Selasa, 11 Mei 2010

Arah dan Fungsi Pendidikan

ARAH DAN FUNGSI PENDIDIKAN
Editor : Drs. IHSAN


I. PENDAHULUAN
Pada hakekatnya proses pendidikan merupakan akumulasi pemberdayaan seseorang untuk menemukan integritas dirinya sendiri. Melalui aktivitas pendidikan itulah seseorang diharapkan dapat memperoleh kemampuan yang dibutuhkan dirinya maupun oleh lingkup masyarakatnya, sehingga mampu memberikan kontribusi nyata sesuai dengan kapasitas kompetensinya. Kompetensi individual sebagai hasil belajar, diharapkan mampu menjadi modal dasar berkontribusi di masyarakat untuk melakukan perubahan (ke arah yang lebih baik). Oleh karena itu pendidikan kita memerlukan reorientasi (baca ; Paradigma baru pendidikan) yang tidak hanya didominasi oleh Cognitive domain, akan tetapi harus diarahkan pada terbentuknya keseimbangan dengan moral and social action (Suyanto,2006). Itu sebabnya dalam implementasinya pendidikan skolastik yang humanistis tidak sekedar mengangkat harkat kemanusiaan seseorang dari sisi intelektualnya, akan tetapi juga esensi etika, estetika dan kinestika dari dalam potensi diri pembelajar.
Dengan demikian konsep belajar dalam pendidikan, selain menghantarkan seseorang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga dapat melakukan “sesuatu”, juga menghantarkan perubahan dalam pribadi seseorang untuk menjadi dirinya sendiri yang lebih baik, bahkan memenuhi kaidah kelayakan untuk diteladani dalam kehidupan masyarakat-nya. Dengan bekal keseimbangan pribadi seperti itulah, peserta didik kita, diharapkan mampu menjadi agen perubahan (agent of change) untuk memenangkan setiap event kompetisi terbuka dalam kehidupan nyata yang tergelar dihadapan mereka.


