Kamis, 09 April 2009

Perencanaan Pembelajaran di SMA/MA

PERENCANAAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH MENGENGAH ATAS (SMA) ATAU MADRASAH

Editor : Drs. IHSAN


I. PENDAHULUAN
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa investasi terbesar yang dapat dilakukan oleh manusia adalah membangun generasi dengan kualitas akademik yang baik, komitmen terhadap kebenaran dan memiliki daya juang serta kehormatan diri. Dalam aspek theologis – menelantarkan generasi muda dalam kebodohan adalah pengingkaran terhadap fungsi keimanan kita kepada Allah. Generasi yang penuh dengan talenta kebaikan, amar ma'ruf dan kepedulian kepada orang tua adalah investasi yang berbuah pahala sepanjang jaman – akan mengalir terus pahalanya walupun kita sudah meninggal.
Nabi Muhammad mengingatkan kepada umat Islam bahwa ketika manusia meninggalkan dunia, maka semua amal usahanya selesai kecuali tiga hal yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh. Pendidikan yang baik sesungguhnya menyiapkan dua aspek yang sangat mendasar bagi kelangsungan amal sholeh kita yaitu ilmu yang terus memberikan pencerahan pada manusia dan terbinanya anak yang sholeh yang kemudian mendoakan kedua orang tuanya.
Generasi yang berkualitas merupakan misi utama pengembangan ajaran agama Islam, disamping misi theologis dan sosio kultural lainnya serta muamalah. Oleh karena itu Allah dalam Al Qur'an Surat An Nisa' memberikan penjelasan bagaimana pentingnya pembinaan bagi generasi setelah kita agar mereka berkualitas dan tidak mengkhawatirkan bagi masa depannya.

·÷‚u‹ø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.t�s? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍh‘èŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)­Gu‹ù=sù ©!$# (#qä9qà)u‹ø9ur Zwöqs% #´‰ƒÏ‰y™ ÇÒÈ
Artinya : "dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar".

Berangkat dari pemikiran tersebut, maka yang menjadi permasalahan kita adalah bagaimana menyiapkan proses pembelajaran yang berkualitas, baik itu menyangkut perencanaan pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, sumber belajar dan cara evaluasi dalam pembelajaran.


II. KOMPONEN-KOMPONEN PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Dalam setiap proses pembelajaran, seorang guru bertindak sebagai nara sumber yang mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik dan pada saat yang lain ia bertindak sebagai fasilitator yang menyediakan bahan pembelajaran dan konsultan yang lebih mirip sebagai penyedia advis dan bimbingan kepada siswa. Peran guru yang multi dimensial tersebut tentu bergantung pada proses, metode dan sistem pembelajaran mana yang dipakai oleh guru yang bersangkutan.
Jika pembelajaran menggunakan metode Imposisi, maka guru cenderung menjadi pusat informasi dan itu berarti meminimalisir peran siswa sebagai peserta didik yang sekali tempo ia memiliki kemampuan yang cukup untuk mengembangkan materi yang bersangkut-an. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Inquiri akan menghadirkan komunikasi transaksi yang membawa siswa dan guru dalam dialog yang penuh kreatifitas dan dinamika kelompok yang baik. Guru bertindak sebagai fasilitator, bahkan kemungkinan menjadi pembimbing dan konsultan sebuah permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik, sedangkan peserta didik menemukan cara yang efektif untuk mengembangkan kemampuan menganalisis, mengidentifikasi dan mengeksplorasi kemampuan dan pengetahuan secara mandiri. Siswa akan menemukan dirinya sendiri untuk menjadi dirinya sendiri dan hal tersebut adalah lompatan psyologis untuk menjadi manusia seutuhnya.
Berangkat dari prinsip-prinsip tersebut, maka seorang guru harus meninggalkan cara-cara tradisional dalam memberikan pelajaran kepada siswa – dimana siswa diposisikan sebagai obyek mati dari proses peralihan ilmu. Jika seorang guru tidak hadlir, maka tidak terjadi proses pembelajaran. Muhammad Abduh memberikan arahan yang cukup menarik untuk memperindah proses pembelajaran – pembelajaran bukan kehendak guru, karena sesungguhnya pembelajaran adalah kehendak siswa untuk membekali diri dan bertahan dimasa yang akan datang. Secara tegas Muhammad mengatakan ”Suatu ilmu itu tidak perlu diajarkan dan sekaligus dipelajari kalau secara prinsip tidak mempunyai relevansi dengan kebutuhan hidup manusia dan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari ilmu tersebut”.
Muhammad Abduh – salah satu tokoh pembaharuan Islam di Mesir, melakukan perubahan sistem pembelajaran di Universitas al Azhar Mesir (th.1866-1901) dengan memperhatikan relevansi dan signifikansinya terhadap kehidupan peserta didik dimasa yang akan datang. Sistem pendidikan diberlakukan dengan mempertimbangkan dua hal, yaitu :
Relevensi ilmu dengan alokasi waktu yang dibutuhkan
Relevansi ilmu dengan kebutuhan hidup manusia (Human Needs).

