Kamis, 09 April 2009
PENDEKATAN SISTEM DALAM
PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Editor : Drs. IHSAN
I. PENDAHULUAN
Dalam ajaran Islam, manusia dilahirkan dalam keadaan suci – lalu kedua orang tua mereka yang melakukan usaha-usaha untuk menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi (Al Hadits) – Kansep manusia bersih dan suci mengilhami para filosof mengkontruksi pemikiran tentang pola Tabularasa ala John Locke yang kemudian mengilhami paradigma empirisme bahwa peserta didik pada asalnya adalah sekelompok manusia yang tidak memiliki ide atau gagasan, sehingga guru berfungsi mentransfer pengetahuan kepada peserta didik.
Paradigma peserta didik tidak memiliki pengetahuan menjadi factor utama mengapa guru selaly menempatkan diri sebagai pusat ilmu pengetahuan dan mengabaikan kemampuan proses eksplorasi yang dimiliki oleh siswa. Kesalahpahaman terhadap potensi siswa menyebabkan proses pembelajaran tidak maksimal bahkan cenderung menghasilkan peserta didik yang apatis dan kebingungan dalam artian seharusnya ia memperoleh lebih dari hanya sekadar menerima pengetahuan – tetapi ia menerima metode pemahaman, pengembangan dan pengelolaan ilmu pengetahuan atau bahkan metode eksplorasi keilmuan yang mandiri sebagaimana yang dikembangkan oleh penganut metode inquiri.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, maka kita membutuhkan pendekatan-pendekatan yang realible terhadap obyek pembelajaran, karena dengan pendekatan yang tepat, kita akan mampu menyusun rencana pembelajaran yang tepat.
II. PENGERTIAN PENDEKATAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN
A. Pengertian Pendekatan Sistem
Pendekatan atau Approach dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “came near (menghampiri), go to (jalan ke) dan way path dengan (arti jalan). Dalam pengertian ini dapat dikatakan bahwa approach adalah cara menghampiri atau mendatangi sesuatu.
Berdasarkan Word Web – kata approach dalam bentuk noun (kata benda), berarti Ideas or actions intended to deal with a problem or situation, misalnya kata "his approach to every problem is to draw up a list of pros and cons" atau ia juga berarti The act of drawing spatially closer to something seperti kalimat "the hunter's approach scattered the geese"
Dalam bentuk verb, approach berarti Come near or verge on, resemble, come nearer in quality, or character seperti arti kalimat "His playing approaches that of Horowitz". Terkadang approach juga berarti make advances to someone, usually with a proposal or suggestion seperti kalimat "I was approached by the President to serve as his adviser in foreign matters"[1]
H.M Habib Thaha mendefiniskan pendekatan adalah cara pemrosesan subyek atas obyek untuk mencapai tujuan. Pendekatan ini juga berarti cara pandang terhadap sebuah obyek permasalahan, dimana cara pandang tersebut adalah cara pandang yang luas. Sedangkan Prof. Dr. Oteng Sutisna, M.Sc lebih praktis dalam memahami pengertian ”pendekatan”. Pendekatan adalah apa yang hendak ia kerjakan dan bagaimana ia akan mengerjakan sesuatu. Yang pertama disebut dengan pendekatan pengertian ”tugas” dan yang kedua adalah pendekatan dalam pengertian ”proses”[2]
Penggunaan istilah ”pendekatan” memiliki arti yang berbeda-beda tergantung kepada obyek apa yang akan menjadi tema sentral perencanaan kerja dan kajian pemikiran yang akan dikembangkan. Dalam konstek belajar, approach dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan peserta didik untuk menunjang efesiensi dan efektifitas dalam proses pembelajaran tertentu. Dengan demikian sesungguhnya approach adalah seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa, untuk memecahkan masalah atau untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Sudah barang tentu approach dalam pengertian tersebut membutuhkan pandangan falsafi (mendasar) terhadap subyek matter yang diajarkan, selanjutnya akan melahirkan metode mengajar yang dijabarkan dalam bentuk tehnik penyajian pembelajaran.
Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari komponen-komponen (elemen) yang saling berhubungan satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan tertentu. Keberhasilan sebuah perencanan sangat tergantung bagaimana seseorang tersebut membuat system yang akan menjadi format aktifitas dalam mewujudka sebuan tujuan. Oleh sebab itu untuk menentukan system yang bagus diperlukan sebuah analisis system (system analyisis).
Sistem analisis adalah sebuah proses kajian yang sangat detail berkaitan dengan elemen sebuah perencanaan atau system itu sendiri, termasuk didalamnya adalah tujuan kegiatan, hasil yang akan dicapai dan hubungan timbal balik antar elemen tersebut. Dengan kata lain analisis system adalah kerangka dasar metode berfikir untuk memecahkan masalah atau sesuatu persoalan[3].
Analisis system sekurang-kurang dilakukan terhadap tiga komponen utama, yaitu masukan (input), proses, dan keluaran (output) Yang dapat digambarkan sebagai berikut
INPUT
(MASUKAN)
OUTPUT
(KELUARAN)
PROSES
UMPAN BALIK/FEEDBACK
Input adalah materi mentah yang menjadikan system itu beroperasi atau melakukan proses. Proses merupakan kegiatan-kegiatan dalam mengolah input, sedangkan output adalah keluaran yang berupa hasi; dari proses. Terkadang hasil dari sebuah proses yang dilakukan terjadi ketidakpuasan atau kurang memenuhi target yang ditetapkan dalam sebuah system, sehingga perlu ada analisis dan koreksi terhadap output sebuah proses berupa feedback.
