Jumat, 25 Maret 2011


PENGERTIAN,  TUJUAN DAN RUANG LINGKUP PENDIDIKAN ISLAM



A.    PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya pedagogis untuk menstranfer sejumlah nilai yang dianut oleh masyarakat suatu bangsa kepada sejumlah subjek didik melalui proses pembelajaran. Sistem nilai tersebut tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar pandangan hidup bangsa itu.
Menurut Juhn Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
Menurut H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
Menurut Frederick J. Mc Donald, pendidkan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan atau perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh sesorang.
Menurut M.J. Langeveld, pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
Rupert C. Lodge dalam philosophy of education menyatakan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Sehingga dengan kata lain, kehidupan adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan itu. Sedangkan Joe Pack merumuskan pendidikan sebagai “the art or process of imparting or acquiring knomledge and habit through instructional as study”. Dalam definisi ini tekanan kegiatan pendidikan diletakkan pada pengajaran (instruction), sedangkan segi kepribadian yang dibina adalah aspek kognitif dan kebiasaan. Theodore Meyer Greene mengajukan definisi pendidikan yang sangat umum. Menurutnya pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna. Alfred North Whitehead menyusun definisi pendidikan yang menekankan segi ketrampilan menggunakan pengetahuan.[1]
Untuk itu, pengertian pendidikan secara umum, yang kemudian dihubungkan dengan Islam sebagai suatu sistem keagamaan - menimbulkan pengertian pengertian baru yang secara implisit menjelaskan karakteristik karakteristik yang dimilikinya. Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya, dalam konteks Islam inheren salam konotasi istilah “tarbiyah”, “ta’lim” dan “ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam; informal, formal, dan nonformal  (read more klik judul).[2]