II. ARAH PENDIDIKAN
A. Kondisi Real Pendidikan
Dalam kisaran 1980-an wajah pendidikan Indonesia masih dapat memberikan kontribusi intelektual yang cukup membanggakan ditengah-tengah minimnya dana pendidikan. Kejujuran dalam pelaksanaan evaluasi mungkin masih menunjukkan predikat yang lebih baik dari pada proses evaluasi pada tahun terakhir. Guru atau pendidikan memperlakukan diri sebagai evaluator untuk memperoleh data real peserta didik, baik yang menyangkut kualitas pemahaman, etika-moral, ketrampilan dan kematangan psykologis peserta didik. Dewasa ini, kebiajakan pendidikan mendorong pendidikan tidak lagi berperan sebagai evaluator, melainkan fasilitator atau bahkan kontributor dalam proses evaluasi dengan tujuan agar siswa-siswi berhasil lulus dengan alasan "pendidikan adalah proses menyiapkan masa depan dan anak akan terus berkembang".
Kondisi pendidikan yang memprihatinkan, karena tereduksinya potensi humanisme oleh dominasi kompetensi akademik yang ternyata juga rendah mutunya, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan daya saing kita di tingkat global. Kita sadari sepenuhnya bahwa masalah mutu pendidikan kita, sudah sampai pada tingkat masalah “multidimensional” yang tidak lagi linear serta berdiri sendiri. Terlebih oleh pengaruh yang sangat dominan dalam bentuk anomali pranata kehidupan sosial, sehingga menimbulkan rusaknya tatanan “normatif dan estetis bangsa ini”. Betapa mengerikan bila kita lihat data tahun 2004 yang dilansir oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, bahwa dari 500 Perguruan Tinggi terkemuka di dunia, tidak satupun di dalamnya terdapat Perguruan Tinggi kita, bahkan dari 50 Perguruan Tinggi terkemuka di Asia, juga tidak satupun di dalamnya terdapat Perguruan Tinggi Indonesia.
Dunia pendidikan kita sedang mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, mulai dari mutu pendidikan yang rendah, hingga banyaknnya bangunan sekolah yang roboh. Untuk minat baca, berdasarkan hasil survey UNDP kita menduduki peringkat ke 96. Sementara dikawasan ASEAN kita hanya diatas Laos dan Kamboja, Memperi-hatinkan; karena dari pendidikanlah masa depan suatu bangsa ditentukan. Prof, DR. Arief Rahman, pakar pendidikan nasional, mengingatkan agar masalah pendidikan jangan dijadikan alat politik.
Saat ini, menurut Arief Rahman yang jadi penentu seseorang itu sukses adalah, pandai dan lulus, bukan kejujuran, seperti yang diamanatkan undang-undang pendidikan kita, bahwa pendidikan bertujuan untuk membuat orang berakhlak mulia, berbudi pekerti yang luhur, cerdas, bertanggung jawab dan demokratis. Arief Rahman juga menambahkan bahwa di dalam pendidikan kita ada ketidak adilan, karena orang yang cerdas disekolahkan pada sekolah yang bermutu, lalu yang tidak cerdas mau kita kemanakan. Saat ini yang paling banyak anak-anak usia pendidikan kita; miskin dan bodoh, tegas Arief Rahman. Gerakan Satu Hati Cerdaskan Bangsa adalah gerakan moral yang peduli pendidikan, dengan memberikan bantuan pada sekolah-sekolah yang kurang mampu. Bantuan yang diberikan terutama bantuan buku-buku pengetahuan umum, bantuian perpustakaan (http://www. pewartakabarindonesia.blogspot.com)
Di dalam negeri kondisi ini diperparah oleh keinginan sebagian masyarakat kita yang muncul dengan kondisi kurang memahami akan makna “iklim kompetitif” di dalam prespektif psikologi perkembangan bagi pembelajar. Kelompok masyarakat ini lebih menghendaki agar setiap momentum evaluasi akhir jenjang, harus membebaskan setiap pembelajar dari batasan kompetensi minimal, pada satu periode tahun pelajaran saja. Sehingga manakala dilakukan ujian (termasuk Ujian Sekolah, maupun Ulangan Umum Sekolah, apalagi Ujian Nasional), semua peserta ujian “harus dinyatakan lulus” (kompeten). Dan anehnya penyelenggara Ujian Nasional tahun pelajaran 2004/2005 (Depdiknas) tergelincir dengan negosiasi politis telah menetapkan adanya Ujian Nasional Ulang, bagi mereka yang tidak lulus Ujian Nasional (utama maupun susulan). Aneh tapi nyata, itulah komentar para Guru yang benar-benar memahami akan makna Ujian (Darsono Setiawan, Alternatif Arah Pendidikan, 2009).
Ujian Akhir Nasional dan Standarisasi Lulusan, menjadi alasan pragmatisme dalam pendidikan Nasional. Siswa tidak perlu mengembangkan diri pada aspek yang lain, karena yang menjadi tiket untuk melanjutkan studi lanjutan hanyalah beberapa materi yang diujikan dalam UAN. Praktek kecurangan dalam penyelenggaraan UAN merupakan efek domino dari kekhawatiran lembaga pendidikan terhadap masa depan siswa dan lembaga itu sendiri – seharusnya menurut Yohanes Surya (teori MESTAKUNG, (2006). manyatakan bahwa situasi krisis akan menghasilkan kekuatan baru yang tak terduga untuk “survive”. Dan para ahli psikologi tentu percaya bahwa mengikuti ujian tanpa stress serendah apapun, akan diragukan pula hasil maksimal yang dapat dicapai.
Seharusnya Ujian akhir (Ujian Sekolah-US dan Ujian Nasional-UN) dipahami sebagai bagian dari proses akhir pendidikan skolastik, sehingga tidak sampai diplesetkan menjadi tujuan akhir proses pendidikan skolastik. Dengan pemahaman seperti ini proses pembelajaran tidak diarahkan semata-mata agar lulus US dan UN semata. Bahkan beberapa sekolah favorite dan yang ingin disebut favorite, telah melakukan kebijakan pada semester akhir di kelas IX (SMP) maupun kelas XII (SLTA), telah meniadakan proses pembelajaran untuk mata pelajaran US tertentu, demi pelaksanaan “drilling” untuk kepentingan lulus UN semata. Ujian Sekolah telah dijamin kelulusannya oleh (otonomi) pihak sekolah walaupun keadaan kompetensi peserta didik seperti apapun rendahnya. Itulah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah (KTSP) yang berlaku di sekolah secara riil, melalui permainan “petak umpet” dengan para “pengawas sekolah yang low-power”. Kondisi seperti ini sebenarnya dapat diatasi manakala para pengawas sekolah memiliki “strong power” di dalam melaksanakan supervisi kepengawasannya.
Diperlukan suatu aktivitas nyata untuk merealisasikan paradigma baru pendidikan kita yang lebih berpihak pada komitmen masa depan peserta didik yang “bermutu” daya pikirnya, “bermutu” sikap perilakunya serta “bermutu” kecakapan hidup-nya. Oleh karenanya sangat disadari bahwa manajemen pendidikan kita di tingkat sekolah, perlu diberdayakan dengan meningkatkan peran partisipasi aktif masyarakat melalui mekanisme lembaga Dewan Pendidikan di tingkat Kabupaten-Kota, dan Provinsi, serta peran aktif Komite Sekolah, yang tidak saja sebagai mediator antara stake-holders dengan pihak eksekutif dan legislatif, akan tetapi juga berdaya dalam mekanisme kontrol penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas, serta dukungan penuh terhadap pelaksanaan program layanan pendidikan yang telah disepakati bersama (Darsono Setiawan, Alternatif Arah Pendidikan, 2009).