Untuk menindaklanjuti feedback sekalligus untuk mengukur sebuah output tersebut memuaskan atau bahkan tidak memuaskan, maka diperlukan parameter yang jelas dan ditetapkan sebelum sebuah system tersebut menerima input, melakukan proses dan menghasilkan output, misalnya dengan menetapkan :
1. Tujuan yang ingin dicapai
2. Input yang akan masuk (diinginkan)
3. Bagaimana proses pengelolaan input (materi yang akan diberikan kepada input, cara menanganinya, dan alat-alat yang digunakan)
4. Bagaimana melakukan penilaian terhadap output, dan
5. Bagaimana melakukan perbaikan terhadap output.
Pendekatan system berarti menentukan cara memproses sebuah obyek oleh subyek dengan system yang telah ditentukan pula. Pendekatan system dewasa ini dianggap lebih rasional dan efektif untuk memperoleh output yang baik dalam sebuah proses pembelajaran. Sistem yang baik dalam proses akan membantu mencapai hasil yang maksimal walau mungkin input yang diperoleh kurang bagus – mengapa demikian. Kemampuan analisis system yang baik terhadap input akan membantu menemukan cara untuk melakukan pemrosesan input. Pembelajaran yang dilakukan tanpa didahului oleh proses pendekatan terhadap obyek atau peserta didik akan menyebabkan guru mengalami keterbatasan dalam menetapkan metode atau bahkan strategi dalam proses pembelajaran.
Drs. Lukmanul Hakim, M.Pd. menggambarkan kerangka pendekatan system sebagai berikut[4] :
RESTRICTION
Obyektives
Performance Standard
Constraint
PROSES
INPUT
OUTPUT
UMPAN BALIK/FEEDBACK
Pada pendekatan system tersebut dapat dilihat bahwa apa yang ingin dicapai (Restriction) merupakan dasar analisis suatu system. Restriction terumuskan dalam bentuk tujuan (Objectives), standar prilaku yang diharapkan (Performance standart) dan juga kemungkinan hambatan dalam mencapai tujuan (Constraint). Berdasarkan pada tujuan system, maka dirumuskan input yang ingin diciptakan sesuai dengan tujuan. Masukan diproses sehingga menghasilkan keluaran (output) tertentu. Hasil evaluasi terhadap output dijadikan feedback sebagai bahan perbaikan atau revisi.
B. Pengertian Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan sebagaimana yang telah dijelaskan merupakan proses pendefinisian tujuan dan bagaimana untuk mencapainya. Artinya ia lebih banyak menetapkan output yang ingin dicapai, mengartikulasikannya dalam bentuk strategi, taktik. Operasi yang diperlukan untuk mencapainya.
Drs. Atang Widjaja Tunggal membagi perencanaan menjadi dua, yaitu perencanaan formal (formal planning) dan perencanaan tidak formal (informal Planning). Perencanaan tidak formal merupakan proses secara intuitif memutuskan tujuan-tujuan dan aktifitas-aktifitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut, tanpa penyelidikan yang kaku dan sistematis. Sedangkan perencanaan formal adalah proses mengguanakan investigasi dan analisiss system untuk menentukan tujuan, aktifitas atau strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan, dan secara formal mendokumentasikan ekspektasi organisasi[5]
Dalam setiap perencanaan, seseorang sekurang-kurangnya akan melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Apa yang akan dicapai
2. Dengan cara apa akan dicapainya
3. Alasan-alasa apa yang digunakan untuk menentukan cara-cara pencapaian itu
4. Kapan hal tersebut tercapai
5. Bagaimana pentahapan cara penyelesaiannya
6. Siapa yang akan melaksanakannya
7. Bilamana dan bagaimana akan mengadakan penilaian
8. Kemungkinan-kemungkinan apa yang kiranya dapat mempengaruhi pelaksanaan
9. Bagaimana mengadakan penyesuaian dan perubahan rencana dan sebagainya[6].
Dengan demikian perencanaan menjadi suatu yang sangat mendasar dan menentukan keberhasilan suatu program, karena ia menyangkut penentuan tujuan, aktifitas atau proses untuk mencapai tujuan baik menyangkut siapa yang melakukan, tahapan penyelesaian dan alat atau instrument apa yang digunakan untuk mencapainya sekaligus ditentukan pula evaluasi hasil sebuah aktifitas.
Perencanaan dalam pembelajaran berarti menentukan tujuan, aktifitas dan hasil yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Pembelajaran berasal dari kata "ajar" dan kemudian dalam ilmu pendidikan klasik dikenal dengan istilah "mengajar". Kata mengajar memiliki 3 arti yaitu menyampaikan pengetahuan pada anak, menyampaikan pengetahuan dan kebudayaan pada anak dan mengatur aktifitas lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.
Drs. Abu Ahmadi menjelaskan bahwa pengertian mengajar yang berarti menamankan pengetahuan dan kebudayaan pada siswa akan melahirkan system "teacher centered" dimana guru menjadi actor utama, sedangkan mengajar yang berarti membentuk lingkungan sehingga terjadi proses belajar akan mengarahkan pada system "pupil centered" yang berarti guru hanya menjadi fasilitator dan pembimbing[7].
Dalam perspektif lainnya, praktek pembelajaran yang dilakukan oleh guru terhadap murid, terbagi dalam 3 kelompok, yaitu :
1. Pengajaran - guru yang mengajar dengan cara menyampaikan pelajaran semata-mata. Guru biasanya berdiri di depan kelas, mengahadapi siswa dan menjelaskan materi pelajaran. Siswa duduk dengan rapi, mendengarkan dan mencatat uraian guru, dihafalkan agar kelak dapat menjawab pertanyaan dengan baik jika diadakan ulangan. Sistem pengajaran tersebut bersifat pasif (tidak ada dinamika pemikiran) dan verbalistic (disampaikan dengan lisan). Secara sederhana situasi pengajaran demikian digambarkan dengan "DUDUK, DENGAR, CATAT DAN HAPALKAN".
2. Pembelajaran – guru yang mengajar dengan menciptakan situasi dan kondisi belajar yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman belajar sesuai dengan tujuan artinya ia tidak hanya mengetahui meteri pelajaran tetapi ia juga mampu memahami, menerapkan suatu konsep atau memiliki ketrampilan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.
Guru dalam kelompok pembelajaran bertindak sebagai fasilitator, pemberi motivasi dan rangsangan, pembimbing dan konsultan terhadap kesulitan yang dihadapi siswa serta mengarahkan proses pada tujuan yang telah ditetapkan. Siswa menjadi lebih aktif dengan melakukan diskusi, latihan, eksperimen atau proses discoveri keilmuan.