B.    PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM
Dari berbagai literatur terdapat berbagi macam pengertian pendidikan Islam. Menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi, perasaannya halus, profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya. Sedang Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Sedangkan menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, pendidikan adalah suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan pendidikan tersebut[3].1
Maka dari itu berdasarkan definisinya, Rupert C. Lodge dalam philosophy of education menyatakan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Sehingga dengan kata lain, kehidupan adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan itu. Sedangkan Joe Pack merumuskan pendidikan sebagai “the art or process of imparting or acquiring knomledge and habit through instructional as study”. Dalam definisi ini tekanan kegiatan pendidikan diletakkan pada pengajaran (instruction), sedangkan segi kepribadian yang dibina adalah aspek kognitif dan kebiasaan. Theodore Meyer Greene mengajukan definisi pendidikan yang sangat umum. Menurutnya pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna. Alfred North Whitehead menyusun definisi pendidikan yang menekankan segi ketrampilan menggunakan pengetahuan.[4]
Untuk itu, pengertian pendidikan secara umum, yang kemudian dihubungkan dengan Islam -sebagai suatu sistem keagamaan- menimbulkan pengertian pengertian baru yang secara implisit menjelaskan karakteristik karakteristik yang dimilikinya. Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya, dalam konteks Islam inheren salam konotasi istilah “tarbiyah”, “ta’lim” dan “ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam; informal, formal, dan nonformal.[5]
Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Dari definisi dan pengertian itu ada tiga unsur yang membentuk pendidikan yaitu adanya proses, kandungan, dan penerima. Kemudian disimpulkan lebih lanjut yaitu " sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke dalam diri manusia".
Jadi definisi pendidikan Islam adalah, pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempattempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian. Jadi pendidikan ini hanyalah untuk manusia saja.
Kembali kepada definisi pendidikan Islam yang menurut Al-Attas diperuntukkan bagi manusia saja. menurutnya pendidikan Islam dimasukkan dalam At-ta'dib, karena istilah ini paling tepat digunakan untuk menggambarkan pengertian pendidikan itu, sementara istilah tarbiyah terlalu luas karena pendidikan dalam istilah ini mancakup juga pendidikan kepada hewan. Menurut Al-Attas Adabun berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hierarkis sesuai dengan beberapa tingkat dan tingkatan derajat mereka dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kepastian dan potensi jasmaniah, intelektual, maupun rohaniah seseorang.
Dari pengertian Al-Attas tersebut dibutuhkan pemahaman yang mendalam, arti dari pengertian itu adalah, "pengenalan" adalah menemukan tempat yang tepat sehubungan denagn apa yang dikenali, sedangkan "pengakuan" merupakan tindakan yang bertalian dengan pengenalan tadi. Pengenalan tanpa pengakuan adalah kecongkakan, dan pengakuan tanpa pengenalan adalah kejahilan belaka. Dengan kata lain ilmu dengan amal haruslah seiring. Ilmu tanpa amal maupun amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan. Kemudian tempat yang tepat adalah kedudukan dan kondisinya dalam kehidupan sehubungan dengan dirinya, keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakatnya, maksudnya dalam mengaktualisasikan dirinya harus berdasarkan kriteria Al-Quran tentang ilmu, akal, dan kebaikan (ihsan) yang selanjutnya mesti bertindak sesuai dengan ilmu pengetahuan secara positif, dipujikan serta terpuji.
Dalam pandangan Al-Attas pendidikan Islam harus terlebih dahulu diberikan kepada manusia sebagi peserta didik, pendidikan tersebut berupa pengetahuan tentang manusia disusul dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya. Dengan demikian dia akan tahu jati dirinya dengan benar, tahu "dari mana dia, sedang dimana dia, dan mau kemana dia kelak". Jika ia tahu jati dirinya, maka ia akan selalu ingat dan sadar serta mampu dalam memposisikan dirinya, baik terhadap sesama makhluk, dan yang terlebih lagi kepada Allah SWT.Ketiga realita yaitu, manusia, alam, dan Tuhan diakui keberadaannya, dengan Tuhan sebagai sumber dari segalanya (alam dan manusia). Tuhan dapatdipahami sebagaimana dinformasikan dalam Al-Quran sebagi Rabb al-Alamin, dan Rabb al-Nass. Amrullah Ahmad menilai bahwa dalam definisi pendidikan Al- Attas mengandung proses pengajaran seseorang dalam tatanan kosmis dan sosial yang akan mengantarkannya untuk menemukan fungsinya sebagi kholifah.

C.    RUANG LINGKUP PENDIDIKAN ISLAM
Proses tarbiyah (pendidikan) mempunyai tujuan untuk melahirkan suatu generasi baru dengan segala crri-cirinya yang unggul dan beradab. Penciptaan generasi ini dilakukan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan yang sepenuhnya dan seutuhnya kepada Allah SWT melalui proses tarbiyah. Melalui proses tarbiyah inilah, Allah SWT telah menampilkan peribadi muslim yang merupakan uswah dan qudwah melalui Muhammad SAW. Peribadinya merupakan manifestasi dan jelmaan dari segala nilai dan norma ajaran Al-Quran dan sunah Rasulullah.
Asyyahid Sayyid Qutb telah merumuskan tiga faktor pendidikan bagi anak. Pertama, Al-Quran sebagai sumber pembentukan yang satu-satunya. Natijah dari keaslian sumber ini ialah lahirnya generasi yang serba murni hati, akal, tasawwuf dan perasaan yang ikhlas. Kedua, membaca dan mempelajari Al-Quran dengan maksud untuk melaksanakan perintah Allah dengan serta merta sebaik sahaja didengar dan difahami. Dan ketiga, pengislaman yang sama sekali mengakhiri kejahilan silam dan memisahkan dari kejahilan sekitarnya.
Lingkup materi pendidikan Islam secara lengkap dikemukakan oleh Heri Jauhari Muchtar dalam bukunya “Fikih Pendidikan”, bahwa pendidikan Islam melingkupi:
1.    Pendidikan keimanan (Tarbiyatul imaniyah),
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia memberikan pelajaran kepadanya:”hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesengguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang nyata.” (Q.S 31:13)

