Jumat, 25 Maret 2011

Komitmen Guru Profesional



KOMITMEN GURU PROFESIONAL



I.     PENDAHULUAN
Komitmen organisasi yang tinggi sangat diperlukan dalam sebuah organisasi, karena terciptanya komitmen yang tinggi akan mempengaruhi situasi kerja yang profesional. Berbicara mengenai komitmen organisasi tidak bisa dilepaskan dari sebuah istilah loyalitas yang sering mengikuti kata komitmen. Pemahaman demikian membuat istilah loyalitas dan komitmen mengandung makna yang confuse.
Loyalitas disini secara sempit diartikan sebagai seberapa lama seorang karyawan bekerja dalam suatu organisasi atau sejauh mana mereka tunduk pada perintah atasan tanpa melihat kualitas kontribusi terhadap organisasi. Muncul suatu fenomena di Indonesia bahwa seorang karyawan akan dinilai loyal, bilamana tunduk pada atasan walaupun bukan dalam konteks hubungan kerja. (Alwi, 2001).
Dalam dunia kerja, komitmen seseorang terhadap organisasi/perusahaan seringkali menjadi isu yang sangat penting. Saking pentingnya hal tersebut, sampai-sampai beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu jabatan/posisi yang ditawarkan dalam iklan-iklan lowongan pekerjaan. Sayangnya meskipun hal ini sudah sangat umum namun tidak jarang pengusaha maupun pegawai masih belum memahami arti komitmen secara sungguh-sungguh. Padahal pemahaman tersebut sangatlah penting agar tercipta kondisi kerja yang kondusif sehingga perusahaan dapat ber-jalan secara efisien dan efektif. Dalam rangka memahami apa sebenarnya komitmen individu terhadap organisasi/perusahaan yaitu organisasi profesi keguruan dan apa dampaknya bila komitmen tersebut tidak diperoleh dan mengapa hal tersebut (komitmen) perlu dipahami ? (read more klik judul.....)

II.    PENGERTIAN KOMITMEN GURU DAN KOMITMEN ORGANISASI
Komitmen adalah tindakan yang anda ambil untuk menopang suatu pilihan tindakan tertentu, sehingga pilihan tindakan itu dapat kita jalankan dengan mantap dan sepenuh hati.
Kata komitmen berasal dari bahasa latin commitere, to connect, entrust-the state of being obligated or emotionally, impelled adalah keyakinan yang mengikat (aqad) Sedemiki-an kukuhnya sehingga membelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian menggerakan perilaku menuju arah yang diyakininya (Tasmara, 2006 :26).
Park (dalam Ahmad dan Rajak, 2007) menjelaskan, komitmen guru merupakan ke-kuatan bathin yang datang dari dalam hati seorang guru dan kekuatan dari luar itu sendiri tentang tugasnya yang dapat memberi pengaruh besar terhadap sikap guru berupa tanggung jawab dan responsive (inavotif) terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen guru professional adalah suatu keterikatan diri terhadap tugas dan kewajiban sebagai guru yang dapat melahirkan tanggung jawab dan sikap responsive dan inovatif terhadap pekembangan ilmu pengetahu-an dan tekhnologi. Jadi didalam komitmen tersebut terdapat beberapa unsur antara lain adanya kemampuan memahami diri dan tugasnya, pancaran sikap bathin (kekuatan bathin) kekuatan dari luar dan tanggap terhadap perubahan. Unsur-unsur inilah yang melahirkan tanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban yang menjadi komitmen seseorang sehingga tugas tersebut dilakukan dengan penuh keikhlasan.
Tanggung jawab keguruan yang lahir dari komitmen guru profesional adalah tanggung jawab yang tidak hanya dialamatkan kepada manusia, akan tetapi juga dipertanggung jawabkan dihadap-an Alloh SWT. Jadi pertanggung jawaban terhadap profesi dalam pandangan islam tidak hanya bersifat horizontal-formal sesama manusia, tetapi juga bersifat vertical-moral, yakni taggung jawab terhadap Alloh SWT
Dalam perspektif yang lain, bahwa profesi guru membutuhkan komitmen keorgani-sasian, kode etik yang berlaku dan berbagai hal yang menyangkut profesi keguruan tersebut. Oleh sebab itu diperlukan pula komitmen keorganisasian. Organisasi besar yang menaungi keberadaan guru adalah pemerintah, lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non formal. Lebih khusus lagi adalah organisasi guru, misalnya PGRI dan organisasi spesifikasi keguruan lainnya.
Komitmen organisasi, menurut Alwi, (2001) adalah sikap karyawan untuk tetap berada dalam organisasi dan terlibat dalam upaya-upaya mencapai misi, nilai-nilai dan tujuan organisasi. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa komitmen merupakan suatu bentuk loyalitas yang lebih konkret yang dapat dilihat dari sejauh mana karyawan mencurahkan perhatiasn, gagasan, dan tanggung jawab dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Robbins, (1998) berpendapat bahwa komitmen organisasi adalah sampai tingkat mana seseorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, dan berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Komitmen organisasi yang tinggi berarti terdapat kepemihakan kepada organisasi yang tinggi pula. Komitmen sebagai prediktor kinerja seseorang merupakan prediktor yang lebih baik dan bersifat global, dan bertahan dalam organisasi sebagai suatu keseluruhan daripada kepuasan kerja semata.
Seseorang dapat tidak puas dengan pekerjaan tertentu dan menganggapnya sebagai kondisi sementara, tapi tidak puas terhadap organisasi adalah sebagai suatu keseluruhan, dan ketidakpuasan tersebut bila menjalar ke organisasi, dapat mendorong seseorang untuk mempertimbangkan diri minta berhenti.
Dessler, (1994), berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kekuatan identifikasi dari keterlibatan individu dengan organisasi. Komitmen yang tinggi dicirikan dengan 3 hal, yaitu :
A.    Kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi
B.    Kemauan yang kuat untuk bekerja demi organisasi
C.    Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.