3. Pembelajaran bebas – guru berperan sebagai pembimbing siswa dalam pembelajaran. Siswa memilih materi pembelajaran apa yang akan dipelajari sesuai dengan minat dan pilihannya serta bagaimana cara mempelajarinya[8].
Dengan definisi tersebut, maka penggunaan pembelajaran dinilai lebih baik di-bandingkan dengan "mengajar". Mengajar hanya menjadikan siswa sebagai kelompok yang tidak memiliki ilmu dan diberlakukan sebagai obyek bodoh dan pasif sedangkan guru bertindak sebagai kelompok super yang tidak mungkin salah. Pembelajaran mengambil sisi baik dari proses mengajar dan memberikan ruang yang luas bagi siswa untuk mengembangkan pengetahuan secara mandiri. Hal teersebut didukung dengan kemajuan ilmu peengetahuan dan teknologi yang memungkinkan siswa memperoleh keluasan materi pelajaran dari sumber lainya selain guru mata pelajaran, misalnya buku, artikel atau melakukan browsing di internet berkaitan dengan mata pelajaran tersebut. Guru sebagai penyampai materi pelajaran juga dapat melakukan improvisasi dengan metode pembelajaran yang beraneka ragam sesuai dengan stressing mata pelajaran tersebut.
III. URGENSI PENDEKATAN SISTEM PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Dalam perkembangan pendidikan modern – pendidikan dilakukan dengan proses yang sistematis dan sangat terencana, hal tersebut dimungkinkan karena perkembangan ilmu pengetahuan yang aplikatif. Siswa tidak lagi dianggap sebuah obyek bodoh yang mati, tetapi ia telah memiliki bekal ilmu pengetahuan baik yang diperoleh dari jenjang pendidikan sebelumnya atau berasal dari eksplorasi keilmuan secara mandiri, sedangkan guru hanya berfungsi sebagai salah satu sumber ilmu dan moral. Disamping itu terdapat prinsip bahwa pembelajaran sebenarnya bukan aplikasi dari apa yang di kehendaki oleh guru tetapi apa yang dikehendaki oleh peserta didik.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka perencanaan pembelajaran menjadi bangunan awal sebuah proses pembelajaran. Sebagai bangunan awal proses pembelajaran, perencanaan harus dibuat dengan memperhatikan input dan out put yang hendak dicapai sekaligus didalamnya memuat aktifitas atau proses untuk mencapainya.
Pendekatan system perencanaan pembelajaran sangat penting bagi proses pembelajaran, karena disana terdapat arahan yang menunjukkan cara atau metode yang digunakan untuk memproses input sehingga menghassilkan output yang baik. Secara umum dapat kita sarikan kepentingan pendekatan system perencanaan pembelajaran sebagai berikut :
Dapat memberikan arahan tentang tujuan dalam system pembelajaran yang akan dilakukan oleh seorang guru.
Dapat memberikan petunjuk tentang materi pembelajaran
Menjelaskan tentang kegiatan yang harus dilakukan sebagai komponen system pembelaajaran.
Memberikan penjelasan tentang cara, metode dan alat yang akan digunakan dalam proses pembelajaran
Dapat melakukan proses evaluasi sebagai dasar feedback.
Perencanaan pembelajaran berarti menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan penggambaran tentang perubahan-perubahan yang diharapkan dari siswa. Robert F. Merger menjelaskan bahwa tujuan merupakan deskripsi pola-pola prilaku atau performance yang diinginkan dapat didemons-trasikan siswa. Agar rumusan tujuan menggambarkan totalitas keinginan dan kepentingan pembelajaran, maka diperlukan standar operasional yaitu
menyatakan prilaku yang akan dicapai
membatasi kondisi perubahan perilaku yang dininginkan, dan
menyatakan kreteria perubahan perilaku dalam arti menggambarkan standar perilaku minimal yang dapat diterima sebagai hal yang dicapai [9]
sedangkan materi pelajaran adalah isi dari proses yang harus dipelajari dalam proses pembelajaran – agar materi pelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka materi pelajaran harus mempunyai ruang lingkup dan urutan yang jelas. Hal tersebut akan memudahkan kita dalam menentukan metode atau kegiatan yang akan kita tetapkan dalam proses pembelajaran. Dalam proses penetapan metode, seorang guru harus memperhatikan ragam metode yang mungkin dapat digunakan, menetapkan kegiatan-kegiatan yang tidak perlu dilakukakan agar mencapai efesiensi dan menetapkan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Guru dan Siswa.
Materi pelajaran dalam perencanaan pembelajaran harus mengacu pada kurikulum, sehingga tidak berlebihan jika kemudian perencanaan pembelajaran diidentikkan dengan kurikulum. Beberapa pakar pendidikan memberikan kesimpulan yang hampir sama berkaitan dengan kedudukan kurikulum dalam system perencanaan pembelajaran – kurikulum diartikan menjadi 3 hal yaitu :
Kurikulum sebagai perencanaan pembelajaran – karena didalamnya berisi tentang materi yang ingin disampaikan atau ditempuh oleeh siswa untuk memperoleh ijazah atau mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan.
Kurikulum sebagai pengalaman belajar yang akan diperoleh siswa dari sekolah artinya kurikulum tersebut menjelaskan bahwa pengalaman belajar yang akan diperoleh tidak lepas dari apa yang telah disajikan dalam kurikulum tersebut.
Kurikulum diartikan sebagai rencana belajar siswa – artinya dengan melihat kurikulum tersebut siswa secara mandiri dapat melakukan pembelajaran atau mengeksplorasinya sendiri dengan sumber belajar yang juga disebutkan dalam kurikulum tersebut[10].
Kurikulum sebagai bagian integral dari perencanaan pembelajaran berisi tentang rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan materi pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Sudah barang tentu keberadaan kurikulum menambah arti penting perencanaan pembelajaran dalam sebuah system pendidikan itu sendiri.
