Selasa, 11 Mei 2010
METODE TANYA JAWAB DAN KARYA WISATA DALAM PEMBELAJARAN
Editor : Drs. IHSAN
I. METODE TANYA JAWAB
A. Penggunaan Metode Tanya Jawab
Dalam penggunaan metode mengajar di dalam kelas, tidak hanya Guru saja yang senantiasa berbicara seperti halnya dengan metode ceramah. melainkan mencakup pertanyaan-pertanyaan dan penyumbang ide-ide dari pihak siswa. Cara mengajar yang serupa ini dapat dibedakan dalam dua jenis ialah : metode tanya jawab dan metode diskusi.
Perbedaan pokok antara kedua metode tersebut terletak dalam
1. Corak pertanvaan yang diajukan oleh Guru - Pada hakikatnya metode tanya-jawab berusaha menanyakan apakah murid telah mengtahui fakta-fakta tertentu yang sudah diajarkan. Dalam hal lain siswa juga bermaksud ingin mengetahui tingkat-tingkat proses pemikiran murid. Melalui metode tanya-jawab Guru ingin mencari jawaban yang tepat dan faktual.
2. Sifat pengambilan bagian yang diharapkan dari pihak siswa - Sebaliknya dengan metode diskusi, Guru mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang agak berlainan sifatnya. Di sini Guru merangsang siswa menggunakan fakta-fakta yang dipelajari untuk memecahkan suatu persoalan. Pertanyaan seperti ini biasanya tidak mempunyai jawaban yang tepat dan tunggal, melainkan lebih dari sebuah jawaban. Dari penjelasan tersebut kita ketahui bahwa metode, tanya-jawab mempunyai wilayah yang saling mencakup dengan metode diskusi, sehingga kadang-kadang sukar dibedakan, apakah yang sedang dipakai oleh Guru dalam suatu kelas. Tetapi lepas dari kenyataan bahwa kedua metode ini sering sukar dibedakan, akan tetapi tujuan dan teknik masing-masing cukup mempunyai perbedaan yang besar sehingga dalam uraian ini seyogyanya dibedakan.
Label: Met. PAI STAIM
Sifat-Sifat Allah dalam Perspektif Theologi Maturidiyah-Asy'ariyah
0 komentar Diposting oleh ZABAZ di 15.53TELAAH THEOLOGIS ATAS SIFAT-SIFAT ALLAH DALAM PERSPEKTIF THEOLOGI MATURIDIYAH-ASY'ARIYAH
I. MUKADDIMAH
Hingga saat ini kita telah menganalisa dua pembahasan dalam masalah pengenalan Tuhan, pembahasan pertama adalah tentang prinsip keberadaan Tuhan, pengenalan terhadap-Nya secara fitrah dan akal, juga mengenai metode pengenalan Tuhan yang paling mendasar. Pada pembahasan kedua kita telah pula membicarakan masalah tauhid sebagai inti pengenalan Tuhan dalam Islam. Pada pembahasan ketiga ini kita akan menganalisa masalah-masalah yang berkaitan dengan sifat-sifat Tuhan.
Pada pembahasan-pembahasan terdahulu, kami telah menyinggung bahwa manusia memiliki dua bentuk pengenalan terhadap Tuhan, yaitu:
A. Pengenalan hudhuri yang bersumber langsung dari pertalian sebab-akibat antara Wajib al-Wujud (Tuhan) dan mumkin al-wujud (makhluk) dan keniscayaan kebergantungan wujud manusia kepada Tuhan.
B. Pengenalan hushuli yang terwujud lewat akal-pikiran dan pemahaman-pemahaman teoritis manusia. Sebagaimana yang telah kami katakan bahwa pengenalan semacam ini tidak berhubungan dengan pengenalan hakikat dzat Tuhan, melainkan pengenalan yang hanya berkaitan dengan sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan Tuhan. Oleh karena itu, pengenalan hushuli kita kepada Tuhan yang murni dihasilkan dari pemahaman-pemahaman akal-pikiran hanya berkaitan dengan sifat dan perbuatan Tuhan. Dari sini kita bisa memberikan penekanan yang lebih pada pembahasan sifat-sifat Tuhan dan perannya dalam pengenalan Tuhan, karena dengan semakin luas pengenalan kita atas sifat-sifat Tuhan maka akan mencapai kesempurnaan pengenalan terhadap-Nya.