Bagaimana cara mengenalkan Allah SWT dalam kehidupan anak?
a.    Menciptakan hubungan yang hangat dan harmonis (bukan memanjakan)
Jalin hubungan komunikasi yang baik dengan anak, bertutur kata lembut, bertingkah laku positif. Hadits Rasulullah : “cintailah anak-anak kecil dan sayangilah mereka…:” (H.R Bukhari)“Barang siapa mempunyai anak kecil, hendaklah ia turut berlaku kekanak-kanakkan kepadanya.”    (H.R Ibnu Babawaih dan Ibnu Asakir)
b.    Menghadirkan sosok Allah melalui aktivitas rutin - seperti ketika kita bersin katakan alhamdulillah. Ketika kita memberikan uang jajan katakan bahwa uang itu titipan Allah jadi harus dibelanjakan dengan baik seperti beli roti.
c.    Memanfaatkan momen religious - seperti Sholat bersama, tarawih bersama di bulan ramadhan, tadarus, buka shaum bareng.
d.    Memberi kesan positif tentang Allah dan kenalkan sifat-sifat baik Allah
Jangan mengatakan “ nanti Allah marah kalau kamu berbohong” tapi katakanlah “ anak yang jujur disayang Allah”.
e.    Beri teladan - anak akan bersikap baik jika orang tuanya bersikap baik karena anak menjadikan orang tua model atau contoh bagi kehidupannya. “hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”.(Q.S 61:2-3)
f.     Kreatif dan terus belajar - sejalan dengan perkembangan anak. Anak akan terus banyak memberikan pertanyaan. Sebagai orang tua tidak boleh merasa bosan dengan pertanyaan anak malah kita harus dengan bijaksana menjawab segala pertanyaannya dengan mengikuti perkembangan anak.

2.    Pendidikan keimanan (Tarbiyatul imaniyah),

3.    Pendidikan moral/akhlak ((Tarbiyatul khuluqiyah),
Hadits dari Ibnu Abas Rasulullah bersabda:“… Akrabilah anak-anakmu dan didiklah akhlak mereka”.
Rasulullah saw bersabda:”Suruhlah anak-anak kamu melakukan shalat ketika mereka telah berumur tujuh tahun dan pukullah mereka kalau meninggalkan ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud)
Bagaimana cara megenalkan akhlak kepada anak :
a.    Penuhilah kebutuhan emosinya - dengan mengungkapkan emosi lewat cara yang baik. Hindari mengekspresikan emosi dengan cara kasar, tidak santun dan tidak bijak. Berikan kasih saying sepenuhnya, agar anak merasakan bahwa ia mendapatkan dukungan. Hadits Rasulullah : “ Cintailah anak-anak kecil dan sayangilah mereka …:” (H.R Bukhari)
b.    Memberikan pendidikan mengenai yang haq dan bathil “Dan janganlah kamu campur adukan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui .”(Q.S 2:42) Seperti bahwa berbohong itu tidak baik, memberikan sedekah kepada fakir miskin itu baik.
c.    Memenuhi janji - Hadits Rasulullah :”…. Jika engkau menjanjikan sesuatu kepada mereka, penuhilah janji itu. Karena mereka itu hanya dapat melihat, bahwa dirimulah yang memberi rizki kepada mereka.” (H.R Bukhari)
d.    Meminta maaf jika melakukan kesalahan
e.    Meminta tolong/ mengatakan tolong jika kita memerlukan bantuan.
f.     Mengajak anak mengunjungi kerabat

4.    Pendidikan jasmani (Tarbiyatul jasmaniyah) .
Dengan memenuhi kebutuhan makanan yang seimbang, memberi waktu tidur dan aktivitas yang cukup agar pertumbuhan fisiknya baik dan mampu melakukan aktivitas seperti yang disunahkan Rasulullah :“ Ajarilah anak-anakmu memanah, berenang dan menunggang kuda.” (HR. Thabrani)