IV. MODEL DAN POLA PENDEKATAN SISTEM
Pendekatan digunakan dalam pembelajaran berorientasi agar siswa sedikit banyak mengambil peran dari guru – artinya peran guru bergeser dari "menentukan apa yang dipelajari" menjadi "bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar siswa". Pengalaman belajar diperoleh dari serangkaian kegiatan siswa baik studi kepustakaan, eksperimen dan interaksi siswa dengan lingkungannya, siswa dengan temannya, dan nara sumber lain.
Dalam proses perencanaan pembelajaran terkandung juga kegiatan yang akan dilakukan oleh seorang guru terhadap peserta didik, karena pendekatan sangat menentukan interaksi antara guru dan siswa. Pendekatan yang dapat digunakan secara garis besar adalah[11] :
A. Pendekatan imposisi atau ekspositoris yaitu pendekatan dengan ciri guru me-nyampaikan materi pembe-lajaran dengan penuturan atau dengan melontarkan (ekspositoris) materi pembelajaran. Metode ini berkembang dari fakta empiris yang menyatakan bahwa manusia pada mulanya tidak memiliki ide atau pengetahuan apa-apa sebagaimana yang dikembangkan oleh John Locke dengan filosofi "Tabula Rasa" – lalu guru bertindak sebagai supliyer ilmu kepada siswa.
B. Pendekatan Teknologis yaitu pembelajaran dengan menggunakan perangkat (wares), baik berupa perangkat benda atau perangkat keras (hardware), misalnya Radio, Televisi, atau komputer dan perangkat program (software).
C. Pendekatan Personalisasi yaitu pembelajaran dengan meengarahkan pada siswa untuk menentukan apa yang ingin dipelajari, sehingga yang bersangkutan mempertahankan keunggulan yang semula sudan dimiliki dan mengembangkannya sesuai dengan dasar-dasar yang sudah dimiliki. Dalam proses pembelajaran, siswa diarahkan pada prinsip saling membutuhkan, aktif dan jiwa kemandirian. Proses pembelajaran dengan pendekatan personalisasi didasarkan pada filosofi progresifistis yang berpandangan bahwa manusia pada asalnya adalah baik dan aktif.
D. Pendekatan Interaksional yaitu proses pembelajaran dengan pola terjadinya interaksi yang seimbang antara guru dan siswa. Guru aktif dalam memberi rangsangan maupun jawaban, demikian juga siswa. Guru senantiasa melemparkan permasalahan yang terformat dalam media pembelajaran, sehingga siswa terlatih kemampuannya untuk memecahkan masalah melalui penggunaan argumentasi verbal.
E. Pendekatan konstruktivis yaitu proses pembelajaran dimana siswa melakukan preposisi yang sederhana dengan mengkonstruk pengertian terhadap dunia tempatnya hidup. Manusia membangun pengetahuan melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya.
Untuk melakukan pendekatan konstruktivis, seseorang harus memahami prinsip-prinsip kontruktifitas yaitu
1. masalah yang sesuai dengan kehidupannya,
2. ppenataan belajar pada konsep primer/utama,
3. menjajaki dan menghargai pendapat siswa,
4. kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan siswa, dan
5. menilai belajar siswa dalam konsteksi mengajar.
Jika kita menggunakan metode konstruktivis, maka sesungguhnya kita telah melakukan kegiatan :
1. mengaktifkan kembali pengetahuan yang sudah ada (activiting knowlidge),
2. memperoleh pengetahuan baru (acquiring knowlidge),
3. pemahaman pengetahuan (understanding konwlidge),
4. mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman (applying konwlidge), dan
5. melakukan refleksi pengetahuan (reflecting konwlidge).
F. Pendekatan Inquiri adalah pemberian mateeri pembelajaran pada siswa untuk menangani permasalaha yang mereka hadapi ketika berhadapan dengan dunia nyata melalui proses penelitian. Siswa sebagai peneliti, maka ia harus melakukan prosedur mengenali permasalahan, menjawab pertanyaan, melakukan research dan investigasi dan menyiapkan kerangka berfikir, hipotesis, dan penjelasan kompatibel dengan pengalaman pada dunia nyata.
G. Pendekatan Pemecahan Masalah – yaitu pembelajaran dengan titik tekan untuk mengembangkan higher order thinking skills (kerangka ketrampilan berfikir tingkat tinggi) melaui proses solving atau pemecahan masalah. Pendekatan Pemecahan Masalah akan merangsang siswa mampu menjadi :
1. Eksplorer (mencari penemuan baru)
2. Inventor (mengembankan gagasan/ide dan pengujian baru yang inovatif
3. Desainer (mengkreasi rencana dan model baru)
4. Desicion maker (pengambil keputusan dengan melatih menetapkan pilihan yang bijaksana.
5. Komunikator (mengembangkan metode dan teknik untuk bertukar pemikiran dan berinteraksi
Dalam perspektif pembelajaran Qur'ani – ditemukan beberapa pola atau model pendekatan yang biasa dilakukan dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam adalah :
A. Pendekatan Pengalaman – yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan baik secara individual maupun kelompok. Pengalaman adalah suatu hal yang sangat berharga dalam kehidupan manusia – Syaiful Bachri Djamrah menjelaskan bahwa pengalaman adalah guru tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh siapapun juga[12].
Al Qur’an memberikan contoh yang sangat jelas bagaimana pendekatan pengalaman dipakai dalam memberikan pelajaran dan peringatan kepada semua manusia agar mereka tidak terjerumus dalam situasi dan perbuatan yang sama –misalnya bagaimana Allah menjadikan jasad Fir’aun sebagai sumber pelajaran dengan pola pendekatan pengalaman. Firman Allah dalam Al Qur’an Surat Yunus ayat 92[13]
Artinya :” Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu[704] supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan Sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami”.
