Kamis, 11 April 2013

Kajian tentang Ijtihad



IJTIHAD DAN TAKLID
SEBUAH POTRET KREATIFITAS  DAN KEENGGANAN   
BERFIKIR UMAT ISLAM
 Oleh  : Drs. Ihsan, M.Pd.I

 Bagian Pertama : Konsep Ijtihad
      Ijtihad adalah istilah generik yang digunakan untuk menyebut segala sesuatu yang berkaitan dengan pegulatan umat Islam untuk menemukan rumusan-rumusan baru dalam bidang hukum, yang tidak ditemukan dalam dua otoritas mutlak hukum Islam yaitu Al Qur’an dan As Sunnah. Karena sifat-sifat kebaruan itulah yang kemudian menjadikan konsep ijtihad sedikit banyak mengalami benturan-benturan nilai dan pemikiran dikalangan umat Islam. Walaupun demikiran konsep ijtihad mutlak diperlukan umat Islam sebagai perwujudan dinamis dan progresif ajaran Islam itu sendiri.
    Ijtihad berasal dari kata dasar dalam bahasa Arab  “JAHADA”, yang dari kata-kata tersebut berkembang kata Ijtihad dan Jihad. Ijtihad sendiri berasal dari fiil madhi “Ijtahada”. Dua buah kata yang mengandung pengerahan segala hal dalam bentuk yang sangat maksimal. Jihad secara subtansial adalah pengerahan tenaga dan kesengajaan untuk mempertahankan dan meninggikan kalimat Allah, sedangkan ijtihad adalah pengerahan ke-mampuan pikir untuk menemukan hukum berdasarkan pengertian tersirat dari dua otoritas hukum Islam.
     Secara sederhana; Jahada berarti sungguh-sungguh. Dengan demikian Ijtihad (kata bentukan dari Jahada) juga mengandung dan sekaligus menuntut adanya kesungguhan. Maka sudah barang tentu, arti Ijtihad adalah kesungguhan untuk menemukan sesuatu hukum. Dalam konteks yang lain, Ijtihad juga berarti “Ra’yi” yang bermakna memberikan pertimbangan pemikiran yang adil dan baik. Di samping pengertian-pengertian tersebut diatas, juga terdapat pengertian yang lain dari beberapa pakar keislaman :
1.    Para Ulama :
“Mengerahkan segala kemampuan (berfikir) untuk mendapatkan atau memecahkan sesuatu (yang sulit)  dan dalam praktek hanya sesuatu yang sangat sulit dan memayahkan”.
2.    Shahabat  :
“ Penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat kepada Kitabulah dan Sunnah Rasul melalui Nash atau maksud umum hikmah syari’ah itu sendiri”.
3.    Ulama Fiqh  :
“Pengerahan segenap kemampuan ahli fiqh untuk mendapatkan pengertian tingkat Dhanni (spekulatif) terhadap hukum syari’at”.



PENGERTIAN, FUNGSI, PERSAMAAN DAN PERBEDAAN

AGAMA-AGAMA DI DUNIA

Sebuah interpretasi tentang paradigma “Rahmatal  lil ‘Alamin”

Oleh : Drs. Ihsan, M.Pd.I


BAGIAN PERTAMA : PENGERTIAN DAN FUNGSI AGAMA
I.   PENGERTIAN AGAMA, RELIGION DAN AD DIEN
Terdapat tiga istilah yang sering digunakan untuk mengambarkan sebuah konsep hubungan manusia dengan Tuhan-Nya, atau pemaknaan terhadap penyerahan, ritual dan persepsi adanya “realitas” diluar manusia, yaitu : Agama, Religion dan Ad Dien.