Penerapan konsep relevansi ilmu dan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pebelajaran dalam realitasnya telah mampu merubah tradisi suatu ilmu yang diajarkan kepada siswa dan butuh waktu bertahun – dengan metode modern dapat diselesaikan dalam waktu 1 minggu atau bulan.
Aktifitas pembelajaran di Pesantren salaf terkadang juga mengenal tradisi pem-belajaran tanpa batas waktu bahkan tidak pernah lulus dan berijazah – tamat dan tidaknya tergantung pada legalisasi ”Kyai”, sehingga satu kitab terkadang butuh bertahun-tahun untuk menyelesaikannya. Beberapa pondok salaf yang telah mengenal konsep relevansi ilmu dan waktu pembelajaran telah membagi proses pembelajaran menjadi dua yaitu pembelajaran dengan sistem diniyah (madrasah diniyah) dan pembelajaran dengan sistem weton dan sorogan. Dalam konsep pembelajaran diniyah dikenal kurikulum dan yang berkaitan dengannya, sedangkan dalam pembelajaran wetonan diarahkan sebagai pendalaman ilmu keagamaan dan kitab-kitab kuning – sudah barang tentu tidak perlu kurikulum, evaluasi dan batasan waktu. Bagi seorang guru – ia hanya membutuhkan kehadliran siswa dan tidak menyertakan silabus, RPP atau perangkat pembelajaran lainnya[1].
Dalam konteks pembelajaran modern, seorang guru sebelum memberikan pembelajaan kepada siswanya, maka ia memiliki rencana pembelajaran yang baik dan aplikatif. Sudah barang tentu seorang guru harus memiliki kemampuan menyusun rencana pembelajaran dan mengaplikasikanya dalam pembelajaran sehari-hari. Setiap rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru harus memuat komponen-komponen pembelajaran, karena ia akan menunjukkan hal-hal yang akan dan mau dikerjakan pada siswa serta akan beralangsungnya proses pembelajaran. Komponen perencanaan pembelajaran tersebut sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut :
Terdapat konsep analisis isi
Terdapat rumusan standar kompetensi, kompetensi dasar dan silabus pembelajaran.
Terdapat RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) atau Satpel (satuan pelajaran)
Terdapat media pembelajaran, dan
Tehnik evaluasi atau penilaian.

III. FUNGSI ANALISIS ISI DAN RUMUSAN SK/KD (VISI) DALAM PERENCANAAN PEMBELAJARAN
A. Pengertian Analisis isi dan langkah-langkahnya
Analisis dalam WordWeb didefinisikan sebagai “An investigation of the component parts of a whole and their relations in making up the whole atau The abstract separation of a whole into its constituent parts in order to study the parts and their relations”. Secara singkat analysis selau berhubungan dengan penyelidikan terhadap bagian dari komponen yang memiliki keterkaitan dalam pembuatan sebuah rencana atau bagian konstituen dalam tata aturan study dan hail-hal yang berkaitan dengannya”[2]
Analisis isi berarti kegiatan investigasi terhadap isi yang akan ditetapkan dan disampaikan kepada siswa dalam proses pembelajaran – analisis isi dilakukan untuk melihat korelasi atau keterkaitan isi dengan obyek yang akan menerima transformasi ilmu sekaligus memperhatikan alat atau media yang akan dipakai dalam proses tersebut. Dengan demikian analisis isi mutlak dilakukan untuk memperoleh akurasi rencana pem-belajaran dan output yang diinginkan.
Analisis isi pada umumnya dibuat dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dalam hali ini Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 Tahun 2006 yang diundangkan pada tanggal 23 Mei 2006. Penjabar-an dan laksanaan standar isi selanjutnya dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005.
Standar isi sebagai parameter seseorang melakukan analisis isi dalam rangka membuat rencana pembelajaran memiliki 4 cakupan yaitu :
1. Kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan kurikulum dalam tingkat satuan pendidikan;
2. Beban belajar peserta didik dalam satuan pendidikan dasar dan menengah;
3. Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi, dan
4. Kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah[3].

Dalam pelaksanaannya, proses pembelajaran ditingkat dasar dan menengah harus mengajarkan lima (5) kelompok mata pelajaran yaitu kelompok mata pelajaran Agama dan akhlaq mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, Kelompok mata pelajaran estetika dan mata pelajaran Jasmani, olahraga dan kesehatan.
Secara khusus standar isi untuk kelompok mata pelajaran Agama dan akhlaq mulia diarahkan kepada pembentukan peserta didik untuk menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Akhlaq mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama[4].
Berdasarkan ketentuan-ketentuan standar isi tersebut, maka analisis isi dapat dimulai dengan cara melihat dulu ketentuan-ketentuan kurikulum yang berlaku pada mata pelajaran tersebut, alokasi waktu, beban belajar siswa dan kalender yang ditetapkan dalam satuan pendidikan yang bersangkutan. Kurikulum menjadi dasar utama seseorang melakukan analisis (kurikulum yang ditetapkan pada saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP), karena kurikulum dibuat untuk menjadi kerangka acuan pembelajaran. Oleh sebab itu kurikulum harus mampu menunjukkan :
1. Prinsip-prinsip dalam mengembangkan kurikulum (prinsip pengembangan)
2. aPrinsip-prinsip pelaksanaan kurikulum
3. Struktur kurikulum
4. Standar kompetensi dan Kompetensi Dasar
5. Beban belajar dan kalender pendidikan

B. Pengertian Standar Kompetensi – Kompetensi Dasar dan tehnik perumusannya
Standar kompetensi adalah kompetensi (keahlian atau kemampuan) yang di-inginkan dalam proses pembelajaran pada tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah. Drs. Lukmanul Hakim mendefinisikan Standar Kompetensi sebagai kualifkasi kemampuan siswa yang menggambarkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diharapkan dicapai pada mata pelajaran tertentu[5].
Standar kompetensi sebagai penjabaran standar isi memuat hal-hal pokok dalam pembelajaran yang kemudian tergambar jelas dalam kompetensi dasar. Dalam pelaksanaannya satu Standar kompetensi dapat mengahasilkan lebih dari satu kompetensi dasar dan satu kompetensi dasar dapat menghasilkan beberapa pengalam-an belajar atau indikator pembelajaran.
Standar kompetensi menjadi sangat penting dalam pelaksanaan KTSP, karena dengan dibeberkannya standar kompetensi diharapkan :
1. Siswa dapat mengembangkan kemampuannya sesuai dengan bakat, minat dan penghargaan kepada hasil karya sendiri.
2. Guru lebih mandiri dan leluasa dalam mendisain materi pembelajaran
3. Sekolah dapat menyusun program sesuai dengan keadaan siswa dan sumber belajar yang tersedia.
4. Pelaksanaan program bukan hanya menjadi tanggungjawab sekolah, melainkan melibatkan orang tua dan masyarakat secara aktif.
5. Daerah dapat membentuk materi pembelajaran dan sumber belajar yang sesuai dengan kondisi sekolah dan kekhasan daerah[6].

Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan minimal yang harus dimiliki oleh siswa dalam rangka menguasai standar kompetensi mata pelajaran tertentu. Artinya ia merupakan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan minimal yang diharapkan dicapai atau dikuasai oleh siswa untuk menunjukkan telah menguasai standar kompetensi pada mata pelajaran tertentu[7]
Standar kompetensi dalam pembelajaran Agama Islam dirumuskan dengan memperhatikan tingkat satuan pendidikannya. Pendidikan Agama Islam ditingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) bertujuan untuk mengembangkan akidah, pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam serta mwujudkan mansuia Indonesia yang taat beragama dan berakhlaq mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi, menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.
Ruang lingkup pembahasan pendididkan Agama Islam meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
1. Al Qur’an dan Hadits
2. Akidah (keimanan)
3. Akhlaq (sopan santun dan budi pekerti)
4. Fiqih (syari’ah)
5. Tarikh dan Kebudayaan Islam.

Untuk menjadikan standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi aplikatif atau dapat dilaksanakan dengan baik dalam tataran pembelajaran, maka membutuhkan proses penterjemahan yang sudah barang tentu berbeda antara satuan pendidikan yang satu dengan satuan pendidikan lainnya. Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan memberikan ruang improvisasi yang besar bagi guru yang memiliki kreatifitas dan daya inovasi pendidikan yang tinngi – termasuk didalamnya lembaga pendidikan yang memiliki keunggulan-keunggulan akademik tertentu. Hasil terjemahan terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar adalah tersusunnya ”Silabus”.
Lembaga pendidikan tertentu tidak dapat secara frontal mengambil silabus dari sebuah lembaga pendidikan yang lain, karena boleh jadi kualitas peserta didik, guru, sarana prasarana dan perangkat pendukung lainnya tidak sama, sehingga tidak arif silabus dibuat sama persis dengan lembaga pendidikan yang selama ini menjadi kon-sultannya. KTSP dengan sistem SK – KD dan ketentuan lain tentang standar isi mem-berikan keleluasaan bagi penyelenggara pendidikan untuk menetapkan kualitas yang diinginkan yang penting tidak melanggar standar minimal yang ditetapkan oleh pemerintah.
Silabus disebut juga Pola Dasar Kegiatan Belajar Mengajar (PDKBM) atau Garis-Garis Isi Program Pembelajaran (GBIPP) merupakan garis besar, ringkasan, ikhtisar atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran. Silabus merupakan penjabaran lebih lanjut dari SK – KD yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi pelajaran yang harus dan perlu dipelajari oleh siswa.
Komponen silabus yang disusun harus merujuk pada standar isi sebagai kerangka dasarnya – selanjutnya silabus harus membahas tentang :
1. Identitas silabus yang menjelaskan tentang keberadaan silabus
2. Kompetensi yang harus dicapai oleh siswa sebagaimana tercantum dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar.
3. Materi pembelajaran yang perlu dibahas dan dicapai oleh siswa untuk mencapai suatu standar kompetensi dan kompetensi dasar.
4. Kegiatan pembelajaran yang seharusnya dilakukan oleh guru sehingga siswa mampu berinteraksi dengan sumber-sumber belajar
5. Indikator yang harus dirumuskan untuk mengetahui ketercapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar.
6. Evaluasi – cara mengetahui ketercapaian kompetensi berdasakan indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai
7. Alokasi waktu yang diperlukan untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar, dan
8. Sumber belajar yang dapat diberdayakan untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar[8].

Dengan demikian silabus memberikan kemudahan-kemudahan dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, karena silabus memiliki fungsi sebagai :
1. Pedoman dalam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran
2. Pedoman untuk merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran, misalnya kegiatan pembelajaran secara klasikal, kelompok, atau individual
3. Pengembangan sistem evaluasi yang mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar[9].


IV. PERENCANAAN MEDIA PEMBELAJARAN
A. Cara Merencanakan Media Pembelajaran
Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee, 1997). Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media[10].
Akhmad Sudrajat dalam blognya mendefinisikan Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran. Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Sedangkan, National Education Association (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik[11].
Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke –20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet.[12]
Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi pembelajar. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada pembelajar. Selain itu media juga harus merangsang pembelajar mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong mahasiswa untuk melakukan praktek-praktek dengan benar.

Penggunaan meduru dalam pembelajaran oleh guru dalam pembelajaran tidak mutlak diadakan, namun penggunaan media pembelajaran akan membantu keberhasil-an pembelajaran. Adapun fungsi dan manfaat penggunaan media pembelajaran diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik, karena pengalaman dan pengetahuan peserta didik berbeda-beda dengan gambar dan audia visual lainnya.
2. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena :
a. obyek terlalu besar;
b. obyek terlalu kecil;
c. obyek yang bergerak terlalu lambat;
d. obyek yang bergerak terlalu cepat;
e. obyek yang terlalu kompleks;
f. obyek yang bunyinya terlalu halus;
g. obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi.

Maka melalui penggunaan media yang tepat, semua obyek yang tidak mungkin dialami secara langsung dalam kelas dapat disajikan dengan baik.

3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan
5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
6. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar, dan
8. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak [13]

Dra. Sumiati dan Asra, M.Ed, dalam buku metode pembelajaran memberikan penjelasan tentang manfaat atau kelebihan penggunaan media pembelajaran sebagai berikut :
1. Menjelaskan materi pembelajaran atau obyek yang abstrak (tidak nyata) menjadi kongkrit (nyata).
2. Memberikan pengalaman nyata dan langsung karena siswa dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan tempat belajarnya.
3. Mempelajari materi pelajaran secara berulang-ulang
4. Memungkinkan adanya persamaan pendapat dan persepsi yang benar terhadap suatu materi pembelajaran atau obyek.
5. Menarik perhatian siswa, sehingga membangkitkan minat, motivasi, aktifitas dan kreatifitas belajar siswa.
6. Membantu siswa belajar secara individual, kelompok, atau klasikal
7. Materi pelajaran lebih lama diingat dan mudah untuk diungukapkan kembali dengan cepat dan tepat.
8. Mempermudah dan mempercepat guru menyajikan materi pembelajaran dalam poses pembelajaran.
9. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan indera[14].

Dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari, terdapat berbagai jenis media belajar yang dapat digunakan diantaranya:
1. Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik
2. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
3. Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya
4. Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dll.
Penggunaan media eletronik dalam hal ini projected motion media menjadi mainstream masyarakat modern. Komputer misalnya tidak hanya bersifat projected motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat interaktif. Kugomputer tidak hanya dipakai oleh kalangan perbankan, konsultan dan engenering, melainkan juga menjadi kebutuhan dunia pendidikan. Jenis komputer yang digunakan pun sangat beragam, mulai dari PC sampai dengan Notebook atau Laptop
Penggunaan media pembelajaran sangat penting untuk memperkuat daya tahan dan hunjam materi dalam memori pemikiran peserta didik. Seorang ahli media, Allen mengemukakan tentang hubungan antara media dengan tujuan pembelajaran, sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini :
Jenis Media
1
2
3
4
5
6
Gambar Diam
S
T
S
S
R
R
Gambar Hidup
S
T
T
T
S
S
Televisi
S
S
T
S
R
S
Obyek Tiga Dimensi
R
T
R
R
R
R
Rekaman Audio
S
R
R
S
R
S
Programmed Instruction
S
S
S
T
R
S
Demonstrasi
R
S
R
T
S
S
Buku teks tercetak
S
R
S
S
R
S

Keterangan :
R = Rendah S = Sedang T= Tinggi
1 = Belajar Informasi faktual
2 = Belajar pengenalan visual
3 = Belajar prinsip, konsep dan aturan
4 = Prosedur belajar
5= Penyampaian keterampilan persepsi motorik
6 = Mengembangkan sikap, opini dan motivasi
Media pembelajaran dibuat untuk memudahkan guru dalam menyajikan materi pembelajaran, sudah barang tentu media yang digunakan harus relevan dengan materi pembelajaran, aplikatif dan muda dioperasionalkan oleh guru itu sendiri. Pemilihan dan pembuatan media pembelajaran dapat melalui dua cara yaitu membuat sendiri (media by design) atau tinggal menggunakan media pembelajaran yang sudah ada (Media by utilization) baik dengan jalan meminjam, menyewa atau membeli media tersebut.
Dra. Sumiati[15] memberikan saran yang menarik bagi seorang guru dalam menyiapkan atau membuat media pembelajaran sebagai berikut :
1. Langkah-langkah persiapan atau perencanaan media pembelajaran
a. Mempelajari dan memahami kurikulum yang berlaku terutama tentang kemam-puan/kompetensi yang harus dicapai setelah mempelajari suatu materi pelajaran.
b. Melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui hubungan kemampuan atau kompetensi yang haru dicapai oleh siswa.
c. Menginventarisasi kelengkapan media pembelajaran yang tersedia dari segi jenis, jumlah, fungsinya yang masih bisak dimanfaatkan atau tidak bisa.
d. Merencanakan pembuatan media pembelajaran sesuai dengan kebutuhan atau memanfaatkan saja.
e. Membuat sendiri media pembelajaran atau membelinya (meminjam-menyewa).

2. Langkah-langkah pengadaan media pembelajaran
Jika pengadaan media pembelajaran dengan cara membuat sendiri, maka perlu menempuh langkah-langkah :
a. menentukan bahan dan alat yang digunakan.
b. Membuat pola dasar/sket media pembelajaran
c. Memelihara dan merawat media pembelajaran setelah digunakan
Jika pengadaan media pembelajaran dengan cara membeli, maka perlu me-nempuh langkah-langkah :
a. Pilih media yang sesuai dengan materi pelajaran yang akan diajarkan, bukan sebagai alat hiburan dan pajangan saja.
b. Pilih media yang harganya terjangkau dengan keadaan dana sekolah
c. Memelihara dan merawat media pembelajaran setelah digunakan

B. Hubungan Media Pembelajaran dengan SK/KD – Silabus dan analisa isi-KBM
Media pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran. Jika se-orang guru dalam menyajikan materi pelajaran tidak menggunakan media pembelajar-an, bukan berarti proses pembelajaran akan berhenti atau tidak berlangsung. Seorang guru yang tidak menggunakan media pembelajaran tetap dapat menyajikan materi pembelajaran, namun ia akan menemukan beberapa kendala yang menjadi faktor penghambat ketercapaian dan keberhasilan proses pembelajaran – hasil yang dicapai menjadi lebih rendah dibandingkan dengan ketika seorang guru menggunakan media pembelajaran.
Seorang guru yang tidak menggunakan media pembelajaran yang didesain dengan menggunakan IT, dapat mengoptimalkan komponen pembelajaran lainnya seperti pemilihan metode pembelajaran yang tepat dan penggunaan sumber belajar yang baik. Metode pembelajaran yang tepat dan sumber belajar yang lengkap akan lebih baik, jika seorang guru memiliki media pembelajaran tetapi ia kurang mampu menerapkan dan mengkorelasikannya dengan materi pembelajaran, standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta keterkaitan dengan mata pelajaran tersebut.
Oleh sebab itu media pembelajaran mempunyai hubungan yang komplikatif, fungsional terhadap keberadaan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Demikian juga dengan keberadaan silabus dan analisis isi mata pelajaran. Media pembelajaran tidak dapat dibuat dengan mengesampingkan komponen-komponen pokok tersebut, mengapa demikian !
1. Media pembelajaran adalah alat bantu siswa untuk memiliki kemampuan dan ketrampilan sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
2. Media pembelajaran adalah instrument penjelasan materi pembelajaran yang diadakan oleh guru agar matei pelajaran mudah dipahami oleh siswa.
3. Standar kompetensi, Kompetensi dasar dan silabus merupakan landasan utama seorang guru membuat atau mengadakan media pembelajaran.


