Jumat, 18 Maret 2011

Komponen Pendidikan


KOMPONEN-KOMPONEN PENDIDIKAN



A.    PENDAHULUAN
Bidang pendidikan termasuk rumpun ilmu perilaku, khususnya suatu rumpun ilmu yang mengkaji aktivitas manusia. Dalam kaitan ini, lingkup kajian aktivitas manusia sangatlah luas, yakni mancakup aktivitas manusia sebagai individu atau kelompok, sebagai kesatuan etnis, bangsa, atau ras, dalam lingkup geografis, administratif atau sosial-budaya, dalam satuan organisasi, institusi, pemerintahan, berkenaan dengan kegiatan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, keamanan, keagamaan, serta kesejahteraan masyarakat.
Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari system proses pendidikan yang menentukan berhasil atau tidaknya atau ada atau tidaknya proses pendidikan.
Sebagaimana dikemukakan Philiph H. Coombs, ada tiga jenis sumber utama input dari masyarakat bagi sistem pendidikan, yaitu:
1.     Ilmu pengetahuan, tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat.
2.     Penduduk serta tenaga kerja yang tersedia.
3.     Ekonomi atau penghasilan masyarakat.

Terhadap ketiga sumber utama input sistem pendidikan tersebut, dilakukan seleksi berdasarkan tujuan, kebutuhan, efisiensi dan relevansinya bagi pendidikan. Selain itu, seleksi dilakukan pula atas dasar nilai dan norma tertentu dengan alasan bahwa pendidikan bersifat normatif. Hasil seleksi tersebut selanjutnya diambil atau diterima sebagai input sistem pendidikan.
Input sistem pendidikan dibedakan dalam tiga jenis, yaitu:
1.     Input masukan (raw input): peserta didik. Komponen masukan (raw input), adalah kualitas siswa yang akan mengikuti proses pendidikan. Kualitas tersebut dapat berupa potensi kecerdasan, bakat, minat belajar, kepribadian siswa, dan sebagainya. Apabila kualitas masukan itu rendah atau tidak mendukung terwujudnya prestasi belajar yang tinggi, tentunya tidak dapat diharapkan menjadi lulusan yang bermutu tinggi, meskipun aspek-aspek lainnya mendukung, seperti proses pembelajaran yang baik serta alat pendidikan yang bagus. Kualitas potensi ini terutama yang bersifat tetap seperti tingkat intelegensinya rendah, hasil belajarnya cenderung berbeda dengan anak yang tingkat kecerdasannya tinggi, sebab hal itu akan mempengaruhi daya tangkapnya, daya analisanya, kemampuan berhitungnya, dan lain sebagainya.
2.     Instrumental input (Input-Input alat)  yaitu anak didik  lingkungan  - Dalam hal ini semua komponen pendidikan. Sebagai sebuah sikap, prasangka  anak-anak sekolah yang berasal dari bermacam-macam, Instrumental learning (tikus belajar respon meloncati sekat), Dua macam dan  pendidikan, sosial..
3.     Environmental input (Environmental input nasional : keseluruhan komponen pendidikan dua macam.  Komponen tersebut antara lain: raw input (sistem baru), output (tamatan), instrumental input (guru, kurikulum), environmental input

Pendidikan hanyalah mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki oleh siswa yang bersangkutan. Dengan kata lain tidak mungkin membuat anak yang kecerdasannya rendah menjadi anak yang kecerdasannya tinggi, sehingga prestasi belajarnya juga tinggi seperti anak yang memang pintar.