Agama
Agama yang dalam bahasa Sangsekerta berarti tidak kacau (a = tidak dan gama = kacau) dipakai untuk menjelaskan hubungan manusia dengan Tuhan-Nya dalam kerangka kepatuhan terhadap aturan untuk mewujudkan kehidupan yang  sejahtera, damai, selamat dan tentram. Dengan demikiran prinsip dan misi  agama pada hakekatnya adalah berusaha mewujudkan kehidupan yang tidak kacau. Walaupun demikian, konsep kedamaian dan kesejahteraan boleh jadi hanya bersifat sementara dan duniawiyah saja, sedangkan prinsip kesejahteraan yang abadi boleh jadi tidak menjadi prioritas keberagamaan.
Dalam memberlakukan agama sebagai instrument mewujudkan kesejahteraan dan keda-maian hidup, munculah tafsiran-tafsiran agama yang berbeda-beda – yang cenderung men-jadi sebuah pergulatan pemikiran tersendiri dalam kajian ilmu agama terutama dipandang dari sisi kebenaran keimanan dan kepercayaan serta aktualisasi peribadatan mereka dan keterkaitannya dengan hasil akhir yang didapat, misalnya balasan amal di akhirat (Surga dan Neraka menurut agama Islam atau Nirwana dan Hukum Karma menurut agama Hindu).
Aplikasi hubungan dengan eksistensi yang transendent melahirkan berbagai konsep agama dan aktualisasinya. Di Indonesia berkembang pemikiran bahwa setiap sesuatu me-miliki “roh” yang didalamnya tersimpan kekuatan magic dan mistik yang luar biasa. Konsep animisme menjadi wujud adanya hubungan antara manusia dengan eksistensi yang transendent dan sudah barang tentu sangat abstrak dan cenderung tidak dapat dijelaskan realitasnya baik dari segi dogmatik maupun dari segi nalar – kemudian berkembang menjadi dinamisme.
Prinsip-prinsip Dinamisme nampak lebih aplikatif dan kongkrit, karena ia mampu menje-laskan wujud eksistensi yang transendent dalam beberapa eksistensi yang profan (tidak suci dan bersifat kebendaan). Ia menganggap bahwa semua benda atau benda tertentu memiliki kekuatan supra natural (mana/magic/tuah) yang ditunjukkan lewat kehebatan yang diluar kelaziman. Kekuatan eksistensi yang transendent tersebut ternyata tidak hanya masuk pada benda tertentu, melainkan masuk juga pada binatang atau hewan tertentu yang kemudian dikenal dengan “Totemisme”, misalnya sapi, ular dan kucing.

Senin, 26 Desember 2011


AS SUNNAH (AL HADITS)

Sebuah Kritik Tentang Keabsahan Dan Keberadaannya Dalam Yurisprudensi Islam


Editor  :  IHSAN [1]



BAGIAN PERTAMA : HADITS DALAM  TINJAUAN TEORI
I.      BEBERAPA  PENGERTIAN  AS SUNNAH
      Sebagai umat Islam, kita sangat meyakini bahwa Sunnah adalah sumber kedua yang mempunyai otoritas hukum  yang sama dengan Al Qur,an. Sunnah adalah sebuah pedoman hidup kedua sesudah Al Qur’an yang senantiasa dipakai untuk menjelaskan segala sesuatu, yang secara tegas tidak dinyatakan dalam Al Qur’an.[2] Dalam kesempatan tertentu Sunnah menjadi penjelas bagi Al Qur’an,[3] namun demikian ada sebagian orang yang tidak meletakkan Sunnah sebagai sumber hukum Islam yang kedua karena dipengaruhi sikap curiga (prejudice) berkenaan dengan sejarah perkembangan Sunnah sendiri.
     Jika dilihat dari  asal katanya, maka Sunnah mempunyai pengertian sebagai tradisi atau kebiasaan masyarakat yang telah berkembang, apakah kebiasaan itu berdimensi baik maupun buruk. Menurut etimologis, Sunnah mempunyai pengertian sebagai berikut
A.  Ketentuan Allah dalam kebiasaan/hukum kemanusiaan masa lalu(Qs.Al Ahzab: 62).
B.  Jalan setapak, prilaku masyarakat, praktek hidup  dan tingkah laku  baik atau buruk.
C.  Tradisi bangsa Arab (prilaku atau praktek) yang mempunyai kekuatan normatif dalam kehidupan masyarakat.[4]