Sedemikian pentingnya pendekatan pengalaman dalam pembelajaran pendidikan Islam, sehingga Allah berkali-kali memerintahkan umat Islam atau manusia pada umumnya untuk mencari pengalaman dengan mengkaji riwayat bangsa-bangsa terdahulu dan terus menerus melakukan kajian terhadap bekas tempat tinggal dan kehidupan mereka, juga dengan berbagai peristiwa alam yang terjadi dalam kehidupan kita – sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an Surat Yunus ayat 39 dan 73[14]
Artinya :”bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna Padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu”.
Artinya :”lalu mereka mendustakan Nuh, Maka Kami selamatkan Dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu”.
Metode mengajar yang dapat dipakai dalam pendekatan pengalaman, diantaranya adalah metode eksperimen (percobaan), metode drill (latihan), metode sosiodrama dan bermain peran, dan metode pemberian tugas belajar dan resitasi dan lain sebagainya.
B. Pendekatan Pembiasaan – pembiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi. Pembiasaan pendidikan memberikan kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan ajaran agamanya, baik secara individu maupun secara berkelompok dalam kehidupan sehari-hari[15].
C. Pendekatan Emosional – yaitu usaha untuk mengubah perasaan dan emosi peserta didik dalam meyakini ajaran Islam serta dapat merasakan mana yang baik dan yang buruk. Emosi adalah gejala kejiwaan yang ada dalam diri manusia – emosi erat kaitannya dengan perasaan manusia. Seseorang yang mempunyai perasaan pasti dapat merasakan sesuatu; baik perasaan jasmaniah, maupun perasaan rokhaniyah. Di dalam perasaan rokhaniyah tercakup perasaan intelektual, perasaan estetis dan perasaan etis, perasaan sosial dan perasaan harga diri. Peristiwa yang terjadi dalam kehidupan mereka akan menjadi bangunan emosi atau perasaan mereka.
D. Pendekatan Rasional – adalah suatu pendekatan mempergunakan rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebesaran dan kekuasaan Allah. Ajaran agama Islam sebagian harus diyakini tanpa ada interpretasi karena memang ajaran tersebut ”ghairu ma’qul”, tetapi dalam konteks yang lain terdapat ajaran yang harus dicerna dengan pendekatan rasio.
Ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia, penciptaan alam semesta, kekayaan dan keragaman hayati dan aspek-aspek lain dari keindahan tata ruang angkasa – membutuhkan kecermelangan rasio untuk memahaminya. Out put pemahaman dengan pendekatan rasio terhadap keajaiban alam menjadikan manusia bertambah keimanannya – mereka yang mampu menggunakan rasio alam memahami kekuasaan dan kebesaran Allah tersebut dikenal dengan ”Ulul Albab” sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an Surat Ali Imron ayat 190-191[16].
Artinya :”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”, ”(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka”.
Perintah menggunakan akal sebagai alat eksplorasi keilmuan dan keimanan menjadi begitu penting karena akal adalah pintu utama masuknya ilmu pengetahuan dan dengan akal pula manusia mampu memikirkan kebesar-an dan kekuasaan Allah, sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an Surat Rum ayat 8[17].
Artinya :”dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya keba-nyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan Pertemuan dengan Tuhannya”.
E. Pendekatan Fungsional – adalah usaha memberikan materi agama dengan menekankan pada segi kemanfaatan bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya. Pendekatan fungsional dilakukan di sekolah karena dinilai dapat menjadikan agama lebih hidup dan dinamis. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini adalah metode latihan, ceramah, tanya jawab, pemberian tugas dan demonstrasi.
F. Pendekatan Keteladanan – adalah memperlihatkan keteladanan, baik yang langsung melalui penciptaan kondisi, pergaulan yang akrab antara personal sekolah, perilaku pendidikan dan tenaga pendidikan lain yang mencermin-kan akhlaq terpuji, maupun yang tidak langsung melalui suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah keteladanan[18].
Secara natural, seorang anak dibekali kemampuan untuk mengidentifikasi, mengasosiasi dan bahkan meniru apa yang pernah dilihat atau dijumpainya. Oleh sebab itu diperlukan public figur yang baik (berakhlaqul karimah) karena anak tersebut akan menjadikannya sebagai bahan rujukan untuk memerankan dirinya dalam kehidupan sehari-hari.
Keteladanan yang paling baik adalah meneladani perilaku dari Rasulullah artinya bagaimana Rasulullah mendidik, bergaul, memimpin umat Islam dan beribadah kepada Allah sebagai wujud syukurnya atas karunia Allah kepadanya. Tidak ada keteladanan yang lebih baik dari pada keteladanan yang dicontohkan oleh Rasulullah sebagaimana firman Allah dal Al Qur’an Surat al Akhzab ayat 21[19]
Artinya :”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.
G. Pendekatan Terpadu – adalah pendekatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran dengan memadukan secara serentak beberapa pendekatan, yaitu pendekatan keimanan (akidah), pengalaman (experient), pembiasaan, rasional (akliah), emosional (gejolak kejiwaan), fungsional (nilai kegunaan) dan keteladanan (uswah).
V. PENUTUP
Pendekatan system dalam pembelajaran menjadi tolok ukur kinerja seorang guru dalam menyampaikan pembelajaran kepada siswa, karena didalamnya tergambar secara jelas keinginan, aksi dan hasil yang ingin dicapai oleh seorang guru.
Aplikasi dari perencanaan pembelajaran dapat dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang sifatnya lebih teknis aplikatif. Oleh sebab itu konsep perencanaan pembelajaran dan pendekatan system yang digunakan dalam penyusunan perencanaan pembelajaran akan menentukan tindak lanjut dari proses pembelajaran tersebut.
[1] Software “Word Web” (soft ware untuk mencari arti kalimat dalam bahasa Inggris)
[2] Prof. Dr. Oteng Sutisna, M.Sc, “Administrasi Pendidikan Dasar Teoristis untuk Praktek Profesional” (Bandung, Angkasa, 1983), 35-36
[3] Drs. Lukmanul Hakim, M.Pd. Perencanaan Pembelajaran" ( Bandung, CV Wacana Prima, 2008) , 69
[4] Ibid , 69
[5] Drs. Amin Widjaja Tunggal, AK.MBA, "Manajemen Suatu Pengantar",( Jakarta, Rineka Cipta, 1993), 141-142.