B.    KOMPONEN-KOMPONEN PENDIDIKAN
Setelah membahas konsiep-konsep dasar pendidikan, timbullah pemikiran tentang hal-hal apakah yang terdapat dalam proses pendidikan. Perhatian pada proses terjadinya pendidik-an mengarahkan pada pemikiran tentang komponen-komponen pendidikan. Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang meiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat diaktan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut.
 Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau terlaksananya proses mendidik minimal terdiri dari 6 komponen, yaitu  tujuan pendidikan,  peserta didik, isi pendidikan, dan  konteks yang memepengaruhi suasana pendidikan. Berikut akan diuraikan satu persatu komponen-komponen tersebut.
1.     Tujuan Pendidikan.  
Tingkah laku manusia, secara sadar maupun tidak sadar tentu berarah pada tujuan. Demikian juga halnya tingkah laku manusia yang bersifat dan bernilai pendidikan. Keharusan terdapatnya tujuan pada tindakan pendidikan didasari oleh sifat ilmu pendidikan yang normatif dan praktis. Sebagai ilmu pengetahuan normatif , ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah; norma-norma dan atau ukuran tingkahlaku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia. Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik maupun guru ialah menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan danpendidik dalam suatu masyarakat (Syaifulah, 1981).
 Langeveld mengemukakan bahwa pandangan hidup manusia menjiwai tingkah laku perbuatan mendidik. Tujuan umum atau tujuan mutakhir pendidikan tergantung pada nilai-nilai atau pandangan hidup tertentu. Pandangan hidup yang menjiwai tingkahlaku manusia akan menjiwai tingkahlaku pendidikan dan sekaligus akan menentukan tujuan pendidikan manusia.
Lebih jauh Langeveld mengemukakan jenis-jenis tujuan pendidikan terdiri dari tujuan umum, tujuan tak lengkap, tujuan sementara, tujuan kebetulan dan tujuan perantara. Pembagian jenis-jenis tujuan tersebut merupakan tinjauan dari luas dan sempit tujuan yang ingin dicapai.  Urutan hirarkhis tujuan pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan yang terjabar mulai dari
a.     Cita-cita nasional/tujuan nasional (Pembukaan UUD 1945),
b.     Tujuan Pembangunan Nasional (dalam Sistem Pendidikan Nasional),
c.     Tujuan Institusional (pada tiap tingkat pendidikan/sekolah),
d.     Tujuan kurikuler (Pada tiap-tiap bidang studi/mata pelajran atau kuliah), dan
e.     Tujuan instruksional yang dibagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.

Dengan demikian tampak keterkaitan antara tujuan instruksional yang dicapai guru dalam pembelajaran dikelas, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari falsafah hidup yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.



2.     Peserta Didik  
Jika diamati dengan saksama, Surat Al-'Alaq amat mementingkan peserta didik. Hal ini dinyatakan secara eksplisit lafal di dalam ayat ke-5.  Sebelum membahas jati diri peserta didik yang tercantum di dalam ayat itu, ada baiknya ditinjau sekilas tentang pemakaian kata secara ekplisit di dalam ayat tersebut agar diperoleh gambaran bahwa Al-Qur'an sangat hati-hati dan akurat dalam pemakaian dan penempatan suatu kata di dalam suatu ayat atau kalimat, dan kata yang digunakan biasanya selalu membawa pesan tersendiri, berbeda dari yang lain. 
Penyebutan lafal secara tegas berfungsi sebagai objek dari pendidikan memberikan indikasi bahwa peserta didik harus jelas dan nyata. Dengan begitu, proses belajar-mengajar akan dapat terlaksana dengan baik dan efisien, sebaliknya jika peserta didiknya tidak jelas, proses belajar-mengajar akan terganggu dan sukar sekali mendapatkan hasil yang diharapkan. Agaknya kondisi itulah yang menyebabkan Allah tidak menggunakan kata ganti orang ketiga sebagai pengganti lafal di dalam ayat ke-5 itu, padahal jika hal itu dilakukan, pemahaman ayat tersebut tetap dapat diserap dengan baik, misalnya dikatakan: (Dia mengajarinya (manusia) apa yang belum diketahuinya). Sebagai tambahan, jika dilihat dari sudut gramatika, susunan itu tidak salah karena sebelumnya telah disebut lafal secara eksplisit sehingga pengulangan kata itu secara eksplisit untuk kali kedua tidak terlalu dibutuhkan, apalagi pemahamannya tidak akan keliru sedikitpun. Jadi, jelas sekali bahwa pengulangan kata secara eksplisit memberikan indikasi bahwa hal itu membawa pesan yang jauh lebih penting dan menyangkut hajat orang banyak sebagaimana telah dijelaskan di atas. Sebagian" orientalis yang tidak senang terhadap Islam, Dozy (w. 1883 M) dengan nada sinis menyatakan, “... dalam Al-Qur'an banyak didapati kalimat-kalimat panjang yang berulang-ulang, tanpa arti, dan sangat menjemukan” 
Perkembangan konsep pendidikan yang tidak hanya terbatas pada usia sekolah saja memberikan konsekuensi pada pengertian peserta didik. Kalau dulu orang meng-asumsikan peserta didik terdiri dari anak-anak pada usia sekolah, maka sekarang peserta didik dimungkinkan termasuk juga didalamnya orang dewasa. Mendasarkan pada pemikiran tersebut di atas maka pembahasan peserta didik seharusnya bermuara pada dua hal tersebut di atas. 
Persoalan yang berhubungan dengan peserta didik terkait dengan sifat atau sikap anak didik dikemukakan oleh Langeveld sebagai berikut : “Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, oleh sebab itu anak memiliki sifat kodrat kekanak-kanakan yang berbeda dengan sifat hakikat kedewasaan. Anak memiliki sikap menggantungkan diri, membutuhkan pertolongan dan bimbingan baik jasmaniah maupun rohaniah”. Sifat hakikat manusia dalam pendidikan ia mengemukakan anak didik harus diakui sebagai makhluk individu dualitas, sosialitas dan moralitas. Manusia sebagai mahluk yang harus dididik dan mendidik.
Sehubungan dengan persoalan anak didik disekolah Amstrong 1981 mengemuka-kan beberapa persoalan anak didik yang harus dipertimbangkan dalam pendidikan. Persoalan tersebut mencakup apakah latar belakang budaya masyarakat peserta didik ? bagaimanakah tingkat kemampuan anak didik ? hambatan-hambatan apakah yang dirasakan oleh anak didik disekolah ? dan bagaimanakah penguasaan bahasa anak di sekolah ? Berdasarkan persoalan tersebut perlu diciptakan pendidikan yang memperhatikan perbedaan individual, perhatian khusus pada anak yang memiliki kelainan, dan penanaman sikap dan tangggung jawab pada anak didik.


