifat terukur, berupa pengalaman ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap, interes yang dicapai oleh murid dari apa yang dipelajari di sekolah.
Dari kedua pendapat itu di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah ukuran keberhasilan seorang siswa setelah menempuh proses belajar di sekolah, yang dapat diketahui dengan menggunakan alat evaluasi yang disebut tes prestasi belajar.
III. PRINSIP-PRINSIP METODE MENGAJAR
Mengajar adalah suatu seni. Guru yang cakap mengajar dapat merasakan bahwa mengajar sekolah adalah suatu hal yang menggembirakan, yang membuatnya melupakan kelelahan. Selain itu guru juga dapat mempengaruhi muridnya melalui kepribadiannya. Guru yang ingin murid-muridnya mengalami kemajuan, perlu mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap teori dan praktek mengajar sehingga ia dapat terus-menerus meningkatkan cara mengajar. Sepuluh jenis prinsip dasar dalam cara mengajar yang disajikan di bawah ini, dapat dipakai sebagai petunjuk oleh para guru yaitu :
A. Menguasai Isi Pengajaran - Hukum yang pertama dalam teori "Tujuh Hukum Mengajar" dari John Milton Gregory berbunyi: "Guru harus mengetahui apa yang diajarkan." Jika guru sendiri mengetahui dengan jelas inti pelajaran yang akan disampaikan, ia dapat meyakinkan murid dengan wibawanya, sehingga murid percaya apa yang dikatakan guru, bahkan merasa tertarik terhadap pelajaran.
B. Mengetahui dengan Jelas Sasaran Pengajaran - Pengajaran yang jelas sasarannya membuat murid melihat dengan jelas inti dari pokok pelajaran itu. Mereka dapat menangkap seluruh liputan pelajaran, bahkan mengalami kemajuan dalam proses belajar. Empat macam ciri khas yang harus diperhatikan pada saat memilih dan menuliskan sasaran pengajaran:
1. Inti dari sasaran harus disebutkan dengan jelas.
2. Ungkapan penting dari sasaran harus bertitik tolak dari konsep murid.
3. Sasaran harus meliputi hasil belajar.
4. Hasil sasaran yang dapat dicapai.
C. Utamakan Susunan yang Sistematis - Pengajaran yang tidak bersistem bagaikan sebuah lukisan yang semrawut, tidak memberikan kesan yang jelas bagi orang lain. Tidak adanya inti, tidak tersusun, tidak sistematis, akan sulit dipahami dan sulit diingat. Oleh sebab itu inti pengajaran harus disusun dengan teratur dan sistematis.
D. Banyak Gunakan Contoh Kehidupan – Islam selalu mengajarkan sesuatu dengan memulai dari diri sendiri dan contoh yang baik karena proses pengajaran yang baik adalah dengan memberi contoh langsung (tauladan)
E. Cakap Menggunakan Bentuk Cerita -Bentuk cerita tidak hanya diutarakan dengan kata-kata, namun juga boleh dicoba dengan menambahkan gerakan-gerakan, yang memperdalam kesan murid. Bentuk yang paling lazim adalah menggunakan perumpamaan untuk menjelaskan kebenaran.
F. Menggunakan Panca Indera Murid - Penggunaan bahan pengajaran yang berbentuk audio visual berarti menggunakan panca indera murid. Bahan pengajaran audio visual bukan saja cocok untuk anak-anak dalam belbagai usia. Ensiklopedia adalah buku yang sering dipakai oleh para ilmuwan, namun di dalamnya terdapat banyak penjelasan yang menggunakan gambar-gambar. Itu berarti bahwa para ilmuwan pun perlu bantuan gambar untuk mengadakan penelitian. Para ahli pernah mengadakan catatan statistik selama 15 bulan, sebagai hasilnya mereka mendapatkan persentase dari isi pelajaran yang masih dapat diingat oleh murid: bagi murid yang hanya tergantung pada indera pendengaran saja masih dapat mengingat 28%, sedangkan bagi murid yang menggunakan indera pendengaran ditambah dengan indra penglihatan dapat mengingat 78%.
G. Melibatkan Murid dalam Pelajaran - Melibatkan murid dalam pelajaran dapat menambah ingatan mereka, juga motivasi dan kegemaran mereka. Cara itu dapat menghilangkan kesalahpahaman yang mungkin terjadi ditengah pertukaran pikiran antara guru dan murid, selain mengurangi tingkah laku yang mengacau. Misalnya: biarkan murid menggunakan kata-katanya sendiri untuk menjelaskan argumentasi atau pendapatnya; biarlah murid menggali dan menemukan hubungan antar konsep yang berbeda, biarlah murid bergerak sebentar. Jika murid sibuk melibatkan diri dengan pelajaran, maka tidak ada peluang lagi untuk mengacau atau membuat ulah.