[6] Prof. Drs. A. Malik Fadjar, M.Sc, "Administrasi dan Supervisi Pendidikan", (Jogjakarta, Aditya Media, 1993), 51
[7] Drs. Abu Ahmadi, "Didaktik Metodik", (Semarang, Penerbit CV. Thoha, 1978), 8
[8] Dra. Sumiati dan Asra, M.Ed, "Metode Pembelajaran" (Bandung, Penerbit CV. Wacana Prima, 2008), 1-2
[9] Dra. Sumiati dan Asra, M.Ed, "Metode Pembelajaran", 10-11
[10] Drs. Lukmanul Hakim, M.Pd. "Perencanaan Pembelajaran", 5-8
[11] Ibid, 43 - 49
[12] Syaiful Bachri Djamrah dan Aswan Zain, “Strategi Belajar Mengajar”, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1997), 70
[13] Departemen Agama RI, “Al Qur’an dan Terjemahanya”, 320-321
[14] Ibid, 313 dan 318
[15] Syaiful Bachri Djamarah dan Aswan Zain, “Strategi Belajar Mengajar”, 70
[16] Departemen Agama RI, “Al Qur’an dan Terjemahannya”, 109-110
[17] Ibid, 642
[18] Ramayulis, “Pengantar Ilmu Pendidikan Islam”, (Jakarta, Kalam Mulia, 1994), 181
[19] Departemen Agama RI, “Al Qur’an dan Terjemahannya”, 670
PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Editor : Drs. IHSAN
I. PENDAHULUAN
Dalam ajaran Islam, manusia dilahirkan dalam keadaan suci – lalu kedua orang tua mereka yang melakukan usaha-usaha untuk menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi (Al Hadits) – Kansep manusia bersih dan suci mengilhami para filosof mengkontruksi pemikiran tentang pola Tabularasa ala John Locke yang kemudian mengilhami paradigma empirisme bahwa peserta didik pada asalnya adalah sekelompok manusia yang tidak memiliki ide atau gagasan, sehingga guru berfungsi mentransfer pengetahuan kepada peserta didik.
Paradigma peserta didik tidak memiliki pengetahuan menjadi factor utama mengapa guru selaly menempatkan diri sebagai pusat ilmu pengetahuan dan mengabaikan kemampuan proses eksplorasi yang dimiliki oleh siswa. Kesalahpahaman terhadap potensi siswa menyebabkan proses pembelajaran tidak maksimal bahkan cenderung menghasilkan peserta didik yang apatis dan kebingungan dalam artian seharusnya ia memperoleh lebih dari hanya sekadar menerima pengetahuan – tetapi ia menerima metode pemahaman, pengembangan dan pengelolaan ilmu pengetahuan atau bahkan metode eksplorasi keilmuan yang mandiri sebagaimana yang dikembangkan oleh penganut metode inquiri.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, maka kita membutuhkan pendekatan-pendekatan yang realible terhadap obyek pembelajaran, karena dengan pendekatan yang tepat, kita akan mampu menyusun rencana pembelajaran yang tepat.
II. PENGERTIAN PENDEKATAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN
A. Pengertian Pendekatan Sistem
Pendekatan atau Approach dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “came near (menghampiri), go to (jalan ke) dan way path dengan (arti jalan). Dalam pengertian ini dapat dikatakan bahwa approach adalah cara menghampiri atau mendatangi sesuatu.
Berdasarkan Word Web – kata approach dalam bentuk noun (kata benda), berarti Ideas or actions intended to deal with a problem or situation, misalnya kata "his approach to every problem is to draw up a list of pros and cons" atau ia juga berarti The act of drawing spatially closer to something seperti kalimat "the hunter's approach scattered the geese"
Dalam bentuk verb, approach berarti Come near or verge on, resemble, come nearer in quality, or character seperti arti kalimat "His playing approaches that of Horowitz". Terkadang approach juga berarti make advances to someone, usually with a proposal or suggestion seperti kalimat "I was approached by the President to serve as his adviser in foreign matters"[1]
H.M Habib Thaha mendefiniskan pendekatan adalah cara pemrosesan subyek atas obyek untuk mencapai tujuan. Pendekatan ini juga berarti cara pandang terhadap sebuah obyek permasalahan, dimana cara pandang tersebut adalah cara pandang yang luas. Sedangkan Prof. Dr. Oteng Sutisna, M.Sc lebih praktis dalam memahami pengertian ”pendekatan”. Pendekatan adalah apa yang hendak ia kerjakan dan bagaimana ia akan mengerjakan sesuatu. Yang pertama disebut dengan pendekatan pengertian ”tugas” dan yang kedua adalah pendekatan dalam pengertian ”proses”[2]
Penggunaan istilah ”pendekatan” memiliki arti yang berbeda-beda tergantung kepada obyek apa yang akan menjadi tema sentral perencanaan kerja dan kajian pemikiran yang akan dikembangkan. Dalam konstek belajar, approach dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan peserta didik untuk menunjang efesiensi dan efektifitas dalam proses pembelajaran tertentu. Dengan demikian sesungguhnya approach adalah seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa, untuk memecahkan masalah atau untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Sudah barang tentu approach dalam pengertian tersebut membutuhkan pandangan falsafi (mendasar) terhadap subyek matter yang diajarkan, selanjutnya akan melahirkan metode mengajar yang dijabarkan dalam bentuk tehnik penyajian pembelajaran.
Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari komponen-komponen (elemen) yang saling berhubungan satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan tertentu. Keberhasilan sebuah perencanan sangat tergantung bagaimana seseorang tersebut membuat system yang akan menjadi format aktifitas dalam mewujudka sebuan tujuan. Oleh sebab itu untuk menentukan system yang bagus diperlukan sebuah analisis system (system analyisis).
Sistem analisis adalah sebuah proses kajian yang sangat detail berkaitan dengan elemen sebuah perencanaan atau system itu sendiri, termasuk didalamnya adalah tujuan kegiatan, hasil yang akan dicapai dan hubungan timbal balik antar elemen tersebut. Dengan kata lain analisis system adalah kerangka dasar metode berfikir untuk memecahkan masalah atau sesuatu persoalan[3].