3.     Pendidik  
Pendidik ialah orang yang melaksanakan tugas mendidik atau orang yang member-kan pendidikan dan pengajaran, baik secara formal maupun nonformal. Di dalam Qs. Al Alaq ayat 4 dijelaskan bahwa Dia (Allah) yang mengajar menulis dengan menggunakan qalam. Pada ayat ini Tuhan belum menjelaskan siapa yang diajari-Nya. Pada ayat 5 Dia menjelaskan bahwa yang diajari adalah manusia. 
Di sini terlihat dengan jelas bahwa pendidik pertama dan utama adalah Allah. Allahlah yang mengajari manusia sehingga mereka dapat memperoleh pengetahuan. Dengan demikian, mereka terangkat dan kegelapan dan kebodohan kepada cahaya pengetahuan yang terang benderang. Dalam mengomentari ayat ini (ayat 5), al-Maraghi mengatakan bahwa masalah pertama yang dilakukan Allah adalah agar Rasul-Nya dapat membaca. Dia mengajari berbagai pengetahuan kepada manusia. Dengan pengetahuan itulah mereka berbeda dari binatang. Lebih jauh al-Maraghi mengatakan bahwa ayat-ayat ini (ayat 1-5) menjadi dalil terhadap keutamaan membaca, menulis, dan pengetahuan. 
Kalau diamati, pendapat al-Maraghi tersebut ada benarnya karena ketika lahir manusia tidak membawa pengetahuan sebagaimana diisyaratkan Allah dalam firman-Nya pada Surat An-Nahl ayat 78.

Artinya :”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.(QS An-Nahl: 78). 