H. Menguasai Kejiwaan Murid - Guru yang ingin memberikan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan murid, tentu harus memahami perkembangan jiwa murid pada setiap usia. Ia juga harus mengetahui dengan jelas kebutuhan dan masalah pribadi mereka. Pengertian antara guru dan murid adalah syarat utama untuk komunikasi timbal balik. Komunikasi yang baik dapat membuat penyaluran pengetahuan menjadi lebih efektif.
I. Gunakanlah Cara Mengajar yang Hidup - Sekalipun memiliki cara mengajar yang paling baik, namun jika terus digunakan dengan tidak pernah diubah, maka cara itu akan hilang kegunaannya dan membuat murid merasa jemu. Cara yang terbaik adalah menggunakan cara mengajar yang bervariasi dan fleksibel, untuk menambah kesegaran.
J. Menjadikan Diri Sendiri Sebagai Teladan - Masalah umum para guru adalah dapat berbicara, namun tidak dapat melaksanakan. Pengajarannya ketat sekali, namun kehidupannya sendiri banyak cacat cela. Cara mengajar yang efektif adalah guru sendiri menjadikan diri sebagai teladan hidup untuk menyampaikan kebenaran, dan itu merupakan cara yang paling berpengaruh. Kewibawaan seseorang terletak pada keselarasan antara teori dan praktek. Jikalau guru dapat menerapkan kebenaran yang diajarkan pada kehidupan pribadinya, maka ia pun memiliki wibawa untuk mengajar.
IV. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN METODE MENGAJAR
Salah satu factor yang harus diperhatikan dalam proses pemilihan metode mengajar adalah memahami factor filosofis dalam proses pengajaran. Untuk itu di-perlukan pema-haman yang utuh terhadap tipologi filsafat pendidikan terutama dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum. Berikut ini adalah tipologi Filsafat Pendidikan Islam yaitu :
1. Jika tipologi Perenial-Esensialis Salafi yang lebih menonjolkan wawasan kepen-didikan Islam era salafi, maka pengaruh yang nampak dalam format kurikulumnya adalah upaya melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai (Ilahiyah dan insaniah), kebiasaan dan tradisi masyarakat salaf (era kenabian dan sahabat), karena mereka dipandang sebagai masyarakat yang ideal.
Untuk mewujudkan tata nilai tersebut, maka metode-metode pembelajaran-nya biasa dilakukan melalui ceramah dan dialog, diskusi atau perdebatan, dan pemberian tugas-tugas. Manajemen kelas diarahkan kepada pembentukan karakter,keteraturan, keseragaman, bersifat kaku dan terstruktur, tepat dan sesuai tatanan, teratur dalam jalankan tugas-tugasnya. Ujiannya menggunakan ujian-ujian essay, tes-tes diagnostic, tes prestasi belajar yang terstandarisasi dan tes kompetensi berbasis amaliah.
Dengan demikian orientasi pendidikan agama Islam diorientasikan pada: (a) membantu peserta didik dalam menguak, menemukan dan menginternalisasikan kebenaran-kebenaran masa salaf al-shalih; dan (b) menjelaskan dan menyebar-kan warisan sejarah dan budaya salaf melalui sejumlah inti pengetahuan yang terakumulasi yang telah berlaku sepanjang masa dan karena itu penting diketahui oleh semua orang.
2. Format Perenial-Esensialis Mazhabi yang lebih menonjolkan wawasan kependidikan Islam yang tradisional dan kecendrungan untuk mengikuti aliran, pemahaman atau doktrin, serta pola-pola pemikiran sebelumnya yang dianggap sudah relative mapan, akan melahirkan format kurikulum yang bersifat kaku dan terstruktur oleh kepentingan aliran atau mazhab.
Metode-metode pembelajaran yang biasa dilakukan adalah ceramah dan dialog, diskusi atau perdebatan dengan tolok ukur pandangan iman-iman mazhabnya, dan pemberian tugas-tugas. Manajemen kelas diarahkan kepada pembentukan karakter, keteraturan, keseragaman, bersifat kaku dan terstruktur, tepat dan sesuai tatanan, teratur dalam jalankan tugas-tugasnya. Ujiannya menggunakan ujian-ujian essay, tes-tes diagnostic, tes prestasi belajar yang terstandarisasi dan tes kompetensi berbasis amaliah.