V. PERENCANAAN EVALUASI PEMBELAJARAN
A. Pengertian Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi merupakan salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran. Pengembangan alat evaluasi menjadi sangat penting untuk memperoleh hasil evaluasi yang baik – alat evaluasi dapat berupa kemampuan pelaku mengaplikasi instrumen-instrumen evaluasi dan analisis terhadap hasil evaluasi kepada obyek evaluasi. Hasil evaluasi akan menjadi harapan (restriction) dan input baru yang berguna untuk menentukan arah tujuan dan kebijakan procedural yang dipakai dalam pembelajran selanjutnya.
Prof. Drs. A. Malik Fajar, M.Sc. mendefinisikan evaluasi dengan segala proses untuk meneliti sampai berapa jauh tujuan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu telah tercapai[16] - artinya jika sebuah materi pembelajaran diberikan dalam 2 x 45, setelah KBM berlangsung dilakukan sebuah penelitian terhadap kemampuan siswa dalam menyerap materi tersebut dengan menggunakan tehnik dan alat evaluasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Evaluasi yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan "penilaian" lebih mengarah pada suatu usaha mengetahui dan membandingkan pencapaian yang telah diperoleh masing-masing siswa dalam memahami materi pembelajaran – tentu evaluasi akan memberikan gambaran yang sangat jelas seberapa jauh efektifitas sebuah proses pembelajaran dengan menggunakan media dan metode pembelajaran yang telah dilakukan. Jika hasul evaluasi menunjukkan sesuatu yang kurang produktif dan mendukung keberhasilan siswa, maka perlu diganti dengan metode dan media yang sesuai dengan kemampuan peserta didik.
Pakar administrasi yang lain memberikan pengertian evaluasi (penilaian) sebagai proses menentukan betapa baik organisasi, program atau kegiatan-kegiatan sedang atau telah mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, menilai ialah membandingkan hasil-hasil yang sebenarnya dengan yang dikehendaki dan merumuskan pendapat tentang performance program dan para pendulungnya didasarkan pada perbandingan itu[17].
Dengan menggunakan evaluasi seorang guru atau pemimpin organisasi dapat menghadirkan fakta-fakta dan membawa pada kesimpulan yang mungkin dapat menghadirkan perubahan maksud, tujuan, program aksi dan kegiatan lainnya dengan lebih baik, efektif dan hasil evaluasi merupakan sumbangan yang sangat berharga bagi guru-guru yang lain untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran berikutnya.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka evaluasi pendidikan atau pembelajaran akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi pelaku program dan sekaligus obyek sebuah program, karena :
1. dapat memperoleh dasar pertimbangan-pertimbangan pada akhir suatu program atau proses pembelajaran.
2. dapat menjamin cara bekerja dengan efesien dan efektif
3. dapat memperoleh fakta-fakta tentang kesukaran-kesukaran dan untuk menghindarkan diri dari situasi yang merusak.
4. dapat memajukan kesanggupan guru, sekolah dan wali murid dalam mengembang-kan proses pembelajaran (organisasi sekolah)[18]

B. Prinsip-prinsip Evaluasi Pembelajaran
Sasaran utama evaluasi adalah mengetahui hasil dan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat tercapai tujuan dalam proses pembelajaran – oleh karena itu evaluasi harus dilaksanakan dengan penuh obyektifitas dan mengesampingkan aspek subyektifitas. Penilaian yang dipengaruhi oleh subyektifitas tidak dapat menggambarkan fakta yang sebenarnya atau cenderung manipulatif. Keadaan tersebut akan memberikan dapat negative ketika hasil evaluasi dipakai sebagai dasar menentukan input atau restriction dalam program dan proses pembelajaran berikutnya.
Dengan demikian jika yand diinginkan adalah hasil yang sebenarnya dari hasil kegiatan belajar mengajar, maka evaluasi perlu dilakukan secara obyektif. Obyektifitas sebuah evaluasi dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Evaluasi mengacu pada tujuan (Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, tujuan pembelajaran dan indicator pembelajaran yang ditetapkan), karena tujuan menggambarkan apa yang hendak dicapai, prilaku apa yang diinginkan melalui ukuran dan standar yang telah ditetapkan.
2. Evaluasi bersifat komprehensif atau menyeluruh yaitu meliputi evaluasi kognitif, psykomotorik dan afektif. Jika evaluasi tersebut diarahkan pada mata pelajaran, maka hendaklah mencakup keseluruhan SK dan KD dalam mata pelajaran tersebut.
3. Evaluasi dilakukan secara obyektif artinya menggunakan ukuran, tehnik dan alat evaluasi yang jelas, dan
4. Evaluasi dapat mendorong peningkatan kualitas pembelajaran. Artinya system evaluasi yang digunakan harus dapat mendorong peningkatan kualitas guru – oleh sebab itu system penilaian di sekolah harus :
a. Memberikan informasi yang akurat tentang kompetensi yang telah dicapai dan yang belum dicapai.
b. Mendorong siswa lebih maju karena telah mengerahui kompetensinya.
c. Memotivasi guru agar semangat dan memilih strategi yang pembelajaran yang lebih tepat.
d. Meningkatkan kinerja lembaga, karena motivasi siswa dan guru meningkat.
e. Meningkatkan kualitas pendidikan.

C. Bentuk Evaluasi Pembelajaran
Seorang guru atau coordinator/manajer sebuah lembaga peendidikan dapat melakukan-evaluasi dapat menggunakan bentuk evaluasi sesuai dengan tujuan dan sasaran evaluasi itu sendiri. Secara umum terdapat empat bentuk evaluasi, yaitu :
1. Evaluasi Formatif – evaluasi yang dilaksanakan setiap kali selesai pelaksanaan pembelajaran tertentu. Evaluasi formatif bertujuan mengetahui proses pembelajaran, sehingga berfungsi sebagai alat penilai proses pembelajaran pada unit materi pembelajaran tertentu.
2. Evaluasi Sumatif – evaluasi yang dilaksanakan pada setiap akhir pembelajaran pada suatu program atau sejumlah unit pelajaran tertentu dengan tujuan untuk menilai hasil pencapaian siswa terhadap suatu tujuan program pelajaran dalam periode tertentu (UTS-UAS dll).
3. Evaluasi diagnostic, evaluasi yang dilaksanakan sebagai sarana diagnose. Evaluasi ini bertujuan untuk meneliti atau mencari karena kegagalan atau dimana letak kelemahan siswa dalam mempelajari materi pelajaran tertentu, dan
4. Evaluasi penempatan – evaluasi yang dilaksanakan untuk menempatkan siswa dalam suatu program pendidikan atau jurusan yang sesuai dengan kemampuannya.