Kemudian Allah mengajari mereka pengetahuan yang belum dimilikinya sehingga mereka dapat berperan sebagai khalifah Allah di muka bumi dan dapat menjalani hidup dan kehidupan dengan baik. Hal ini juga terlihat dalam firman-Nya tentang penciptaan Adam. Setelah Tuhan menciptakan Adam sebagai khalifah di muka bumi, yang pertama dilakukan Allah ialah mengajari dan memberinya pengetahuan tentang benda-benda di bumi sebagai persiapan untuk mengelolanya. Ini terlihat pada firman-Nya di dalam Surat AI-Baqarah ayat 31 “(Dan Allah telah mengajar Adam tentang nama-nama (benda) semuanya...). 
Ayat 4 dan 5 dan Surat Al-'Alaq ini mengisyaratkan bahwa Allah adalah pendidik atau pengajar pertama dan utama. Achmadi mengistilahkannya dengan pendidik al-Haqq atau pendidik sejati. Allah bukan hanya pendidik manusia, tetapi pendidik seluruh Alam. Oleh karena itu, Dia dijuluki dengan Rabbul 'alamin. 
Kalau Allah sebagai pendidik sejati, manusia bertugas sebagai pelaksana pendidikan mewakili Tuhan. Jadi, boleh dikatakan Allah mendelegasikan sebagian tugas mengajar dan mendidik hamba-Nya kepada para pendidik yang mula-mula dilakukan oleh para Rasul, kemudian dilanjutkan oleh para pengikutnya, ulama, dan seterusnya. Sehubungan dengan hal tersebut, Allah menegaskan dalam firman-Nya sebagai berikut.


Artinya: Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka (isi) Kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS Al-Jum'ah: 2)

Dalam uraian di atas tampak jelas posisi Allah sebagai pendidik utama dan manusia sebagai pelaksana pendidikan mewakili Allah. Oleh karena itu, Dia mengangkat khalifah (pengganti) yang akan mewakili-Nya melaksanakan sebagian tugas-tugas-Nya dalam membangun kehidupan di muka bumi, termasuk memajukan pendidikan. 
Itulah antara lain makna yang terkandung di dalam kata khalifah yang terdapat di dalam ayat yang dikutip di atas. Jika diamati lebih jauh, terutama ayat 30 dari Surat Al-Baqarah itu, akan terlihat jelas bahwa Allah senantiasa mendelegasikan tugas-tugas kependidikan itu kepada manusia secara terus-menerus tanpa mengenal batas waktu. Hal ini dapat dipahami dari pemakaian kalimat nominal (jumlah ismiyyah) di dalam ayat itu, yang menurut kaidah tata bahasa Arab berkonotasi terus-menerus dan berkesinambungan (dawam wal-istimrar) 
Berdasarkan kaidah tersebut dapat disimpulkan bahwa pendelegasian tugas-tugas kependidikan oleh Allah kepada manusia berlaku sepanjang masa. Berarti, tugas sebagai pendidik tidak dapat dibatasi oleh rang, waktu, dan tempat, tetapi harus dilaksanakan kapan pun dan di mana pun berada selama kondisi memungkinkan. 
Berangkat dari pola pikir itu, profesi sebagai pendidik harus diyakini sebagai tugas yang amat mulia karena dia merupakan pelaksana yang langsung mewakili Allah Yang Mahasuci dan Mahamulia. Jika ayat 4 dan 5 dari Surat Al-'Alaq itu direnungkan secara mendalam, akan timbul kesadaran bahwa tugas sebagai pendidik amatlah suci. Kesadaran inilah yang akan mendorong seorang pendidik untuk senantiasa bersikap jujur, tanpa pamrih, dan hanya mengharapkan rida Allah semata.  
Dengan demikian, sikap ikhlas yang diuraikan pada sub bahasan A akan dapat diaplikasikan ke dalam proses belajar-mengajar sehingga pendidikan akan dapat menciptakan generasi yang berkualitas. 
Sebagai pendidik, seseorang harus memiliki ilmu yang akan diajarkan karena ia tidak mungkin memberikan sesuatu kepada orang lain kalau ia sendiri tidak memilikinya. Dengan kata lain, apa yang akan diajarkan harus dikuasai oleh pendidik terlebih dahulu, kemudian baru diajarkan kepada orang lain. Kondisi inilah yang diistilahkan dalam ilmu pendidikan dengan personifikasi pendidik yang menurut Prof. Noeng Muhadjir merupakan komponen pokok dari pendidikan.
Dengan demikian, salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Terdapat be-berapa jenis pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak terbatas pada pendidikan sekolah saja. Ditinjau dari lembaga pendidikan muncullah beberapa individu yang tergolong pada pendidik. Guru sebagai pendidik dalam lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan pimpinan masyarakat baik formal maupun informal sebagai pendidik dilingkungan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut diatas Syaifullah (1982) mendasarkan pada konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang termasuk kategori pendidik adalah orang dewasa, orang tua, guru/pendidik, dan pemimpin kemasyarakatan-pemimpin keagamaan.
a.     Orang Dewasa – sebagai pendidik dilandasi oleh sifat umum kepribadian orang dewasa, sebagaimana dikemukakan oleh Syaifullah adalah sebagai berikut :
1.     manusia yang memiliki pandangan hidup prinsip hidup yang pasti dan tetap,
2.     manusia yang telah memiliki tujuan hidup atau cita-cita hidup tertentu, termasuk cita-cita untuk mendidik,
3.     manusia yang cakap mengambil keputusan batin sendiri atau perbuatannya sendiri dan yang akan dipertanggungjawabkan sendiri,
4.     manusia yang telah cakap menjadi anggota masyarakat secara konstruktif dan aktif penuh inisiatif,
5.     manusia yang telah mencapai umur kronologs paling rendah 18 th,
6.     manusia berbudi luhur dan berbadan sehat,
7.     manusia yang berani dan cakap hidup berkeluarga, dan
8.     manusia yang berkepribadian yang utuh dan bulat.