5.    Pendidikan rasio (Tarbiyatul aqliyah),
Menurut kamus Psikologi istilah intelektual berasal dari kata intelek yaitu proses kognitif/berpikir, atau kemampuan menilai dan mempertimbangkan. Pendidikan intelektual ini disesuaikan dengan kemampuan berpikir anak. Menurut Piaget seorang Psikolog yang membahas tentang teori perkembangan yang terkenal juga dengan Teori Perkembangan Kognitif mengatakan ada 4 periode dalam perkembangan kognitif manusia, yaitu:
a.    Periode 1, 0 tahun – 2 tahun (sensori motorik) - Mengorganisasikan tingkah laku fisik seperti menghisap, menggenggam dan memukul pada usia ini cukup dicontohkan melalui seringnya dibacakan ayat-ayat suci al-Quran atau ketika kita beraktivitas membaca bismillah.
b.    Periode 2, 2 tahun – 7 tahun (berpikir Pra Operasional) - Anak mulai belajar untuk berpikir dengan menggunakan symbol dan khayalan mereka tapi cara berpikirnya tidak logis dan sistematis. Seperti contoh nabi Ibrahim mencari Robbnya.
c.    Periode 3, 7 tahun- 11 tahun (Berpikir Kongkrit Operasional) - Anak mengembangkan kapasitas untuk berpikir sistematik.  Contoh : Angin tidak terlihat tetapi dapat dirasakan begitu juga dengan Allah SWT tidak dapat dilihat tetapi ada ciptaannya.
d.    Periode 4, 11 tahun- Dewasa (Formal Operasional) - Kapasitas berpikirnya sudah sistematis dalam bentuk abstrak dan konsep

6.    Pendidikan kejiwaan/hati nurani (Tarbiyatulnafsiyah)
          “Dan janganlah kamu bersifat lemah dan jangan pula berduka cita, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. 3:139) untuk itu pendidikan diharapkan mampu memberikan kebutuhan emosi, dengan cara memberikan kasih saying, pengertian, berperilaku santun dan bijak, menumbuhkan rasa percaya diri dan memberikan semangat tidak melemahkan

7.    Pendidikan sosial/kemasyarakatan (Tarbiyatul ijtimaiyah)



8.    Pendidikan seksual (Tarbiyatul Syahwaniyah).

Ketujuh ruang lingkup materi pendidikan Islam di atas yang akan saya uraikan dalam tulisan ini manjadi 3 materi pokok pembahasan yang terkandung dalam
1.    Tarbiyah Aqliyah (IQ learning) - pendidikan rasional (intellegence question learning) merupakan pendidikan yang mengedapan kecerdasan akal. Tujuan yang diinginkan dalam pendidikan itu adalah bagaimana mendorong anak agar bisa berfikir secara logis terhadap apa yang dlihat dan diindra oleh mereka. Input, proses, dan output pendidikan anak diorientasikan pada rasio (intellegence oriented), yakni bagaimana anak dapat membuat analisis, penalaran, dan bahkan sintesis untuk menjustifikasi suatu masalah. Misalnya melatih indra untuk membedakan hal yang di amati, mengamati terhadap hakikat apa yang di amati, mendorong anak bercita cita dalam menemukan suatu yang berguna, dan melatih anak untuk memberikan bukti terhadap apa yang mereka simpulkan.
2.    Tarbiyyah Jismiyah (Physical learning) - segala kegiatan yang bersifat fisik untuk mengembangkan biologis anak tingkat daya tubuh sehingga mampu untuk melaksanakan tuigas yang di berikan padanya baik secara indifidu ataupun sosial nantinya , dengan keyakinan bahwa dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat “al-aqlussalim fi jismissaslim“ sehingga banyak di berikan beberapa permainan oleh mereka dalam jenis pendidikan ini.
3.    Tarbiyatul Khuluqiyyah (SQ learning) - Tarbiyah khuluqiyyah disini di artikan sebagai konsistensi seseorang bagaimana memegang nilai kebaikan dalam situasi dan kondisi apapun dia berada seperti; kejujuran, keihlasan, mengalah, senang bekerja dan berkarya, kebersihan, keberanian dalam membela yang benar, bersandar pada diri tidak pada orang lain, dan begitu juga bagaimana tata cara hidup berbangsa dan bernegara.