Analisis system sekurang-kurang dilakukan terhadap tiga komponen utama, yaitu masukan (input), proses, dan keluaran (output) Yang dapat digambarkan sebagai berikut
INPUT
(MASUKAN)
OUTPUT
(KELUARAN)
PROSES
UMPAN BALIK/FEEDBACK
Input adalah materi mentah yang menjadikan system itu beroperasi atau melakukan proses. Proses merupakan kegiatan-kegiatan dalam mengolah input, sedangkan output adalah keluaran yang berupa hasi; dari proses. Terkadang hasil dari sebuah proses yang dilakukan terjadi ketidakpuasan atau kurang memenuhi target yang ditetapkan dalam sebuah system, sehingga perlu ada analisis dan koreksi terhadap output sebuah proses berupa feedback.
Untuk menindaklanjuti feedback sekalligus untuk mengukur sebuah output tersebut memuaskan atau bahkan tidak memuaskan, maka diperlukan parameter yang jelas dan ditetapkan sebelum sebuah system tersebut menerima input, melakukan proses dan menghasilkan output, misalnya dengan menetapkan :
1. Tujuan yang ingin dicapai
2. Input yang akan masuk (diinginkan)
3. Bagaimana proses pengelolaan input (materi yang akan diberikan kepada input, cara menanganinya, dan alat-alat yang digunakan)
4. Bagaimana melakukan penilaian terhadap output, dan
5. Bagaimana melakukan perbaikan terhadap output.
Pendekatan system berarti menentukan cara memproses sebuah obyek oleh subyek dengan system yang telah ditentukan pula. Pendekatan system dewasa ini dianggap lebih rasional dan efektif untuk memperoleh output yang baik dalam sebuah proses pembelajaran. Sistem yang baik dalam proses akan membantu mencapai hasil yang maksimal walau mungkin input yang diperoleh kurang bagus – mengapa demikian. Kemampuan analisis system yang baik terhadap input akan membantu menemukan cara untuk melakukan pemrosesan input. Pembelajaran yang dilakukan tanpa didahului oleh proses pendekatan terhadap obyek atau peserta didik akan menyebabkan guru mengalami keterbatasan dalam menetapkan metode atau bahkan strategi dalam proses pembelajaran.
Drs. Lukmanul Hakim, M.Pd. menggambarkan kerangka pendekatan system sebagai berikut[4] :
RESTRICTION
Obyektives
Performance Standard
Constraint
PROSES
INPUT
OUTPUT
UMPAN BALIK/FEEDBACK
Pada pendekatan system tersebut dapat dilihat bahwa apa yang ingin dicapai (Restriction) merupakan dasar analisis suatu system. Restriction terumuskan dalam bentuk tujuan (Objectives), standar prilaku yang diharapkan (Performance standart) dan juga kemungkinan hambatan dalam mencapai tujuan (Constraint). Berdasarkan pada tujuan system, maka dirumuskan input yang ingin diciptakan sesuai dengan tujuan. Masukan diproses sehingga menghasilkan keluaran (output) tertentu. Hasil evaluasi terhadap output dijadikan feedback sebagai bahan perbaikan atau revisi.
B. Pengertian Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan sebagaimana yang telah dijelaskan merupakan proses pendefinisian tujuan dan bagaimana untuk mencapainya. Artinya ia lebih banyak menetapkan output yang ingin dicapai, mengartikulasikannya dalam bentuk strategi, taktik. Operasi yang diperlukan untuk mencapainya.
Drs. Atang Widjaja Tunggal membagi perencanaan menjadi dua, yaitu perencanaan formal (formal planning) dan perencanaan tidak formal (informal Planning). Perencanaan tidak formal merupakan proses secara intuitif memutuskan tujuan-tujuan dan aktifitas-aktifitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut, tanpa penyelidikan yang kaku dan sistematis. Sedangkan perencanaan formal adalah proses mengguanakan investigasi dan analisiss system untuk menentukan tujuan, aktifitas atau strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan, dan secara formal mendokumentasikan ekspektasi organisasi[5]
Dalam setiap perencanaan, seseorang sekurang-kurangnya akan melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Apa yang akan dicapai
2. Dengan cara apa akan dicapainya
3. Alasan-alasa apa yang digunakan untuk menentukan cara-cara pencapaian itu
4. Kapan hal tersebut tercapai
5. Bagaimana pentahapan cara penyelesaiannya
6. Siapa yang akan melaksanakannya
7. Bilamana dan bagaimana akan mengadakan penilaian
8. Kemungkinan-kemungkinan apa yang kiranya dapat mempengaruhi pelaksanaan
9. Bagaimana mengadakan penyesuaian dan perubahan rencana dan sebagainya[6].
Dengan demikian perencanaan menjadi suatu yang sangat mendasar dan menentukan keberhasilan suatu program, karena ia menyangkut penentuan tujuan, aktifitas atau proses untuk mencapai tujuan baik menyangkut siapa yang melakukan, tahapan penyelesaian dan alat atau instrument apa yang digunakan untuk mencapainya sekaligus ditentukan pula evaluasi hasil sebuah aktifitas.
Perencanaan dalam pembelajaran berarti menentukan tujuan, aktifitas dan hasil yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Pembelajaran berasal dari kata "ajar" dan kemudian dalam ilmu pendidikan klasik dikenal dengan istilah "mengajar". Kata mengajar memiliki 3 arti yaitu menyampaikan pengetahuan pada anak, menyampaikan pengetahuan dan kebudayaan pada anak dan mengatur aktifitas lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.
Drs. Abu Ahmadi menjelaskan bahwa pengertian mengajar yang berarti menamankan pengetahuan dan kebudayaan pada siswa akan melahirkan system "teacher centered" dimana guru menjadi actor utama, sedangkan mengajar yang berarti membentuk lingkungan sehingga terjadi proses belajar akan mengarahkan pada system "pupil centered" yang berarti guru hanya menjadi fasilitator dan pembimbing[7].