B. Arah Pendidikan
1. Menumbuhkan Kejujuran dan Keikhlasan – Pendidikan keikhlasan sngat penitng bagi bangsa ini untuk mengatasi krisis multidimensial. Pendidikan Keikhlasan tak hanya diterapkan pada santri/siswa. Para ustadz, bahkan Kiai sekali pun terkena disiplin untuk berlatih keikhlasan setiap saat dilembaga pendidikanAgama atau Pesantren. Kenapa? Pengalaman pendidikan di pesantren membuktikan bahwa peranan metode pengajaran itu memang lebih penting dari materinya. Tapi, jiwa si pengajar lebih penting ketimbang metode dan materinya. Dan pengajar yang mukhlis akan beda hasilnya dengan yang tidak mukhlis.
Lalu, kenapa keikhlasan dijadikan ruh bagi sebuah pendidikan, terutama pendidikan pesantren—diletakkan dalam urutan pertama Panca Jiwa Pondok? Jawabannya, karena terkait dengan cita-cita pesantren yang tak lain adalah untuk mendidik pejuang di masyarakat, terlepas apa pun profesi, spesialisasi, atau pekerjaannya. Sungguh tak terbayangkan, bagaimana cita-cita itu akan terwujud apabila para santri tidak dilatih keikhlasan. Tak terbayangkan, bagaimana seandainya para santri itu tidak dilatih menghilangkan persyaratan pribadi ketika hendak berbuat baik. Pejuang yang tidak memiliki landasan spiritual dalam perjuangannya pasti akan mudah patah di tengah jalan.
Itulah kenapa keikhlasan itu disebut sebagai ruhnya tindakan. Dengan ikhlas, orang tak larut ke dalam kekecewaan yang panjang saat menghadapi kegagalan. Dengan ikhlas, orang selalu punya motivasi untuk berbuat baik, untuk apa pun dan kepada siapa pun.