Sabtu, 23 April 2011


BEBERAPA PENDEKATAN STUDI AGAMA (ISLAM)
 DI INDONESIA
Editor : Drs. Ihsan, M.Pd.I


   I.    PENDAHULUAN
Studi atau kajian Islam, baik yang menyangkut ajaran atau nilai Islam secara domatis maupun Islam dalam tataran aplikatif yang dimunculkan oleh umat Islam sangatlah bermanfaat untuk menilai tata nilai Islam itu sendiri bagaimana umat Islam mereflsksikan nilai keagamaan dalam kehidupan yang nyata. Studi tentang nilai-nilai Islam melahirkan kritik yang mendalam tentang Islam sebagai sebuah ajaran yang diberikan Allah kepada hamba-Nya untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat. Kritik tersebut mampu mendorong tumbuhnya kesadaran dan keyakinan absolute tentang kebenar-an Islam, dan bagi mereka yang sengaja mencari titik-titik tertentu untuk dikonfrontirkan dengan nilai keduniaan akan menemukan sisi pandang yang penuh dengan kecurigaan terhadap kebenaran Islam.
Dalam aspek perilaku umat Islam yang diasumsikan sebagai cerminan nilai Islam dalam tataran social keagamaan, studi Islam akan melahirkan kemajemukan prilaku keagama-an yang sangat khas dan penuh makna, sehingga sadar atau tidak terkadang ditemukan perilaku umat Islam yang sepintas bertentangan dengan Islam atau bahkan bertentangan dengan Islam, realitas yang kurang dapat di pahami berdasarkan pendekatan-pendekatan ilmiyah.
Urgensi mata kuliah ini adalah untuk memperkenalkan beberapa temuan teori yang dihasilkan oleh para sarjan Barat dalam melihat Islam di Indonesia. Untuk selanjutnya kita diharapkan bisa mengapresiasi bahkan mengkritisi beberapa temuan mereka. Karena setelah mereka melakukan studi secara intensif, ternyata banyak hal yang harus dan bisa dijelaskan secara ilmiyah mengenai ke-khas-an dan corak ke-Islaman di Indonesia.
Persoalannya adalah, apakah temuan-temuan mereka pada masa itu masih relevan dengan kondisi dan untuk menggambarkan Islam Indonesia sekarang? Apa tujuan sebenarnya dibalik studi mereka dalam melihat Islam di Indonesia? Adakah dampak positif bagi Islam sendiri atau bahkan kesan negatif yang muncul, ketika Islam Indonesia dijelaskan dengan cara-cara seperti itu?
Beberapa pakar studi Islam, misalnya Dr. Amin Abdullah (Rektor UIN Sunan Kalijaga)[1] dan selaku penggagas studi Islam sejak awal telah menyarankan bahwa kita sebagai sarjana muslim Indonesia perlu membaca pandangan-pandangan mereka secara konseptual dan rasional. Apakah aspek-aspek dan metodologi penelitian mereka bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiyah dan akademik? Apa kelebihan dan kekurangan yang ada pada temuan mereka dalam melihat Islam di Indonesia dari masing-masing perspektifnya?[2]