D. Teknik dan Alat Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran dilakukan dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip evaluasi agar hasil evaluasi menggambarkan kedaan yang sebenarnya. Untuk itu diperlukan teknik yang baik – terdapat dua teknik evaluasi dalam pembelajaran, yaitu
1. Teknik tes
2. Teknik bukan tes (Nontes)

Teknik tes; adalah teknik evaluasi dengan menggunakan bahan tes untuk mengetahui kualitas obyek. Menurut Dra. Sumiati dan Asra. M.Ed, tes dilaksanakan untuk menge-tahui tingkat kemampuan awal siswa, hasil belajar siswa, pertumbuhan dan perkembangan prestasi siswa dan keberhasilan guru dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran, disamping itu juga untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa, men-dorong siswa belajar dan mendorong agar guru meningkat kemampuan belajarnya[19].
Dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran dengan dengan "teknik tes", seorang evaluator dapat menggunakan "tes lisan, tes tulisan dan tes perbuatan". Sedangkan evaluasi pembelajaran dengan teknik nontes dapat menggunakan cara-cara yang meliputi wawancara, angket, dan observasi. Penjelasan masing-masing teknik evaluasi adalah sebaia berikut :
1. Teknik Tes yang meliputi 3 cara tes, yaitu :
a. Tes Lisan adalah tes verbal dalam bentuk pertanyaan lisan didepan kelas atau pada kelompok atau indvidu tertentu dengan tujuan untuk menilai kemampuan meme-cahkan masalah, proses berfikir terutama melihat hubungan seban akibat, mengguna-kan bahasa lisan dan kemampuan mempertanggungjawabkan pendapat atau konsep yang dikemukakan. Proses penilaian dengan teknik tes lisan membutuhkan pedoman pertanyaan yang berisi pokok-pokok pertanyaan yang akan disampaikan kepada peserta didik dan lembaran penilaian berupa format yang digunakan untuk mencatat skor hasil penilaian keberahasilan menjawab setiap soal yang diajukan[20].
b. Tes Tertulis adalah tes yang dilakukan tertulis baik pertanyaan maupun jawabannya. Tes tertulis digunakan biasa digunakan di dunia pendidikan dan psykologi.
c. Tes Perbuatan adalah tes yang dilaksanakan dengan jawaban menggunakan tidakan, perbuatan atau unjuk kerja. Tes perbuatan berfungsi untuk mengetahui kemampuan siswa melakukan sesuatu perbuatan yang berkaitan dengan aspek psykomotorik. Tes perbuatan sangat cocok untuk mengukur kemampuan siswa dalam melakukan tugas tertentu seperti praktek dilaboratorium atau pada materi yang parameternya jelas dan terukur seperti sains atau IPA.
Dalam melaksanakan tes perbuatan, alat yang digunakan berupa daftar tugas yang harus diselesaikan, alat-alat yang diperlukan dan lembar pengamatan untuk mengamati kegiatan siswa dalam menyelesaikan tugas. Kesemuanya diarahkan agar siswa dapat diketahui kualitas dalam bentuk yang realis berupa hasil kerja.
Secara umum tes perbuatan bertujuan untuk menilai kemampuan siswa dalam aspek :
· Manipulatif – kemampuan menggunakan alat-alat tertentu
· Manual – kemampuan melaksanakan perbuatan berdasarkan petunjuk
· Non Verbal – kemampuan yang susah diungkapkan secara verbal (lisan), namun diungkapkan dalam bentuk perbuatan, dan
· Meningkatkan kesadaran diri tentang kemampuannya, sehingg menimbulkan motivasi belajar[21].

Dalam pelaksanaannya, ditemukan dua bentuk soal tes yang biasa digunakan baik oleh para pengajar disebuah lembaga pendidikan atau dikalangan psykolog ketika melakukan tes mental klien dan bahkan soal-soal untuk rekrutmen pegawai (CPNS), yaitu :
a. Soal tes bentuk uraian (essay) – bentuk tersebut diarahkan untuk mengetahui kemampuan menguraikan apa yang terdapat dalam pikiran. Jawaban terhadap soal tes bentuk uraian digolongkan dalam 3 macam :
· Uraian bebas (convergen) – tes yang harus dijawab dengan uraian bebas.
· Uraian terikat (divergen) – tes yang menuntut jawaban dalam bentuk atau teori tertentu, misalnya pengertian atau hokum tertentu menurut ahli tertentu (hokum Boyle, Fiqh menurut arti bahasa).
· Uraian menurut taxonomi Bloom – tes yang jawabannya berdasarkan pada klasifikasi taxonomi Bloom domain kognitif, misalnya kesimpulan yang ditarik dari hasil penjelasan A atau Eksperimen B !
b. Soal tes bentuk obyektif yang terdiri dari lima macam :
· Bentuk pernyataan benar dan salah (lingkari B jika pernyataan benar, atau S jika pernyataan salah).
· Bentuk pilihan ganda (multiple choice) – tes dalam bentuk ini menyediakan banyak jawaban. Satu diantaranya adalah jawaban benar. Tugas siswa memilih jawaban yang benar itu dari sejumlah kemungkinan yang tersedia.
· Bentuk melengkapi kalimat atau isian (completion) atau jawaban singkat.
· Bentuk menjodohkan (matching) – soal menjodohkan biasanya terdiri dari satu premis, suatu daftar kemungkinan jawaban, dan suatu petunjuk untuk menjodohkan masing-masing premis itu dengan satu kemungkinan jawaban.
· Portofolio – penilaian dengan metode pengumpulan informasi atau data secara sistemik atau hasil pekerjaan atau tugas-tugas seseorang (siswa). Portofolio sendiri artinya adalah kumpulan karya atau tugas yang dikerjakan oleh siswa (hasil tes, hasil tugas perorangan, hasil praktikum atau hasil pekerjaan rumah siswa)[22].