2. Mewujudkan cita-cita pendidikan Nasional (UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional) yaitu adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensin dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam konteks mewujudkan cita-cita tersebut, pemerintah melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan :
• Perbaikan sarana pendidikan dan tenaga kependidikan dengan menyiapkan anggaran yang cukup (20 % dari APBN) melalui BOS dan perbaikan gedung sekolah. Data depdiknas pada 2005-2006 yang menyatakan bahwa kerusakan kelas untuk tingkat dasar (SD) mencapai 25,72%, sementara untuk tingkat SMP dan SMA masing-masing sebanyak 4,85% dan 2,74%..
• Menekan angka siswa putus sekolah (Data Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas, menyebutkan bahwa angka putus sekolah pada tingkat SMA dari 33 provinsi mencapai angka 3,29%. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 1,81% dari jumlah 3.497,420 siswa. Sementara untuk tingkat SMP, dari jumlah total 8.073.389 siswa, angka putus sekolah mencapai 232.834 atau 2,88%. Angka putus sekolah yang tiap tahun meningkat merupakan indikator bahwa Pemerintah belum semaksimal memberikan kemudahan pelayanan kepada warganya untuk menuntut ilmu di negara ini). Padahal UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menegaskan dalam pasal 11 ayat 1 yang bunyi: Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa diskriminasi.
b. Peningkatan mutu lulusan (peringkat Ke-12 dari sekian negara di sektor pendidikan dengan proses KBM yang paling lama)
c. Peningkatan kualitas pendidik - Pada kenyataanya banyak guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan S-1, seperti yang diisyaratkan Undang-Undang (UU) No 14/2005 tentang guru dan dosen. Selain itu, banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang bidang ilmu yang dimiliki. Misalnya, guru berlatar belakang IPS mengajar IPA. Data DEPDIKNAS pada tahun 2005-2006, perentase guru layak mencapai 85,63% untuk SD negeri sementara SD swasta 74,11%. Di Indonesia hanya sepertiga guru berlatar belakang pendidikan setara sarjana.
d. Perubahan terutama mengenai prosedur proses pendidikan terutama pelaksanaan Kurikulum, yaitu
• Pada tahun 1994 dulu, ada perubahan kurkulum yang sebelumnya adalah CBSA ( Cara Belajar Siswa Aktif). Setelah berjalan beberapa tahun hal ini belum mencapai perbaikan mutu. Dan pada tahun-tahun itu ada perubahan nama jenjang pendidikan. Nama SMP yang ketika itu berubah menjadi SLTP kemudian berubah lagi pada tahun 2003 menjadi SMP. Perubahan ini tidaklah penting jika kita refleksikan dengan mutu pendidikan.
• Pada tahun 2004 ada kurikulum baru yang di harapkan menjadi sebuah perubahan bagi bangsa Indonesia. Kurikulum berbasis Kompetensi ( KBK ) inilah yang merupakan implementasi dari Pendidikan Karakter Bangsa ( PKB ) menjadikan siswa di tuntut lebih kompeten. Kompeten di sini adalah siswa tidak hanya diam mendengarkan guru berbicara atau ceramah tetapi bisa mencari sendiri pengetahuan lebih banyak dan ketika bertatap muka dengan gurunya nanti akan menanyakan hal belu mengerti. Sehingga bisa dikatakan sosok guru bukan sebagai pendidik yang berkuasa penuh tetapi sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk penilain kepada siswa dikategorikan dalam bentuk Kognitif (pengetahuan), Psikomotorik ( Praktek) dan Afektif (sikap). Dan ada program Remidial dalam kegiatan belajar me-ngajar bagi siswa yang belum tuntas dalam penilaian.
• Pada tahun 2006 dilakukan perbaikan kurikulum yaitu KBK tetapi bedanya yang diperkaya dengan prilaku pendidik membuat kurikulum sendiri di tingkat satuan pendidikan yang di kenal dengan .