Berdasarkan tipologi di atas pendidikan diorientasikan pada: (a) membantu para peserta didik dalam menguak, menemukan dan menginternalisasikan kebe-naran-kebenaran agama sebagai hasil interpretasi ulama pada masa pasca salaf al-shalih atau masa klasik dan pertengahan; (b) menjelaskan dan menyebarkan warisan ajaran, nilai-nilai dan pemikiran para pendahulunya yang dianggap mapan secara turun temurun, karena penting diketahui oleh semua orang.
3. Tipologi Modernis yang lebih menonjolkan wawasan kependidikan Islam yang bebas, modifikatif, progresif dan dinamis dalam menghadapi dan merespon tuntutan dan kebutuhan dari lingkungannya, akan mengarahkan kurikulum pada pendidikan yang bersifat rekontruksi pengalaman yang terus menerus, meng-upgrade intelligent dan kemampuan mengadakan penyesuaian sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan dari lingkungan pada masa sekarang.
Tujuan pendidikan diorientasikan pada upaya memberikan ketrampilan-ketrampilan dan alat-alat kepada peserta didik yang dapat dipergunakan untuk berinteraksi dengan lingkungan yang selalu berada dalam proses perubahan.
Metode-metode pembelajarannya dilakukan melalui cooperative activities atau cooperative learning,metode project, dan/atau scientific method (metode ilmiah) ,yaitu dengan jalan mengidentifikasi masalah-masalah yang terkait dengan tema-tema tersebut ,merumuskan hipotesis, dan melaksanakan penelitian di lapangan . Manajemen kelasnya lebih diarahkan pada pemberian kesempatan kepada peserta didikuntuk berpartisipasi, keterlibatan aktif dalam pembelajaran, serta penciptaan proses belajar secara demokratis. Evaluasinya lebih banyak menggunakan evaluasi formatif, dengan asumsi bahwa setiap peserta didik mem punyai kelebihan-kelebihan tertentu, yang berbeda antara satu dengan lainnya.
4. Tipologi Perenial-Esensialis Kontekstual-Falsifikatif yang mengambil jalan tengah antara kembali ke masa lalu dengan jalan melakukian kontekstualisasi serta uji falsifikasi dan mengembangkan wawasan-wawasan kependidikan Islam masa sekarang yang selaras dengan perkembangan zaman akan melahirkan konsep kurikulum yang kompromis yaitu memasukkan nilai etis dan modernitas.
Tujuan pendidikan yang didasarkan tipologitersebut adalah: (a) membantu peserta didik dalam menguak, menemukan dan menginternalisasikan kebenaran-kebenaran masa lalu pada salaf al-shalih atau masa klasik dan pertengahan; (b) menjelaqskan dan menyebarkan warisan ajaran dan nilai salaf atau para pendahulu yang dianggap mapan dalam uji sejarah. Evaluasinya lebih mengguna-kan evaluasi formatif, dengan asumsi bahwa setiap peserta didik mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu, yang berbeda antara satu dengan lainnya.
5. Tipologi Rekontruksi Sosial Berlandaskan Tauhid - cocok untuk diterapkan pada masyarakat atau daerah yang berkeinginan dan potensial untuk maju, dan pada masyarakat yang warganya bersikap individualis dan egois, atau terjangkit penyakit social. Tipologi tersebut akan mendorong munculnya kurikulum terutama kurikulum pendidikan agama mengarah kepedulian dan kesadaran peserta didik akan masalah-masalah yang dihadapi oleh umat manusia, yang merupakan bagian dari kewajiban dan tanggung jawab pemeluk agama Islam untuk memecahkan melalui da’wah bi al-hal,baik yang terkait dengan masalah social, ekonomi, politik dan budaya.
Kurikulumnya memusatkan perhatian pada masalah-masalah social dan budaya yang dihadapi masyarakat dan mengharapkan agar peserta didik dapat memecahkan masalah-masalah tersebut melalui pengetahuan dan konsep-konsep yang telah diketa-hui. Metode yang digunakan adlah simulasi, bermain peranan, internship, work study.
V. MANFAAT PEMILIHAN METODE MENGAJAR
Mewujudkan proses belajar mengajar yang menekankan pada pendekatan keterampilan proses, harus didukung oleh metode mengajar yang sesuai. Metode mengajar harus berpedoman pada prinsip belajar aktif, sehingga dalam proses belajar mengajar perhatian utama harus ditujukan kepada siswa yang belajar. Proses mengajar harus mengembangkan cara belajar untuk mendapatkan, mengolah, menggunakan dan mengkombinasikan perolehannya.