b.     Orang Tua – Kedudukan orang tua sebagai pendidik, merupakan pendidik yang kodrati dalam lingkungan keluarga. Artinya orang tua sebagai pedidik utama dan yang pertama dan berlandaskan pada hubungan cinta-kasih bagi keluarga atau anak yang lahir di lingkungan keluarga mereka. Kedudukan orang tua sebagai pendidik sudah ber-langsung lama, bahkan sebelum ada orang yang memikirkan tentang pendidikan. Secara umum dapat dikatan bahwa semua orang tua adalah pendidik, namun tidak semua orang tua mampu melaksanakan pendidikan dengan baik. Sebagaimana telah dikemukakan dalam bahasan di atas, bahwa kemampuan untuk menjadi orang tua sama sekali tidak sejajar dengan kemampuan untuk mendidik.
c.     Guru/Pendidik di Sekolah – guru sebagai pendidik disekolah yang secara lagsung maupun tidak langsung mendapat tugas dari orang tua atau masyarakat untuk me-laksanakan pendidikan. Karena itu kedudukan guru sebagai pendidik dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan baik persyaratan pribadi maupun persyaratan jabatan. Persyaratan pribadi didasrkan pada ketentuan yang terkait dengan nilai dari tingkah laku yang dianut, kemampuan intelektual, sikap dan emosional. Persyaratan jabatan (profesi) terkait dengan pengetahuan yang dimiliki baik yang berhubungan dengan pesan yangingin disampaikan maupun cara penyampainannya, dan memiliki filsafat pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan.
d.     Pemimpin Masyarakat-Pemimpin Keagamaan – selain orang dewasa, orang uta dan guru, pemimpin masyarakat dan pemimpin keagamaan merupakan pendidik juga. Peran pemimpin masyarakat menjadi pendidik didasarkan pada aktifitas pemimpin dalam mengadakan pembinaan atau bimbingan kepada anggota yang dipimpin. Pe-mimpin keagaam sebagai pendidik, tampak pada aktifitas pembinaan atau pengem-bangan sifat kerokhanian manusia, yang didasarkan pada nilai-nilai keagamaan.