3. Menjamin peningkatan ketrampilan siswa, sehingga dengan ketrampilan tersebut mereka dapat memperoleh kehidupan yang layak. Namun usaha tersebut akan terasa berat jika pelaku dan peserta pendidikan masih berfikir :
a. Pendidikan sekolah bukanlah fasilitas ala kadarnya, yang dapat diberikan dengan sengaja mendaruratkan keadaan, lalu diberikan layanan pendidikan di luar kebutuhan serta di bawah standar kompetensi peserta didik, dengan alasan “sekolah seadanya dulu, daripada tidak sekolah !”.
b. Pendidikan yang bekualitas tinggi, memang membutuhkan biaya tinggi, namun bangsa ini telah bersepakat di dalam Undang Undang Dasar bahwa setiap warga Negara memiliki hak untuk memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas tinggi itu, seberapapun mahalnya !
c. Pemerintah menjadi fasilitator utama bersama masyarakat yang mampu (melalui regulasi ketentuan hukum untuk partisipasi aktif pada sektor pendidikan), sehingga mampu merealisasikan anggaran 20 % APBN/APBD di sektor pendidikan secara nyata. Akhirnya, patut dikemukakan bahwa fasilitas pendidikan sekolah bukanlah fasilitas ala “permen karet” yang nampak di luar mulut selalu aktif mengunyah (makan), akan tetapi tak ada gizi yang dapat menyehatkan dan memenuhi kebutuhan serta mampu menyelamatkan masa depan anak bangsa.

4. Pendidikan menurut Komenius
a. Pendidikan merupakan manifestai integral hububngan manusia dengan alam dan Illahi. Pendidikan dalam gambaran ini adalah penciptaan sebuah model universal tentang “uomo vituoso” (manusia yang berkeutamaan).
b. Pendidikan adalah perpaduan antara tradisionalisme dan keharmonisan dengan kontinuitas tahap-tahap pemikiran manusia. Seorang anak kecil tidak bisa dipaksa untuk berpikir seperti orang dewasa. Pendidikan kepada anak harus disesuaikan dengan dunia anak-anak, dan sebaliknya untukk orang dewasa. Dengan melakukan pendidikan semacam ini, orang akan mengalami kegiatan pendidikan yang sangat menyenangkan.
c. Didattica Magna - Ini adalah sebuah karya yang sangat besar dalam bidang pendidikan. Dalam didattica magna Komenius menerangkan konsepnya tentang manusia dan takdir atau nasibnya, diantaranya dalah :
• Manusia adalah lebih tinggi, sempurna, dan paling baik dari segala ciptaan, dan karena ini maka tujuan akhir hidup manusia adalah kebersatuannya dengan sang pencipta yaitu Tuhan”. Pekerjaan guru harus cenderung kepada realisasi semua sublimasi ke dalam keberadaan manusia
• Pendidikan dan Masyarakat: “kita semua mempunyai keinginan untuk dididik” - Setiap manusia, untuk menjadi manusia, harus dibentuk, untuk: “tidak ada seorangpun yang percaya untuk benar-benar mampu menjadi manusia, jika tidak belajar untuk berkelakuan atau bertindak dari manusia.
• Kebutuhan tentang sekolah untuk Pendidikan. Pemeliharaan anak-anak menyentuh secara alamiah kepada orangtua, sebab mereka jarang mempunyai cukup waktu bebas dari mendedikasikan kepada pendidikan anak-anak; dan ini harus terjadi dalam istitusi persekolahan.
Berdasarkan hal ini, maka Komenius ingin membuka sekolah di mana saja: dalam setiap komunitas yang baik diorganisasi (entah kota, desa atau kampung) dibuka satu sekolah yang adalah tempat di mana pendidikan yang dibagi atau diberi kepada remaja dalam kelompok masyarakat.
• Metode merupakan proses bantu dalam analog kepada alam. Sekolah tidak perlu diatur dengan baik, dalam semua yang diajarkan tentang semua. Di dalam dia mereka menemukan tempat-tempat ideal tentang kebijaksanaan, kejujuran dan belas kasihan; pendidikan direalisasikan dengan kehalusan budi dan keramahan, tanpa kekejaman dan terpaksa; kultur yang didistribusikan adalah benar dan solid, tidak dangkal dan di manapun diusahakan. Secara khusus, pendidik, melalui suatu tindakan yang konstan kepada alam, menekankan aspek-aspek ini :
Suatu kecocokan pilihan dari isi-isi karena mengajar tidak berarti terlalu membebani pikiran siswa dari informasi-informasi yang mendasari pada imitasi tetapi membuka pikiran kepada intelligenza, mendapatkaan pengetahuan bukan dari buku-buku tetapi dari alam, seperti yang dibuat orang-orang antik;
Kesederhanaan, yang mana perlu berangkat dari arti-arti; Perencanaan pengajaran, yang harus membuat acuan kepada obyek-obyek, kepada pengalaman, kepada buku besar dari alam; Menggunakan buku-buku sederhana dan nyata dengan perawatan yang maksimal;
Tingkatan dan aturan logika-evolutif: pengajaran harus berproses dari yang lebih umum dan sintesis untuk melewati secara bertingkat pada kekhususan dan analisis; Kebersediaan arsistektonis sekolah; Mengu-sulkan, selanjutnya, sebuah metode untuk pengajaran ilmu, secara umum, tentang seni-seni, tentang bahasa-bahasa, dan terutama tentang moral dan devosi.
Mempertahankan bahwa, metode pendidikan harus ditinggalkan jejak pada cinta, kebebasan, pada penghormatan pendidik, kepada keramah-tamahan.