Komitmen nampak dalam bentuk sikap yang terpisah, tetapi tetap saling berhubungan erat, yaitu : identifikasi dengan misi organisasi, keterlibatan secara psikologis dengan tujuan-tujuan organisasi, dan loyalitas serta keterikatan dengan organisasi. Sedangkan Ashkanasy, e. al, (2000), mengemukakan pendapat Porter bahwa komitmen organisasi maupun union commitment mempunyai pengertian sama. Pengertian ini mengacu pada definisi bahwa komitmen organisasi merupakan keinginan individu untuk mempertahankan keanggotaan dalam kelompok, keinginan untuk berusaha keras demi kepentingan kelompok, mempunyai kepercayaan untuk menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Begley dan Czajka, (1993), menguraikan pendapat Mowday, et, al, tentang definisi komitmen organisasi yaitu sebagai suatu keyakinan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, keamanan menggunakan segala upaya untuk mewujudkan kepercayaan pada organisasi, serta sebuah keyakinan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.
Gibson, et. al, (1995) menguraikan pendapat Buchanan, bahwa komitmen organisasi melibatkan 3 sikap, yaitu: Identifikasi dengan tujuan organisasi, Perasaan keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi,  Perasaan loyalitas terhadap organisasi.
Hasil risetnya menunjukkan bahwa tidak adanya komitmen bisa berakibat  enurunnya efektivitas organisasi. Muchinsky, (2001) berpendapat bahwa komitmen organisasi adalah derajat tingkat dimana seorang karyawan merasakan suatu perasaan, pengertian, serta kesetiaan kepada organisasi. Sejalan dengan hal tersebut Allen dan Meyer (1990) mengurai-kan 3 (tiga) komponen, yaitu :
A.    Komponen afektif, yang mengacu kepada kecenderungan emosional karyawan, sebagaimana diidentifikasikan oleh organisasi;
B.    Komponen berkelanjutan, yang mengacu kepada biaya-biaya yang diperoleh selama hidup dalam organisasi;
C.    Komponen normatif, yang mengacu kepada kewajiban-kewajiban karyawan terhadap organisasi.