D.   TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek tujuan. Merumuskan tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak dalam mendefiniskan pendidikan itu sendiri yang paling tidak didasarkan atas konsep dasar mengenai manusia, alam, dan ilmu serta dengan pertimbangan prinsip prinsip dasarnya. Hal tersebut disebabkan pendidikan adalah upaya yang paling utama, bahkan satu satunya untuk membentuk manusia menurut apa yang dikehendakinya. Karena itu menurut para ahli pendidikan, tujuan pendidikan pada hakekatnya merupakan rumusan-rumusan dari berbagai harapan ataupun keinginan manusia.[6]
Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa. Dengan ini pula keutamaan itu akan merata dalam masyarakat.[7]
Hujair AH. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan misi pendidikan Islam. Menurutnya sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi dan misi yang ideal, yaitu “Rohmatan Lil ‘Alamin”. Selain itu, sebenarnya konsep dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam dan menyangkut persoalan hidup multi dimensional, yaitu pendidikan yang tidak terpisahkan dari tugas kekhalifahan manusia, atau lebih khusus lagi sebagai penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur, dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam al Qur’an. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, sebab visi dan misinya adalah “Rohmatan Lil ‘Alamin”, yaitu untuk membangun kehidupan dunia yang yang makmur, demokratis, adil, damai, taat hukum, dinamis, dan harmonis.[8]
Munzir Hitami berpendapat bahwa tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan hidup manusia, biarpun dipengaruhi oleh berbagai budaya, pandangan hidup, atau keinginan-keinginan lainnya. Bila dilihat dari ayat-ayat al Qur’an ataupun hadits yang mengisyaratkan tujuan hidup manusia yang sekaligus menjadi tujuan pendidikan, terdapat beberapa macam tujuan, termasuk tujuan yang bersifat teleologik itu sebagai berbau mistik dan takhayul dapat dipahami karena mereka menganut konsep konsep ontologi positivistik yang mendasar kebenaran hanya kepada empiris sensual, yakni sesuatu yang teramati dan terukur.[9]
Qodri Azizy menyebutkan batasan tentang definisi pendidikan agama Islam dalam dua hal, yaitu; a) mendidik peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam; b) mendidik peserta didik untuk mempelajari materi ajaran Islam. Sehingga pengertian pendidikan agama Islam merupakan usaha secara sadar dalam memberikan bimbingan kepada anak didik untuk berperilaku sesuai dengan ajaran Islam dan memberikan pelajaran dengan materi-materi tentang pengetahuan Islam.[10]
 Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat (lihat S. Al-Dzariat:56; S. ali Imran: 102).
Dalam konteks sosiologi pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil ‘alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam.
Tujuan khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui pendidikan Islam. Sifatnya lebih praxis, sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan. Dengan kerangka tujuan ini dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di dalam tahap-tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai.
Dalam tujuan khusus tahap-tahap penguasaan anak didik terhadap bimbingan yang diberikan dalam berbagai aspeknya; pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, ketrampilan atau dengan istilah lain kognitif, afektif dan psikomotor. Dari tahapan ini kemudian dapat dicapai tujuan-tujuan yang lebih terperinci lengkap dengan materi, metode dan system evaluasi. Inilah yang kemudian disebut kurikulum, yang selanjutnya diperinci lagi kedalam silabus dari berbagai materi bimbingan.
Dasar-dasar pendidikan Islam, secara prinsipil diletakkan pada dasar-dasar ajaran Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya, yaitu:
1.    Al-Qur’an dan Sunnah, karena memberikan prinsip yang penting bagi pendidikan yaitu penghormatan kepada akal, kewajiban menuntut ilmu dsb.
2.    Nilai-nilai social kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam atas prinsip mendatangkan kemanfaatan dan menjauhkan kemudharatan bagi manusia.
3.    Warisan pemikiran Islam, yang merupakan refleksi terhadap ajaran-ajaran pokok Islam.

Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat a Dzariyat ayat 56 :“ Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku”.
Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkan-nya dengan cara yang benar.
Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah. Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :
1.    Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2.    Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3.    Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.

Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi pembinaan akhlak, menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat, penguasaan ilmu, dan keterampilan bekerja dalam masyrakat. Demikian pula dengan Munir Mursi yang pemikirannya tidak terlalu jauh berbeda dengan Abrasyi. Menurut Munir, pendidikan Islam bertujuan menemukan kebahagiaan di dunia dan akhirat, menghambakan diri kepada Allah, memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat islam serta akhlak mulia. Sedangkan menurut Asma hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci menjadi tujuan keagamaan, tujuan pengembangan akal dan akhlak, tujuan pengajaran kebudayaan, dan tujuan pembicaraan kepribadian.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam tersebut akan membentuk karaktristik pendidikan Islam yang meliputi :
1.    Penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan pengembangan atas dasr ibadah kepada Allah swt.
2.    Penekanan pada nilai-nilai akhlak.
3.    Pengakuan akan potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam suatu kepribadian.
4.    Pengamalan ilmu pengetahuan atas dasr tanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat manusia.
    
DAFTAR PUSTAKA

Ad-Damsyiqi, Al-Hanafi, Ibnu Hamzah Al-Husaini, Asbab al-Wurud, Jakarta: Kalam Mulia, 2003
Ali Saifullah H.A., Drs., Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.
Aly, Drs. Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, cet II, Jakarta.Ø
Azizy, Ahmad Qodri A. Islam dan Permaslahan Sosial; Mencari Jalan Keluar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000
Azra. Azyumardi. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002
Anwar, Qomari, Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa, Jakarta: Uhamka Press, 2003
Chalil, Moenawar, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW., Jakarta:  PT. Bulan Bintang, 1994        
Gulen, M. Fethullah, Versi Teladan: Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW. (Terj.), Jakarta:  PT. Rosda Karya, 2002.
Hanafi, Ahmad M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
Hitami, Munzir. 2004. Menggagas Kembali Pendidikan Islam. Yogyakarta: Infinite Press
Khaldun, Ibnu. 2001. Muqaddimah Ibnu Khaldun. Jakarta: Pustaka Firdaus
Miskawaih, Ibnu. Tanpa tahun. Tahzib al-Akhlaq, Mesir: al-Mathbah al-Husainiyyah
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996
Nata, Abuddin, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997
Nur Uhbiyati., Ilmu Pendidikan Islam., CV. Pustaka Setia., Bandung, 1998
Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000
Tilaar, Prof. Dr., Manajemen Pendidikan Nasional, PT. Remaja Rosdakarya., Bandung, 2004
H. A. Yunus, Drs., S.H., MBA. Filsafat Pendidikan, CV. Citra Sarana Grafika. Bandung. 1999.
Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
Zuhairimi, Sejarah pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997
Sanaky, Hujair AH.  Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI, 2003
Tafsir, Ahmad.  Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002
Tafsir, Ahmad, Dr.  Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam., PT. Remaja Rosdakarya., Bandung, 2001



[1]  Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam,  Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002, hal. 6
[2] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002, hal. 5
[3] mmnm
[4]  Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002, hal. 6
[5] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002, hal. 5
[6] Hilda Taba dalam Munzir Hitami, Ibid, hal. 32 
[7] Sulaiman, dalam Ibid, hal. 33
[8] Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia, Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI, hal. 142
[9] Munzir Hitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, Yogyakarta: Infinite Press, 2004,  hal. 32
[10] Ahmad Qodri Azizy, Islam dan Permaslahan Sosial; Mencari Jalan Keluar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal. 22

0 Comments:

Post a Comment



Template by:
Free Blog Templates