2. Teknik nontes
a. Wawancara (interview) – tehnik evaluasi dengan Tanya jawab, baik langsung maupun tidak langsung seperti menggunakan media. Wawancara dilaksanakan dengan memperhatikan tujuan dan alat wawancara yaitu pedoman wawancara.
b. Kuesioner (Angket) – wawancara yang dilaksanakan secara tertulis.
c. Pengamatan (observasi) – melakukan pengamatan terhadap obyek atau kegiatan dengan menggunakan pedoman pengamatan berupa check list atau skala evaluasi. Observasi dapat dilaksanakan dengan tiga cara, yaitu :
· Observasi langsung (direct observation) – pengamatan yang dilaksanakan secara langsung tanpa perantara (pengamatan KBM di kelas).
· Observasi todak langssung (indirect observation) – pengamatan terhadap suatu obyek melalui perantara suatu alat atau cara, baik dilakukan dalam situasi sebenarnya maupun buatan, misalnya mengetahui sikap social siswa terhadap orang lain melalui sosiodrama.
· Partisipasi – observasi yang dilakukan dengan cara ikut serta atau melibatkan diri dalam situasi suatu obyek, misalnya observasi interaksi antara guru dan kepala sekolah – kepala sekolah melibatkan diri sebagai guru[23].
d. Check list – evaluasi dengan menggunakan sejumlah butir standar untuk penilaian; alat yang digunakan adalah daftar check list.
e. Skala penilaian – butir-butir yang dinilai dibuatkan rentangan nilai pada skala. Setiap gejala yang muncul berdasarkan pada butir itu dibuat penilaian[24].

E. Langkah-langkah evaluasi
1. Tahap persiapan – pada tahapan ini bahan-bahan yang diperlukan untuk menyusun alat evaluasi adalah
a. Tujuan pembelajaran adalah bentuk perilaku yang akan dievaluasi.
b. Menentukan ruang lingkup dan urutan materi pembelajaran berpedoman pada kisi-kisi yang dibuat.
c. Menuliskan butir-butir soal, dengan bentuk sebagaimana direncanakan dan dibuat dalam kisi-kisi.
d. Jika evaluasi dilaksanakan selain untuk kepentingan evaluasi formatif, soal yang dibuat perlu diuji coba terlebih dahulu sebelum diperbanyak.

2. Tahap pelaksanaan – dilaksanakan sesuai dengan kepentingan evaluasi itu sendiri (formatif dan sumatif).
3. Tahap pemeriksaan – penentuan dan pengolahan angka atau skor yang diperoleh pada tahap evaluasi.
F. Evaluasi Taxonomi Bloom
Dalam dunia pendidikan dikenal penggolongan kemampuan peserta didik yang meliputi kemampuan pemahaman, ketrampilan dan sikap. Ketiga kemampuan tersebut selalu menjadi dasar proses penilaian terhadap siswa, karena 3 hal tersebut mewakili kemampuan dasar dan tujuan yang diinginkan dalam proses pendidikan.
Ketiga ranah tersebut dikenal dengan "Taxsonomi Bloom" sebuah teori pemilahan kemampuan didik menjadi ranah atau domain Kognitif, Psykomotorik dan Afektif. Bentuk prilaku hasil belajar siswa sangat beragam sesuai dengan tingkat kecerdasan atau kemampuan siswa, sehingga memerlukan ukuran dan standar yang menyeluruh. Dalam penilaian hasil belajar siswa pada kurikulum sebelum KBK, keberhasilan siswa diukur dengan memerinci komponen Kognitif, Psykomotorik dan Afektif. Pada pelajaran tertentu ukuran keberhasilan siswa hanya diukur pada domain psykomotorik dan Afektif, misalnya nilai pada mata pelajaran Penjaskes dan Kesenian.
Pada kurikulum berbasis kompetensi, penilaian hasil belajar siswa lebih ditekankan pada aspek kompetensi yang dimiliki oleh siswa, tetapi lagi-lagi penjabaran penilaiannya masih menggunakan format atau mengacu pada taxonomi Bloom – masih terdpat pemisahan yang jelas terhadap aspek kognitif, psykomotorik dan afektif yang ditempatkan dalam kolom yang berbeda.
Belakangan muncul sebuah pemikiran bahwa evaluasi hasil belajar siswa harus merupakan kesatuan, walau dalam proses penilaian tersebut masih menggunakan standar dari taxonomi Bloom, namun konsep tersebut tidak nampak dalam bilik atau kolom yang terpisah. Jika dalam suatu Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mengandung tiga domain, maka guru harus mampu membuat alokasi keterkaitan dan stressing dari masing-masing domain (ranah) tersebut dalam bentuk prosentasi yang proporsional. Jika mata peelajaran yang diajarkan oleh guru lebih menitikberatkan pada domain psykomotorik (penjaskes-kesenian), maka psykomotorik mendapatkan porsi yang lebih dominan dibandingkan dengan domain kognitif dan afektif.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenau konsep taxonomi Bloom[25], maka secara konsep tersebut tiga ranah atau domain yaitu :
1. Domain Kognitif – perilaku yang berhubungan dengan berfikir, mengetahui dan pemecahan masalah. Pada awalnya domain ini hanya memiliki enam tingkatan dan setelah direvisi menjadi tujuh tingkatan yaitu
a. Knowlidge atau pengetahuan siswa yang meliputi factual knowlidge, conceptual konwlidge, prosedural knowlidge dan metacognitive knowlidge.
b. Remember atau kemampuan mengingat.
c. Understanding atau kemampuan memahami
d. Apply atau kemampuan menerapkan sesuatu
e. Analyze atau kemampuan menganalisa-meneliti
f. Evaluate atau kemampuan menilai
g. Create atau kemampuan menciptakan.

Kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, mengingat dan memahami hanya membutuhkan proses berfikir rendah (lower level of thinking proces), sedangkan kemampuan meneliti, menilai dan menciptakan membutuhkan proses berfikir tingkat tinggi (Higher level of thinking proces).

2. Domain Psykomotorik – perilaku yang berhubungan dengan ketrampilan (skill) yang bersifat manual atau motorik. Domain psykomotorik memiliki tujuh tingkatan yang terdiri atas :
a. Persepsi (perceptiion) – ketrampilan berkaitan dengan penggunaan indera dalam melakukan kegiatan, misalnya mengenal suara musik dengan tarian tertentu.
b. Kesiapan melakukan suatu kegiatan (set) – ketrampilan untuk melakukan sesuatu yang meliputi kesiapan mental (mental set), kesiapan fisik (physical set) dan kesiapan emosi-perasaan (emotional set).
c. Mekanisme (mechanism) – ketrampilan yang berkaitan dengan respon yang sudah dipelajari dan sudah menjadi kebiasaan, sehingga gerakan yang ditampilkan menunjukkan suatu kemahiran.
d. Respon terbimbing (guided respons) – ketrampilan yang berkaitan dengan meniru atau mengikuti, mengulangi perbuatan yang diperintahkan atau ditunjukkan oleh orang lain.
e. Kemahiran (complect avert respons) – ketrampilan yang berkaitan dengan gerakan motorik dengan ketrampilan penuh (ketrampilan menyetir motor dll)
f. Adaptasi (adaptation) – ketrampilan yang sudah berkembang pada dirinya sehingga yang bersangkutan mampu memodifikasi atau membuat perubahan pada pola gerakan sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu.
g. Originasi (origination) – ketrampilan yang menunjukkan pada penciptaan pola gerakan baru dengan situasi dan masalah tertentu (desainer, komposer, enginering dll)

3. Domain Afektif – perilaku yang berkaitan dengan sikap, nilai, interes, apresiasi (penghargaan) dan penyesuaian perasaan sosial. Domain afektif mempunyai lima tingkatan yaitu :
a. Kemauan menerima (receiving) – keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau rangsangan tertentu seperti membaca buku, mendengar musik atau bergaul dengan orang lain.
b. Kemauan menanggapi (responding) – menunjukkan pada partisipasi aktif dalam kegiatan tertentu, seperti menyelesaikan pekerjaan rumah, mentaati peraturan, menyelesaikan tugas terstruktur, mengikuti diskusi kelas dll.
c. Berkeyakinan (valuing) – kemauan menerima sistem nilai tertentu pada diri individu, seperti apresiasi terhadap sesuatu, sikap ilmiyah, kesunguhan (komitmen) untuk melakukan peningkatan suatu kehidupan sosial dll.
d. Penerapan karya (organization) – berkenaan dengan penerimaan terhadap berbagai sistem nilai yang berbeda-beda berdasarkan pada suatu sistem nilai yang tinggi.
e. Ketekunan dan ketelitian (chacterization by a value complex) – kemampuan yang dimiliki oleh indvidu untuk selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai yang dipegangnya, sperti bersikap obyektif terhadap segala hal.

VI. KESIMPULAN
Perencanaan dalampembelajaran sangat menentukan kualitas pendidikan yang akan dihasilkan. Perencanaan yang asal-asal akan berimbas pada hasil belajar yang tidak maksimal – perencanaan yang baik dengan menggunakan metode dan media yang tepat akan dapat merubah input yang kurang baik menjadi lebih baik.
Ketertiban dan keteraturan adalah kunci keberhasilan, semakin tidak tertib dan teratur dalam proses pembelajaran, maka semakin jelek pula hasil belajar yang dicapai.

[1] Drs. Ihsan, “Karangasem dalam perspektif Kesejarahan dan Kelembagaan” (Lamongan, Eldikka Paciran 1992),
[2] WordWeb dengan Lockup “analysis” dan “analythic thinking”
[3] Permen Diknas nomor 2 Tahun 2006 BAB I Pendahuluan, 1
[4] Ibid, 2
[5] Drs. Lukmanul Hakiem, M.Pd, “Perencanaan Pembelajaran”, (Bandung, Wacana Prima, 2008), 178
[6] Ibid, 178
[7] Ibid, 179
[8] Ibid, 173
[9] Ibid, 174
[10] Oud Teda Ena “Membuat Media Pembelajaran Interaktif dengan Piranti Lunak Presentasi” (Yogyakarta, ILCIC - Indonesian Language and Culture Intensive Course, Universitas Sanata Dharma 2009).
[11] http://www/. Pustekkom.com tanggal 12 Januari 2008
[12] Ibid, 5
[13] Ibid, 6
[14] Dra. Sumiati dan Asra, M. Ed “Metode Pembelajaran” (Bandung, Penerbit Wacana Prima, 2008), 163-164
[15] Dra. Sumiati dan Asra, M. Ed “Metode Pembelajaran”, 166-167
[16] Prof. Drs. A. Malik Fajar, M,Sc. "Administrasi Supervisi Pendidikan" (Yogjakarta, Aditya Media, 1993), 79
[17] Prof. Dr. Oteng Sutisna, M.Ed. "Administrasi Pendidikan Dasar Teoretis untuk Praktek Profesional" (Bandung, Angkasa, 1989), 250.
[18] Ibid, 253-254.
[19] Dra. Sumiati dan Asra, M. Ed “Metode Pembelajaran”, 203
[20] Ibid, 204
[21] Drs. Lukmanul Hakiem, M.Pd, “Perencanaan Pembelajaran”, 168
[22] Dra. Sumiati dan Asra, M. Ed “Metode Pembelajaran”, 206-208
[23] Drs. Lukmanul Hakiem, M.Pd, “Perencanaan Pembelajaran”, 167
[24] Dra. Sumiati dan Asra, M. Ed “Metode Pembelajaran”, 205
[25] Ibid, 214-217

1 Comment:

  1. faris said...
    hmm,,, bapak dosen'setiap sistem yang di buat manusia pasti ada ketidakstabilan dan kekurangan...

Post a Comment



Template by:
Free Blog Templates