Meyer, (1997), menyatakan bahwa di dalam komitmen organisasi secara umum men-cerminkan hubungan antara karyawan dengan organisasi, dan hal itu mempunyai implikasi bagi karyawan untuk memutuskan tetap berkeinginan menjadi anggota organisasi tersebut, dan ini memungkinkan bagi karyawan untuk tetap tinggal bersama-sama dalam organisasi tersebut.
Morrow, (1993), berpendapat bahwa seseorang dapat merasa terikat dan komitmen dengan lingkup organisasi dikarenakan faktor pekerjaan, jabatan, dan keberadaannya. Terkait dengan hal tersebut, Brown, (1996) atas dasar pengetahuan meta-analisa mengemukakan bahwa terdapat hubungan korelasi antara komitmen organisasi dan pekerjaan lain yang terkait. Korelasi tersebut digambarkan terkait dengan keseluruhan kepuasan kerja, kinerja, berhenti dalam bekerja, dengan kepribadian seorang karyawan.
Maier & Brunstein, (2001), berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana karyawan sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai dan sasaran organisasi-nya. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi dalam mencapai tujuan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah keadaan psikologis individu yang berhubungan dengan keyakinan, kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan yang kuat untuk bekerja demi organisasi dan keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.

III.  KOMITMEN GURU PROFESIONAL
Menurut Louis (dalam Ahmad dan Razak,2007) menjelaskan 4 jenis komitmen guru, yaitu :
A.    Komitmen Terhadap Sekolah Sebagai Satu Unit Sosial.
Sekolah adalah lembaga sosial yang tumbuh dan berkembang dari dan untuk masyarakat. Lembaga sosial formal tersebut merupakan suatu organisasi yaitu terikat terhadap tata aturan formal memiliki program dan target atau sasaran yang jelas serta struktur kepemimpinan penyelenggaraan atau pengelolaan yang resmi.
Pendidikan sekolah pada dasarnya adalah bagian dalam pendidikan keluarga, sekaligus lanjutan pendidikan dalam keluarga. Kehidupan di sekolah adalah jembatan bagi anak yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masya-rakat  (Hasbullah,2006;46) sebagai lembaga formal sekolah terdiri dari pendidik dan anak didik yang sudah terjalin hubungan antar guru dan anak didik atau siswa-siswinya.
Guru sebagai pendidik berkewajiban membawa anak didik ke arah kedewasaan dengan memanfaatkan pergaulan sehari-hari dalam pendidikan merupakan cara yang paling baik dan efektif dalam pembentukan pribadi anak didik. Cara ini akan menghilangkan jurang pemisah antara guru dan anak didik. Dengan kata lain guru mempunyai komitmen terhadap sekolah, bertanggungjawab terhadap sekolah dan profesinya dalam arti dengan sukarela, menciptakan iklim sekolah yang kondusif dan berusaha mewujudkan tanggung-jawab dan peranan sekolah dalam mewujudkan keberhasilan pendidikan dan pengajaran.
Menurut Hasbullah (2006;47), sebagai pendidikan yang bersifat formal, sekolah di-dalam melaksanakan fungsi pendidikan didasari oleh asas tanggungjawab sebagai berikut :
1.     Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentan yang berlaku
2.     Tanggungjawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingat pendidikan yang dupercayakan kepadanya oleh masyarakat dan bangsa.
3.     Tanggungjawab fungsional yaitu tanggungjawab professional pengelola dan pelaksana pedidikan. Tanggungjawab ini merupakan pelimpahan tanggungjawab dan keercayaan orangtua atau masyarakat kepada sekolah atau guru.

Fungsi-peran sekolah dalam pedidikan, sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki tingkahlaku anak didik. Dalam mengembangkan kepri-badian anak didik, peran sekolah melalui kurikulum menurut Hasbulloh (2006; 49-50) antara lain :
1.     Anak didik belajar bergaul sessama anak didik, antara guru dengan anak didik, dan antara anak didik dengan karyawan.
2.      Anak didik belajar menaati peraturan sekolah.
3.     Mempersiapkan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.

B.    Komitmen Terhadap Kegiatan Akademik Sekolah
Guru yang mempuyai komitmen menyiapkan banyak waktu untuk melaksaakan tugas yang berkaitan dengan pembelajaran seperti, perancangan pengaaran, pengelola-an pengajara dan senantiasa berfikir tentang cara untuk meningkatkan keaktifan prestasi belajar siswa-siswi. Tugas guru terkait dengan komitmen terhadap kegiatan akademik sekolah antara lain :
1.     Guru sebagai perancang pembelajaran, meliputi kegiatan :
a.     Membuat dan merumuskan pembelajaran
b.     Menyaiapkan materi yang relevan dan dengan tujuan waktu, faslitas, perkembang-an imu, kebutuhan dan kemmpuan siswa siswi.
c.     Merancang metode yang seusia dengan situasi dan kondisi dsiswa-siswi.
d.     Menyediakan sumber belajar, dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitato dalam pengajaran.
e.     Media, dalam hal ini guru berperan sbagai mediator dengan memperhatikan relevansi, efektifitas dan efisiensi, kesesuaian dengan motode serta pertimbangan praktis.