Pendekatan keterampilan proses dan cara belajar siswa aktif harus diterapkan dalam mata pelajaran, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran itu baik ditinjau dari ilmu maupun dari segi pengajaran hubungannya dengan tingkat perkembangan intelektual siswa. Metode yang digunakan disesuaikan dengan pokok bahasan atau masalah yang dikembangkan dengan kegiatan itu, sebaiknya mengharuskan siswa berperan aktif didalamnya.
Dalam setiap pelajaran guru hendaknya memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk memeriksa dan membuktikan kebenaran suatu informasi atau pengalaman. Untuk mendukung terlaksananya kesempatan semacam itu maka guru perlu meningkatkan kemampuan profesionalnya. Dengan demikian keterlibatan mental siswa akan betul-betul terwujud semaksimal mungkin, karena tidak ada satu metode mengajar yang baik untuk semua materi pelajaran dan untuk semua materi pelajaran dan untuk semua situasi belajar maka guru harus memilih berbagai metode mengajar yang memadai.
Suatu metode mengajar, khususnya harus memiliki kriteria (Moh. Amien, 1987:99) sebagai berikut :
A. dapat mengarahkan perhatian siswa terhadap hakikat belajar yang spesifik sehingga ia akan mengetahui dengan pasti tentang apa yang diharapkan,
B. dapat memberikan atau motivasi belajar,
C. dapat meningkatkan interest terhadap,
D. dapat memberikan umpan balik dengan segera,
E. dapat memberikan kesempatan untuk mengusai dengan kecepatan/kemampuan sendiri,
F. dapat menghindarkan dari frustasi dan kegagalan,
G. dapat meningkatkan transfer of learning pada situasi di luar kelas, dan
H. dapat mengembangkan dan membina sikap positif terhadap diri sendiri, guru, materi pelajaran dan proses pendidikan pada umumnya.
Dalam menentukan kegiatan belajar mengajar itu, harus diperhatikan pula sumber-sumber instruksional yang berkaitan dengan pemilihan kegiatan mengajar (metode mengajar) dan kegiatan belajar siswa, antara lain pemilihan alat-alat pendukung/media yang dapat memberikan motivasi kepada siswa dan memberikan cara yang efektif untuk menjelaskan dan melukiskan isi/materi pelajaran IPA.
VI. TUJUAN METODOLOGI PENGAJARAN
Efektivitas proses belajar mengajar (pembelajaran-pengajaran) dipengaruhi oleh faktor metode dan media pembelajaran yang digunakan. Keduanya saling berkaitan, di mana pemilihan metode tertentu akan berpengaruh terhadap jenis media yang akan digunakan. Dalam arti bahwa harus ada kesesuaian di antara keduanya untuk mewujudkan tujuan pembelajaran. Walaupun ada hal-hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam pemilihan media, seperti: konteks pembelajaran, karakteristik pebelajar, dan tugas atau respon yang diharapkan dari pebelajar (Arsyad, 2002). Sedangkan menurut Criticos (1996), tujuan pembelajaran, hasil belajar, isi materi ajar, rangkaian dan strategi pembelajaran adalah kriteria untuk seleksi dan produksi media. Dengan demikian, penataan pembelajaran (iklim, kondisi, dan lingkungan belajar) yang dilakukan oleh seorang pengajar dipengaruhi oleh peran media yang digunakan.
Pemanfaatan media dalam pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, meningkatkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan berpengaruh secara psikologis kepada siswa (Hamalik, 1986). Selanjutnya diungkapkan bahwa penggunaan media pengajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian informasi (pesan dan isi pelajaran) pada saat itu. Kehadiran media dalam pembelajaran juga dikatakan dapat membantu peningkatan pemahaman siswa, penyajian data/informasi lebih menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadat-kan informasi. Jadi dalam hal ini dikatakan bahwa fungsi media adalah sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar.
Secara umum metode pengajaran yang kemudian diartikulasikan dalam bentuk media pembelajaran berfungsi untuk :
A. Mengatasi perbedaan pengalaman pribadi peserta didik.
B. Mengatasi batas-batas ruang kelas.
C. Mengatasi kesulitan apabila suatu benda yang diamati terlalu kecil.
D. Mengatasi gerak benda secara cepat atau lambat.
E. Mengatasi hal-hal yang terlalu kompleks untuk dipisahkan.
F. Mengatasi suara yang terlalau halus untuk didengar.
G. Mengatasi peristiwa-peristiwa alam.
H. Memungkinkan terjadinya kontak langsung dengan masyarakat atau alam.
I. Memungkinkan terjadinya kesamaan dalam pengamatan (Rohani, 1997:6).
Label: Met. PAI STAIM