III. FUNGSI PENDIDIIKAN
Telah kita singgung terdahulu bahwa pendidikan atau tarbiyah berasal dari kata "rabaa-yarbuu-riban wa rabwah" yang berate "berkembang, tumbuh, dan subur". Dalam Al Qur''an, kata "rabwah" berarti bukit-bukit yang tanahnya subur untuk tanam-tanaman.
Kata "rabwah" berarti bukit-bukit yang tanahnya subur untuk tanam-tanaman dalam Al Qur'an ditemukan dengan jelas pengertian tersebut misalnya QS: Al Baqarah : 265.

Sedangkan kata "riban" mengandung makna yang sama. Lihat QS: Ar Ruum : 39.

Dengan pengertian ini jelas bahwa mendidik atau "rabba" bukan berarti "mengganti" (tabdiil) dan bukan pula berarti "merubah" (taghyiir). Melainkan menumbuhkan, mengem-bangkan dan menyuburkan, atau lebih tepat "mengkondisikan" sifat-sifat dasar (fithrah) seorang anak yang ada sejak awal penciptaannya agar dapat tumbuh subur dan berkembang dengan baik. Jika tidak, maka fithrah yang ada dalam diri seseorang akan terkontaminasi oleh " kuman-kuman" kehidupan itu sendiri. Kuman-kuman kehidupan inilah yang diistilahkan oleh hadits tadi dengan "tahwiid" (mengyahudikan) "tanshiir" (menasrani-kan) dan "tamjiis" (memajusikan). Pada hadits yang lain disebutkan "ijtaalathu as Syaithaan" (digelincirkan oleh syetan).
Kuman-kuman kehidupan atau meminjam istilah hadits lain "duri-duri perjalanan" (syawkah) tentu semakin nyata dan berbahaya di zaman dan di mana kita hidup saat ini. Masalahnya, apakah kenyataan ini telah membawa kesadaran bagi kita untuk membentengi diri dan keluarga kita ? "Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kamu dan keluarga-keluarga kamu dari api neraka" (QS: At Tahriim:6).
Tujuan pendidikan merupakan gambaran kondisi akhir atau nilai-nilai yang ingin dicapai dari suatu proses pendidikan. Setiap tujuan pendidikan memiliki dua fungsi, yaitu (a) menggambarkan tentang kondisi akhir yang ingin dicapai, dan (b) memberikan arah dan cara bagi semua usaha atau proses yang dilakukan.
Dalam undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 dikatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3, maka pemikiran yang berkaitan dengan fungsi pendidikan adalah :
A. Mengembangkan kemampuan – menggambarkan bahwa yang harus dikembangkan dalam diri peserta didik adalah potensi-potensi yang dimilikinya, bukan berarti menjejali dengan ilmu pengetahuan semata tanpa mempertimbangkan potensi-potensinya dalam hidup dan penghidupan selaku manusia yang mempunyai keinginan, nafsu, akal dan naluri kemanusiannya.
B. Membentuk watak – mengandung arti bahwa pendidikan yang dilakukan dapat mem-bentuk watak, sikap, karakter individu yang berada pada lingkungan masyarakatnya, yang cenderung bersifat positif dan tidak bertentangan tatanan tabiat, watak, karakter manusia lainnya.
C. Serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa – Peradaban bangsa yang bermartabat dengan kata lain suatu peradaban yang memili nilai-nilai luhur suatu bangsa yang sarat degan nilai-moral-norma bangsanya sendiri. Peradaban suatu bangsa akan diwarnai oleh kemajuan Pendidikan dan teknologinya, bagaimana pola hidup orang-orang yang sudah maju dalam pen-didikannya, bagaimana pola hidup manusia yang sudah modern sebagai pembentukan dari kemajuan teknologi, semua itu semakin banyak mewarnai budaya suatu bangsa yang menjamaninya. Oleh karena itu peradaban bangsa yang bermartabat cenderung menitikberatkan pada dasar ideologi suatu bangsa itu, dan dalam kehidupan bangsa Indonesia yang dimaksud dengan bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang meletakan ideologi hidupnya adalah nilai-moral-norma Agama Islam sebagai sumber nilai-moral-norma yang mutlak sifatnya bagi seorang muslim yang baik.
D. Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa – mencerdaskan kehidupan bangsa disini memiliki arti tarap pendidikan rakyat pada umumnya sudah seimbang antara jumlah penduduk dengan tingkat rata-rata pendidikan penduduk yang ada, seperti halnya pencanangan wajib belajar sembilan tahun dengan harapan ideal pemerintah, tidak ada lagi yang buta hurup dan buta aksara pada tatanan penduduk bangsa Indonesia ini (M. Syamsi Ali, 2009)