Label: Ilmu Kalam STAIM
ALIRAN QODARIYAH-MU'TAZILAH
(Sebuah Pemikiran antithesis terhadap fatalisme-predestination Jaham Bin Sofwan)
I. SEJARAH PERKEMBANGAN THEOLOGI ISLAM
Problematika teologis di kalangan umat Islam baru muncul pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib (656-661M) yang ditandai dengan munculnya kelompok dari pendukung Ali yang memisahkan diri mereka karena tidak setuju dengan sikap ‘Ali yang menerima Tahkim dalam menyelesaikan konfliknya dengan Muawiyah bin Abi Sofyan, Gubernur Syam, pada waktu Perang Siffin Di situ ‘Ali mengalami kekalahan di plomatis dan kehilangan kekuasaan “de jure”-nya. Karena itu mereka memisahkan diri dengan membentuk kelompok baru yang kelak terkenal dengan sebutan kaum Khawarij (Pembelot atau Pemberontak). Kaum Khawarij memandang ‘Ali dan Mu’awiyah sebagai kafir karena mengkompromikan yang benar (haqq) dengan yang palsu (bathil). Karena itu mereka merencanakan untuk membunuh ‘Ali dan Mu’awiyah. Tapi kaum Khawarij, melalui seseorang bernama Ibn Muljam, hanya berhasil membunuh ‘Ali, sedangkan Mu’awiyah hanya mengalami luka-luka saja.
Label: Ilmu Kalam STAIM
Al Asy'ari; Theolog Kontemporer Penyeimbang Pemikiran-pemikiran Kalam
0 komentar Diposting oleh ZABAZ di 15.49AL ASY'ARI; THEOLOG KONTEMPORER PENYEIMBANG PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KALAM
I. SEJARAH RINGKAS ABU HASAN AL ASY'ARI
A. Asal-usul Abu Hasan Al Asy'ari
Abul Hasan Al-Asya’ari dilahirkan pada tahun 260 H/874 M di Bashrah dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 324 H/936 M. Ia berguru kepada Abu Ishaq Al-Marwazi, seorang fakih madzhab Syafi’i di Masjid Al-Manshur, Baghdad. Ia belajar ilmu kalam dari Al-Jubba’i, seorang ketua Muktazilah di Bashrah.
Setelah ayahnya meninggal, ibunya menikah lagi dengan Abu Ali Al-Jubba’i, salah seorang pembesar Muktazilah. Hal itu menjadikan otaknya terasah dengan permasalahan kalam sehingga ia menguasai betul berbagai metodenya dan kelak hal itu menjadi senjata baginya untuk membantah kelompok Muktazilah.
Al-Asy’ari yang semula berpaham Muktazilah akhirnya berpindah menjadi Ahli Sunnah. Sebab yang ditunjukkan oleh sebagian sumber lama bahwa Abul Hasan telah mengalami kemelut jiwa dan akal yang berakhir dengan keputusan untuk keluar dari Muktazilah. Sumber lain menyebutkan bahwa sebabnya ialah perdebatan antara dirinya dengan Al-Jubba’i seputar masalah ash-shalah dan ashlah (kemaslahatan).