2.     Guru sebagai pengelola pembelajaran
Tujuan  umum pengelolaan elas adalah menydiakan dan menggunakan fasilitas dalam kegiatan belajar megajar, sedangka tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa siswi dalam menggunaan alat-alat belajar, menediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa-siswi bekerja dan belajar, setra membantu siswa-siswi memperoleh hasil yang diharapkan. Selain itu guru juga membimbing pengalam-an sehari-hari anak didik kearah pengenalan tingkahlaku dan kepriadiannya sendiri.

3.     Guru sebagai pengarah pembelajaran
Guru hendaknya berusaha menimbulkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi peserta didik untk belajar. Dalam hubungan ini guru mempunyai fungsi sebagai motivator dalam keseluruhan kegiatan belajar mengajar. Empat hal yang dapat dikerjakan guru dalam memberikan motovasi adalah :
a.     Membangkitkan dorongan siswa-siswi untuk belajar
b.     Menjelaskan secara kongkrit apa ang dapat dilakukan pada akhir pengajaran.
c.     Memberikan gambaran terhadap prestasi yang dicapai hingga dapat merangsang pecapaian prestasi yang lebih baik.
d.     Membentuk kebiasaan belajar yang baik.

4.     Guru sebagai pelaksana kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat pengalaman belajar yang akan didapat oleh peserta didik selama dia mengikuti proses pendidikan. Keberhasilan dari suatu kurikulum tergantung pada factor kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru, artinya guru adalah orang yang bertanggunjawab dalam upaya mewujudkan segala sesuatu yang ada dalam kuriulum resmi.
Jadi guru yang professional harus memiliki tanggungjawab dan komitmen untuk mengembangkan kurikulum dalam arti menganggap bahwa kurikulum sebagai program pembelejaran yang diberikan pada peserta didik. Dengan demikian apa yan terdapat dalam kurikulum dapat dijabarkan oleh guru menjadi materi yang menarik untuk disajikan kepada peserta didik selama proses pembelajarn berlangsung.

5.     Guru sebagai evaluator
Tujuan utama penialan adalah unytuk melihat tingkat keberhasilan efktifitas dan efisiensi dalam proses pebelajaran. Di sampng tiu penilaian juga bertujuan untuk mengetahui kedudukan peserta didik didalam kelas atau kelompknya. Dalam menjalankan fungsinya sebagai penilai hasil belajar peserta didik, guru hendaknya secara terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai peserta didik dari waktu ke waktu. Infrmasi yang diperoleh dari evaluasi ini akan menjadi umpan balik terhadap proses pembelajaran. Umpan balik yang diperoleh lewat penialaian akan dijadikan titik tolak ntuk memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran selanjutnya. Dengan demikian proses pembelajaran akan terus menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal. (Uno, 2008; 2004)