Dalam The function of education is to teach one to think intensively and to think critically... Intelligence plus character - that is the goal of true education.” (Martin Luther King jr - http://id.answers.yahoo.com/question) dijelaskan bahwa fungsi pendidikan adalah sebagai berikut :
A. Pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-ekonomis merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikan dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam ekonomi yang kompetitif. Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan.
Para penganut teori human capital berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun non-moneter. Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya. (Walter W. McMahon dan Terry G. Geske, Financing Education: Overcoming Inefficiency and Inequity, USA: University of Illionis, 1982, h.121).
B. Investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja. Investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain fungsi teknis-ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan.


IV. KESIMPULAN
Arah pendidikan adalah jalan kemana pendidikan tersebut dibawa – dengan mendasarkan pemikiran pada UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, maka arah pendidikan adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dilakukan perbaikan dan peningkatan mutu sarana prasarana, peserta didik, pendidik dan proses pendidikan beserta perangkat yang berkait dengannya.
Arah pengembangan pendidikan tersebut diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

4 Comments:

  1. Unknown said...
    this website is on a very well-known search engine like google or yahoo which at that time i was looking for something on your website, and this is a very dumb website to inform me
    dominoqq online
    poker online
    bandar judi
    judi terpercaya
    agen domino
    situs bandarq
    adminkamprett said...
    I get your website from the Google search engine, where your website is in the top 1 Google, so searching for sites about complete information is only here, so for you admin who created this site, keep posting other recent articles.
    Situs Poker Online
    Agen DominoQQ
    Domino QQ Terpercaya
    Situs DominoQQ
    Data Keluaran Nomor Togel said...
    Headline news for all, please come to me, website data pengeluaran dan keluaran togel
    Data Pengeluaran Togel,
    Data Togel Hari Ini,
    Hasil Keluaran Togel,
    jeniffer said...
    I strongly acknowledge the skill of creating websites and articles that are very high and professional for this website which is very helpful to me, this is a website that gives very interesting insights to be viewed and saved
    Agen Dominoqq Terpercaya
    Agen QQ Domino Terpercaya
    Agen CemeQQ
    CemeQQ Online Terpercaya
    dominoqq online terbaik
    domino qq online
    bandar dominoqq
    judi qq domino online

Post a Comment



Template by:
Free Blog Templates