Label: Ilmu Kalam STAIM
ABU MANSUR AL MATURIDI;
PENGGAGAS UTAMA THEOLOGI SUNNI
I. THEOLOGI SUNNI (AL MATURIDI DAN ASY'ARIYAH)
A. Sunni Dalam Kajian Terminologis
As-Sunnah dalam istilah mempunyai beberapa makna. Al-Imam Ibnu Rajab mengatakan : “….. Dari Abu Sufyan Ats-Tsauri ia berkata : "Berbuat baiklah terhadap ahlus-sunnah karena mereka itu ghuraba”; yaitu “Thariqah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana beliau dan para shahabat berada di atasnya. Yang selamat dari syubhat dan syahwat”, oleh karena itu Al-Fudhail bin Iyadh mengatakan : “Ahlus Sunnah itu orang yang mengetahui apa yang masuk ke dalam perutnya dari yang halal”.
Karena tanpa memakan yang haram termasuk salah satu perkara sunnah yang besar yang pernah dilakukan oleh Nabi dan para. Kemudian dalam pemahaman kebanyakan Ulama Muta’akhirin dari kalangan Ahli Hadits dan lainnya. As-Sunnah itu ungkapan tentang apa yang selamat dari syubhat-syubhat dalam i’tiqad khususnya dalam masalah-masalah iman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir, begitu juga dalam masalah-masalah Qadar dan Fadhailush-Shahabah .
Label: Ilmu Kalam STAIM
I. PENGERTIAN TAUBAT DAN RAJA'
A. Pengertian Taubat
Yang dimaksud dengan taubat masa sekarang: meninggalkan secara langsung dosa yang sedang dilakukan. Adapun taubat masa yang akan datang: bertekad untuk tidak melakukan kembali.
Taubat secara etimologis (bahasa) berasal dari kata tâba (fi’il madhi), yatûbu (fi’il mudhari’), taubatan (mashdar), yang berarti “kembali” atau “pulang” (raja’a) (Haqqi, 2003). Adapun secara terminologis (menurut makna syar’i), secara ringkas Imam an-Nawawi mengatakan, taubat adalah raja’a ‘an al-itsmi (kembali dari dosa) (Syarah Shahih Muslim, XVII/59). Dengan kata lain, taubat adalah kembali dari meninggalkan segala perbuatan tercela (dosa) untuk melakukan perbuatan yang terpuji.
Taubat tersebut adalah suatu keniscayaan bagi manusia, sebab tidak satu pun anak keturunan Adam AS di dunia ini yang tidak luput dari berbuat dosa. Semua manusia, pasti pernah melakukan berdosa. Hanya para nabi dan malaikat saja yang luput dari dosa dan maksiyat (lihat Qs. at-Tahrim [66]: 6). Manusia yang baik bukan orang yang tidak berdosa, melainkan manusia yang jika berdosa dia melakukan taubat. Rasulullah Saw telah bersabda: “Setiap anak Adam (manusia) mempunyai salah (dosa), dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat.” [HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah] .
Label: SMAN 1 TUBAN
MUKADIMAH
Zakat merupakan pokok agama yang sangat penting dan strategis dalam Islam, karena zakat adalah rukun Islam ketiga setelah syahadat dan shalat. Jika shalat berfungsi untuk membentuk keshalihan dari sisi pribadi, maka zakat berfungsi membentuk keshalihan dalam sistim sosial kemasyarakatan. Pembentukan keshalihan pribadi dan keshalihan dalam sistem masyarakat inilah salah satu tujuan diturunkannya Risalah Islam oleh Allah SWT kepada manusia.
Di masyarakat kita pengetahuan, kesadaran dan pengalaman terhadap perintah shalat sudah cukup merata, namun tidak begitu dengan perintah zakat. Sementara Al-Qur'an menyebutkan perintah shalat dan zakat dalam 27 tempat atau ayat, sehingga pelaksanaan shalat dan zakat merupakan satu kesatuan yang tidak mungkin dipisahkan. Hal ini tercermin pula pada masa pemerintahan Abu Bakar ra, saat melihat dalam masyarakat mulai ada pemilahan antara perintah zakat dan shalat, beliau meng- ungkapkan: "Demi Allah, saya akan memerangi orang-orang yang memisahkan antara shalat dan zakat, karena zakat adalah kewajiban atas harta". (HR Jama'ah ).
Label: SMAN 1 TUBAN