Jumat, 25 Maret 2011


PENGERTIAN,  TUJUAN DAN RUANG LINGKUP PENDIDIKAN ISLAM



A.    PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya pedagogis untuk menstranfer sejumlah nilai yang dianut oleh masyarakat suatu bangsa kepada sejumlah subjek didik melalui proses pembelajaran. Sistem nilai tersebut tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar pandangan hidup bangsa itu.
Menurut Juhn Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
Menurut H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
Menurut Frederick J. Mc Donald, pendidkan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan atau perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh sesorang.
Menurut M.J. Langeveld, pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
Rupert C. Lodge dalam philosophy of education menyatakan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Sehingga dengan kata lain, kehidupan adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan itu. Sedangkan Joe Pack merumuskan pendidikan sebagai “the art or process of imparting or acquiring knomledge and habit through instructional as study”. Dalam definisi ini tekanan kegiatan pendidikan diletakkan pada pengajaran (instruction), sedangkan segi kepribadian yang dibina adalah aspek kognitif dan kebiasaan. Theodore Meyer Greene mengajukan definisi pendidikan yang sangat umum. Menurutnya pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna. Alfred North Whitehead menyusun definisi pendidikan yang menekankan segi ketrampilan menggunakan pengetahuan.[1]
Untuk itu, pengertian pendidikan secara umum, yang kemudian dihubungkan dengan Islam sebagai suatu sistem keagamaan - menimbulkan pengertian pengertian baru yang secara implisit menjelaskan karakteristik karakteristik yang dimilikinya. Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya, dalam konteks Islam inheren salam konotasi istilah “tarbiyah”, “ta’lim” dan “ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam; informal, formal, dan nonformal  (read more klik judul).[2]


PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM


 I.    PENDAHULUAN
Rumusan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Salah salah satu ciri manusia berkualitas dalam rumusan UU No. 20 Tahun 2003 di atas adalah mereka yang tangguh iman dan takwanya serta memiliki akhlak mulia. Dengan demikian salah satu ciri kompetensi keluaran pendidikan nasional adalah ketangguhan dalam iman dan takwa serta memiliki akhlak mulia.
Menurut Tafsir, [1] bagi umat Islam, dan khususnya dalam pendidikan Islam, kompetensi iman dan takwa serta memiliki akhlak mulia tersebut sudah lama disadari kepentingannya, dan sudah diimplementasikan dalam lembaga pendidikan Islam. Dalam pandangan Islam, kompetensi iman dan takwa (imtak) serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), juga akhlak mulia diperlukan oleh manusia dalam melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi. Jadi, dalam pandangan Islam, peran kekhalifahan manusia dapat direalisasikan melalui tiga hal, yaitu:
A.                 A. Landasan yang kuat berupa iman dan takwa
B.           B. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
C.                  C. Akhlak mulia(read more klik judul)



KOMITMEN GURU PROFESIONAL



I.     PENDAHULUAN
Komitmen organisasi yang tinggi sangat diperlukan dalam sebuah organisasi, karena terciptanya komitmen yang tinggi akan mempengaruhi situasi kerja yang profesional. Berbicara mengenai komitmen organisasi tidak bisa dilepaskan dari sebuah istilah loyalitas yang sering mengikuti kata komitmen. Pemahaman demikian membuat istilah loyalitas dan komitmen mengandung makna yang confuse.
Loyalitas disini secara sempit diartikan sebagai seberapa lama seorang karyawan bekerja dalam suatu organisasi atau sejauh mana mereka tunduk pada perintah atasan tanpa melihat kualitas kontribusi terhadap organisasi. Muncul suatu fenomena di Indonesia bahwa seorang karyawan akan dinilai loyal, bilamana tunduk pada atasan walaupun bukan dalam konteks hubungan kerja. (Alwi, 2001).
Dalam dunia kerja, komitmen seseorang terhadap organisasi/perusahaan seringkali menjadi isu yang sangat penting. Saking pentingnya hal tersebut, sampai-sampai beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu jabatan/posisi yang ditawarkan dalam iklan-iklan lowongan pekerjaan. Sayangnya meskipun hal ini sudah sangat umum namun tidak jarang pengusaha maupun pegawai masih belum memahami arti komitmen secara sungguh-sungguh. Padahal pemahaman tersebut sangatlah penting agar tercipta kondisi kerja yang kondusif sehingga perusahaan dapat ber-jalan secara efisien dan efektif. Dalam rangka memahami apa sebenarnya komitmen individu terhadap organisasi/perusahaan yaitu organisasi profesi keguruan dan apa dampaknya bila komitmen tersebut tidak diperoleh dan mengapa hal tersebut (komitmen) perlu dipahami ? (read more klik judul.....)

;;

Template by:
Free Blog Templates