C.     Komitmen Terhadap Siswa-Siswi Sebagai Individu Yang Unik
Berikut ini adalah pendapat Gardner (1995) mengenai perbedaan yang prinsip dari siswa-siswi yang harus diketahui oleh guru sebagai landasan membangun komitmen kesadaran bahwa pelajar adalah individu yang unik.
1.   Perbedaan dalam latar belakang rumah – Rumah yang kaya dan rumah yang miskin, rumah tempat anak hidup berbahagia dan rumah tempat anak tidak  hidup berbahagia, rumah tempat banyak yang dikerjakan dan dilihat, dan rumah tempat yang sedikit hal-hal yang menstimulasi anak, bahasa yang berbeda-beda yang dipergunakan di rumah-rumah, Pekerjaan yang dikerjakan para orang tua, para anggota keluarga atau para tetangga, dan lingkungan sekitar sekolah
2.   Perbeadaan dalam kesehatan dan nutrisi – Tinggi dan berat anak; energy anak dan kesiagaan umum-sering dikaitkan dengan makanan yang mereka makan, catatan tentang penyakit anak berapa sering anak tidak masuk sekolah, kesehatan nasional anak, apak ank bahagia dan dapat bergaul dengan yang lain-lain/apak anak menunjukan tanda-tanda “bahaya” ketidak bahagian (kurang minat, terlalu diam dan terlalu agresif), dan pengheliatan dan pendengaran anak.
3.     Perbedaan dalam kemampuan anak di sekolah – Perkembangan pengetahuan dan keterampilan anak, khususnya dalam mata-mata pelajaran dasar, seperti bahasa dan matematika. perkembangan pemahaman anak, khususnya kemampuan mereka untuk memahami ide-ide abstrak, perkembangan minat anak pada subject-subject estetis seperti seni dan music, perkembangn anak pada mata-mata pelajaran yang menuntut kondisi fisik, seperti permainan, keterampilan dan kerajinan, dan perkembangan tanggung jawab anak dan pengertiannya tentang cara berperilaku.
4.     Perbedaan dalam minat – Anak-anak memiliki perbedaan minat baik didalam maupun diluar sekolah. Dengan mengetahui minat anak-anak, guru dapat belajar bagaimana menyajikan pelajaran, sehingga dapat ebih diminati dan bermakna bagi anak. Dengan cara ini anak-anak lebih cenderung mengarahkan perhatiannya dan upayanya pada pekerjaannya.

D.    Komitmen Untuk Menciptakan Pengajaran Bermutu
Seorang guru senantiasa merespons perubahan-perubahan pengetahuan baru dan terkini terutama ide-ide baru tersebut dalam implementasi kurikulum dikelas, sehingga pembelajaran bermutu.
Mutu pembelajaran atau mutu pendidikan akan dapat dicapai jika guru memenuhi kebutuhan siswa-siswi dan yang harus dipersiapkan oleh guru. Kemampuan guru mencipta kan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan adalah upaya posistif untuk meningkat-kan mutu pembelajaran. Keterampilan itu ditambah lagi dengan upaya maksimal guru dengan menerapkan 8 ketermpilan dasar mengajar. Keterampilan membuka dan menutup ppelajaran, keterampilan bertanya, keterampilan member penguatan, keterampilan menje-laskan, keterampilan mengelola kelas, keterampilan mengadakan variasi, keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil dan keterampilan mengajar kelompok kecil.
Mengajar adalah upaya yang dilakukan guru untuk menciptakan suasana yang kondusif agar terjadi proses pembelajaran yang efektif. Menjadikan proses pembelajaran yang efekti artinya harus mampu melibatkan peserta didik, baik keterlibatan emosional, pikiran dan fisik. Keterlibatan emosinal menjadikan siswa-siswi merasakan pentingnya materi yang dipelajari, sehingga benar-benar menjadi sebuah kebutuhan. Melibatkan pikiran, siswa-siswi dapat digerakan dan dibangkitkan motivasinya agar melibatkan pikiran untuk mempelajari konsep maupun prinsip dalam ilmpu pengetahuan yang dipelajari, dan keterlibatan fisik adalh untuk mengasah keterampilan dan mengembangkan bakat.
Untuk memenuhi hal tersebut guru dituntut mengelola proses belajar-mengajar yang memberikan rangsangan kepada siswa-siswi sehingga dia mampu belajar. Dengan demikian keinginan untuk mencapai 3 ranah pembelajaran, yakni kognitif, afekti dan psikomotorik dapat dicapai.
Upaya dalam menciptakan pembelajaran aktif dan menyenangkan pada dasrnya dapat dilakukan melalui penerapan keterampilan dasar mengajar tersebut dengan konsisten, apalagi jika guru mampu menciptakan improvisasi dan pengembangan setiap keterampilan dasar mengajar.

IV.   JENIS-JENIS KOMITMEN
Allen dan Meyer (dalam Dunham, dkk 1994: 370 ) membedakan komitmen organi-sasi atas tiga komponen, yaitu : afektif yaitu komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi; Komponen normatif merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi, dan Komponen continuance berarti komponen berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi.
Meyer dan Allen berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Pegawai dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu pegawai dengan komponen continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Pegawai yang memiliki komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya.
Setiap pegawai memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Pegawai yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan pegawai yang berdasarkan continuance. Pegawai yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.
Jenis komitmen yang lain dikemukakan oleh Mowday, Porter dan Steers yang lebih dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi. Komitmen organisasi ini memiliki dua komponen yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku yang mencakup:
A.    Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi.
B.    Keterlibatan sesuai peran dan tanggungjawab pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dna tanggungjawab pekerjaan yang diberikan padanya.
C.    Kehangatan, afeksi dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.