4.     Interaksi Edukatif Pendidik dan Anak Didik  
Proses pendidikan bisa terjadi apabila terdapat interaksi antara komponen-komponen pendidikan, terutama interaksi antara pendidik dan anak didik. Interaksi pendidik dengan anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Tindakan yang dilakukan pendidik dalam interaksi tersebut mungkin berupa tindakan berdasarkan kewibawaan, tindakan berupa alat pendidikan, dan metode pendidikan.
 Pendidikan berdasarkan kewibawaan dapat dicontohkan dalam peristiwa pengajar-an dimana seorang guru sedang memberikan pengajaran, diantara beberapa murid membuat suatu yang menyebabkan terganggunya jalan pengajaran. Kemudian guru tersebut memberikan peringatan, maka belau ini telah melaksanakan tindakan berdasarkan kewibawaan. Dengan demikian tindakan berdasrkan kewibawaan yaitu bersumber dari orang dewasa sebagai pendidik, untuk mencapai tujuan pendidikan (tujuan kesusilaan, sosial dan lain-lain) (Syaifullah, 1982).
 Alat pendidikan adalah suatu situasi atau perbuatan dengan situasi atau perbuatan tersebut akan dicapai tujuan pendidikan. Tindakan pendidik untuk menciptakan ketenangan agar tercapai tujuan pendidikan tertentu dalam proses pengajaran, atau melakukan perbuatan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, umpamanya nasihat, teguran, hukuman dan teguran agar anak mau berbakti pada orang tua.  
Dalam interaksi pendidikan tidak terlepas metode atau bagaimana pendidikan di-laksanakan. Terdapat beberapa metode yang dilakukan dalam mendidik yaitu metode diktatorialm metode liberal dan metode demokratis (Suwarno, 1981). Metode diktatoral bersumber dari teori empiris yang menyatakan bahwa perkembagan manusia semata-mata ditentukan oleh faktor diluar manusia, sehingg pendidikan bersifat maha kuasa. Sikap ini menimbulkan sikap diktator dan otoriter, pendidik yang menentukan segalanya.
 Metode liberal bersumber dari pendirian Naturalisme yang berpendapat bahwa perkembangan manusia itu sebagian besar ditentukan oleh kekuatan dari dalam yang secara wajar atau kodrat ada pada diri manusia. Pandangan ini menimbulkan sikap bahwa pendidik jangan terlalu banyak ikut campur terhadap perkembangan anak. Biarkanlah anak berkembang sesuai denan kodratnya secara bebas atau liberal.  
Metode demokratis bersumber dari teori konvergensi yang mengatakan bahwa perkembangan manusia itu tergantung pada faktor dari dalam dan dari luar. Di dalam perkembangan anak kita tidak boleh bersifat mengasai anak, tetapi harus bersifat membimbig perkembangan anak. Di sini tampak bahwa pendidik dan anak didik sama-sama penting dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan. Ki Hadjar Dewantoro melahirkan asas pendidikan yang sesuai dengan metode demokratis, yaitu Tut Wuri Handayani, ing madyo mangun karsa,ing ngarsa asung tulada artinya pendidik itu kadang-kadang mengikuti dari belakang, kadang-kadang harus ditengah-tengah berdampingan dengan anak dan kadang-kadang harus didepan untuk memberi contoh atau tauladan.

5.     Isi Pendidikan  
Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk men-capai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/bahan yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal. Isi pendidikan berkaitan dengan tujuan pendidikan, dan berkaitan dengan manusia ideal yang dicita-citakan. Untuk mencapai manusia yang ideal yang berkembang keseluruhan sosial, susila dan individu sebagai hakikat manusia perlu diisi dengan bahan pendidikan. Macam-macam isi pendidikan tersebut terdiri dari pendidikan agama., pendidikan moril, pendidikan estetis, pendidikan sosial, pendidikan civic, pendidikan intelektual, pendidikan keterampilan dan peindidikan jasmani.

6.     Lingkungan Pendidikan  
Lingkungan pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak membatasi pendidikan pada sekolah saja. Lingkungan pendidikan dapat dikelompokkan ber dasarkan lingkungan kebudayaan yang terdiri dari lingkungan kurtural ideologis, lingkungan sosial politis, lingkungan sosial anthropologis, lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan iklim geographis. Ditinjau dari hubungan lingkungan denan manusia dapat dikelompokkan menjadi lingkungan yang tidak dapat diubah dan lingkungan yang dapat diubah atau dipengaruhi, dan lingkungan yang secara sadar dan sengaja diadakan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dari sudut tinjauan lain Langeveld linkgungan pendidikan menjadi lingkunganyang bersifat pribadi atau pergaulan dan lingkungan yang bersifat kenedaan, segala sesuatu yang ada di sekeliling anak.

Keseluruhan komponen-komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.

0 Comments:

Post a Comment



Template by:
Free Blog Templates