Sedangkan yang termasuk kehendak untuk bertingkah laku adalah yang berupa :
A.    Kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini tampak melalui kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat maju. Pegawai dengan komitmen tinggi, ikut memperhatikan nasib organisasi.
B.    Keinginan tetap berada dalam organisasi. Pada pegawai yang memiliki komitmen tinggi, hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah dipilihnya dalam waktu lama.

Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam pegawaian dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku berusaha kearah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama.

V.    KARAKTERISTIK KOMITMEN GURU PROFESIONAL
Glickman (dalam Burhanudin, dkk, 1995 : 124) menggambarkan ciri-ciri komitmen guru profesional, antara lain :
A.    Tingginya perhatian terhadap siswa-siswi
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru terkait dengan perhatiannya kepada siswa dan siswinya, antara lain sebagai berikut :
1.     Memberikan bimbingan –
Salah satu tugas guru adalah membimbing siswa-siswi. Membimbing berarti mengarahkan siswa-siswi yang mempunyai kemampuan kurang, sedang dan tinggi. Disini arti bimbingan yang sebenarnya bagi guru. Guru harus memahami masing-masing siswa-siswinya dari kondisi fisik dan psikisnya agar mampu melaksanakan pembelajaran dengan sebaik-baiknya.
Dalam proses bimbingan, guru menyatu dalam jiwa siswa-siswinya tidak boleh egois atau memaksakan kehendak dengan tujuan agar pengajaran cepat sesuai dengan target waktu. Akan tetapi guru dituntut untuk mengahrgai kemampuan siswa siswinya dengan tidak melupakan batasan waktu.

2.     Mengadakan komunikasi yang intensif untuk memperoleh infomasi tentang anak didik
Komunikasi dalam segala hal sangat dibutuhkan, apalagi berkaitan dengan aktifitas sebagi guru. Guru yang bijaksana adalah guru yang peduli terhadap keadaan siswa-siswinya. Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada peserta didik hendaknya dijadikan landasan dalam memberikan pengajaran. Oleh karenanya, guru harus selalu menjalin komunikasi intensif dengan orang tua dan masyarakat terkait dengan keadaan keluar-ga, lingkungan dan pergaulan peserta didiknya. Disinilah peran guru sebagai penggan-ti orang tua didalam menyiapkan siswa-siswinya menjadi anggota masyarakat.

B.    Banyaknya waktu dan tenaga yang dikeluarkan
Tugas guru merupakan tugas yang kompleks mulai dari mendidik, mengajar, melatih, membimbing dan sebagainya. Oleh karenanya guru harus memiliki banyak waktu dan tenaga untuk menunaikan kewajibannya yaitu sebagai berikut :
1.     Guru tidak hanya pendidik didalam kelas, tetapi juga disela-sela waktu di luar jam mengajar.
2.     Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat

C.    Bekerja sebanyak-banyaknya untuk orang lain
Pekerjaan menjadi guru adalah pekerjaan dibidang jasa. Terkait dengan tugas tersebut, para guru dibebankan dengan tugas-tugas sebagai berikut :
1.     Guru memiliki tugas professional  – Guru merupakan profesi (jabatan atau pekerjaan) yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang diluar bidang kependidikan meskipun kenyataannya masih banyak dilakukan orang diluar kependidikan.
2.     Guru memiliki tugas kemanusiaan – Tugas guru dalam bidang kemanusiaan disekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mapu menarik simpati sehingga ia menjai idola para siswa-siswinya.
3.     Guru memiliki tugas kemasyarakatan – Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat dilingkungannya karena dari seorang guru diharapkan masyara-kat dapat memperoleh ilmu pengetahuan.

Guru yang memiliki komitmen terhadap tugas setidaknya dari dalam dirinya terpancar beberapa sikap :
  1. Tugas sebagai guru merupakan pancaran sikap bathin – Melaksanakan tugas sebagai guru hendaknya merupakan panggilan jiwa yang lahir dari ketulusan hati untuk menjalankan tugas tersebut dengan sungguh-sungguh tanpa paksa dan dipaksakan.
  2. Siap sedia dimanapun – Dengan modal kompetensi sosial yang dimiliki oleh para guru, tempat tugas dimana pun tidaklah menjadi penghalang untuk menunaikan kewajibannya sebagai pendidik. Dengan kompetensi tersebut seorang guru mampu beradaptasi dimanapun dan dengan siapapun.
  3. Tanggap terhadap perubahan - Guru yang profesional adalah yang terus menerus membudayakan diri dengan memiliki cukup waktu luang untuk mempertajam daya intelektualnya. Dengan demikian segala bentuk perubahan yang terjadi ditengah masyarakat terutama yang berkaitan dengan pengetahuan harus mendapat perhatian

VI.   FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMITMEN GURU PROFESIONAL
Komitmen organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu : identifikasi, keterlibatan dan loyalitas pegawai terhadap organisasi atau organisasinya :
A.    Identifikasi
Identifikasi yang mewujud dalam bentuk kepercayaan pegawai terhadap organi-sasi, dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup bebe-rapa tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para pegawai dengan organisasi. Lebih lanjut, suasa-na tersebut akan membawa pegawai dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi ter-capainya tujuan organisasi, karena pegawai menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula (Pareek, 1994 : 113).

B.    Keterlibatan
Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai menyebabkab mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan pegawai adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan keyakinan pada pegawai bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Disamping itu, dengan melakukan hal tersebut maka pegawai merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian yang utuh dari organisasi, dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka ciptakan (Sutarto, 1989 :79).
Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya tinggi pula (Steer, 1985). Mereka hanya absen jika mereka sakit hingga benar-benar tidak dapat masuk kerja. Jadi, tingkat kemangkiran yang disengaja pada individu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pegawai yang keterlibatannya lebih rendah.   
Ahli lain, Beynon (dalam Marchington, 1986 : 61) mengatakan bahwa partisipasi akan meningkat apabila mereka menghadapi suatu situasi yang penting untuk mereka diskusikan bersama, dan salah satu situasi yang perlu didiskusikan bersama tersebut adalah kebutuhan serta kepentingan pribadi yang ingin dicapai oleh pegawai dalam organisasi. Apabila kebutuhan tersebut dapat terpenuhi hingga pegawai memperoleh kepuasan kerja, maka pegawaipun akan menyadari pentingnya memiliki kesediaan untuk menyumbangkan usaha dan kontribusi bagi kepentingan organisasi. Sebab hanya dengan pencapaian kepentingan organisasilah, kepentingan merekapun akan lebih terpuaskan.

C.    Loyalitas
Loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun (Wignyo-soebroto, 1987). Kesediaan pegawai untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen pegawai terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila pegawai merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja.

VII. PENUTUP
Dengan membaca uraian di atas, maka terlihat bahwa komitmen individu terhadap organisasi bukanlah merupakan suatu hal yang terjadi secara sepihak. Dalam hal ini organisasi dan pegawai (individu) harus secara bersama-sama menciptakan kondisi yang kondusif untuk mencapai komitmen yang dimaksud. Sebagai contoh: seorang pegawai yang semula kurang memiliki komitmen, namun setelah bekerja ternyata selain ia mendapat imbalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku ternyata didapati adanya hal-hal yang menarik dan memberinya kepuasan.
Hal itu tentu akan memupuk berkembangnya komitmen individu tersebut terhadap organisasi. Apalagi jika tersedia faktor-faktor yang dapat memberikan kesejahteraan hidup atau jaminan keamanan, misalnya ada koperasi, ada fasilitas transportasi, ada fasilitas yang mendukung kegiatan kerja maka dapat dipastikan ia dapat bekerja dengan penuh semangat, lebih produktif, dan efisien dalam menjalankan tugasnya. Sebaliknya jika iklim organisasi kerja dalam organisasi tersebut kurang menunjang, misalnya fasilitas kurang, hubungan kerja kurang harmonis, jaminan sosial dan keamanan kurang, maka secara otomatis komitment individu terhadap organisasi menjadi makin luntur atau bahkan mungkin ia cenderung menjelek-jelekkan tempat kerjanya. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan berbagai gejolak seperti korupsi, mogok kerja, unjuk rasa, pengunduran diri, terlibat tindakan kriminal dan sebagainya.

0 Comments:

Post a Comment



Template by:
Free Blog Templates