Dalam perspektif lainnya, praktek pembelajaran yang dilakukan oleh guru terhadap murid, terbagi dalam 3 kelompok, yaitu :
1. Pengajaran - guru yang mengajar dengan cara menyampaikan pelajaran semata-mata. Guru biasanya berdiri di depan kelas, mengahadapi siswa dan menjelaskan materi pelajaran. Siswa duduk dengan rapi, mendengarkan dan mencatat uraian guru, dihafalkan agar kelak dapat menjawab pertanyaan dengan baik jika diadakan ulangan. Sistem pengajaran tersebut bersifat pasif (tidak ada dinamika pemikiran) dan verbalistic (disampaikan dengan lisan). Secara sederhana situasi pengajaran demikian digambarkan dengan "DUDUK, DENGAR, CATAT DAN HAPALKAN".
2. Pembelajaran – guru yang mengajar dengan menciptakan situasi dan kondisi belajar yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman belajar sesuai dengan tujuan artinya ia tidak hanya mengetahui meteri pelajaran tetapi ia juga mampu memahami, menerapkan suatu konsep atau memiliki ketrampilan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.
Guru dalam kelompok pembelajaran bertindak sebagai fasilitator, pemberi motivasi dan rangsangan, pembimbing dan konsultan terhadap kesulitan yang dihadapi siswa serta mengarahkan proses pada tujuan yang telah ditetapkan. Siswa menjadi lebih aktif dengan melakukan diskusi, latihan, eksperimen atau proses discoveri keilmuan.
3. Pembelajaran bebas – guru berperan sebagai pembimbing siswa dalam pembelajaran. Siswa memilih materi pembelajaran apa yang akan dipelajari sesuai dengan minat dan pilihannya serta bagaimana cara mempelajarinya[8].
Dengan definisi tersebut, maka penggunaan pembelajaran dinilai lebih baik di-bandingkan dengan "mengajar". Mengajar hanya menjadikan siswa sebagai kelompok yang tidak memiliki ilmu dan diberlakukan sebagai obyek bodoh dan pasif sedangkan guru bertindak sebagai kelompok super yang tidak mungkin salah. Pembelajaran mengambil sisi baik dari proses mengajar dan memberikan ruang yang luas bagi siswa untuk mengembangkan pengetahuan secara mandiri. Hal teersebut didukung dengan kemajuan ilmu peengetahuan dan teknologi yang memungkinkan siswa memperoleh keluasan materi pelajaran dari sumber lainya selain guru mata pelajaran, misalnya buku, artikel atau melakukan browsing di internet berkaitan dengan mata pelajaran tersebut. Guru sebagai penyampai materi pelajaran juga dapat melakukan improvisasi dengan metode pembelajaran yang beraneka ragam sesuai dengan stressing mata pelajaran tersebut.
III. URGENSI PENDEKATAN SISTEM PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Dalam perkembangan pendidikan modern – pendidikan dilakukan dengan proses yang sistematis dan sangat terencana, hal tersebut dimungkinkan karena perkembangan ilmu pengetahuan yang aplikatif. Siswa tidak lagi dianggap sebuah obyek bodoh yang mati, tetapi ia telah memiliki bekal ilmu pengetahuan baik yang diperoleh dari jenjang pendidikan sebelumnya atau berasal dari eksplorasi keilmuan secara mandiri, sedangkan guru hanya berfungsi sebagai salah satu sumber ilmu dan moral. Disamping itu terdapat prinsip bahwa pembelajaran sebenarnya bukan aplikasi dari apa yang di kehendaki oleh guru tetapi apa yang dikehendaki oleh peserta didik.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka perencanaan pembelajaran menjadi bangunan awal sebuah proses pembelajaran. Sebagai bangunan awal proses pembelajaran, perencanaan harus dibuat dengan memperhatikan input dan out put yang hendak dicapai sekaligus didalamnya memuat aktifitas atau proses untuk mencapainya.
Pendekatan system perencanaan pembelajaran sangat penting bagi proses pembelajaran, karena disana terdapat arahan yang menunjukkan cara atau metode yang digunakan untuk memproses input sehingga menghassilkan output yang baik. Secara umum dapat kita sarikan kepentingan pendekatan system perencanaan pembelajaran sebagai berikut :
Dapat memberikan arahan tentang tujuan dalam system pembelajaran yang akan dilakukan oleh seorang guru.
Dapat memberikan petunjuk tentang materi pembelajaran
Menjelaskan tentang kegiatan yang harus dilakukan sebagai komponen system pembelaajaran.
Memberikan penjelasan tentang cara, metode dan alat yang akan digunakan dalam proses pembelajaran
Dapat melakukan proses evaluasi sebagai dasar feedback.
Perencanaan pembelajaran berarti menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan penggambaran tentang perubahan-perubahan yang diharapkan dari siswa. Robert F. Merger menjelaskan bahwa tujuan merupakan deskripsi pola-pola prilaku atau performance yang diinginkan dapat didemons-trasikan siswa. Agar rumusan tujuan menggambarkan totalitas keinginan dan kepentingan pembelajaran, maka diperlukan standar operasional yaitu
menyatakan prilaku yang akan dicapai
membatasi kondisi perubahan perilaku yang dininginkan, dan
menyatakan kreteria perubahan perilaku dalam arti menggambarkan standar perilaku minimal yang dapat diterima sebagai hal yang dicapai [9]
sedangkan materi pelajaran adalah isi dari proses yang harus dipelajari dalam proses pembelajaran – agar materi pelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka materi pelajaran harus mempunyai ruang lingkup dan urutan yang jelas. Hal tersebut akan memudahkan kita dalam menentukan metode atau kegiatan yang akan kita tetapkan dalam proses pembelajaran. Dalam proses penetapan metode, seorang guru harus memperhatikan ragam metode yang mungkin dapat digunakan, menetapkan kegiatan-kegiatan yang tidak perlu dilakukakan agar mencapai efesiensi dan menetapkan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Guru dan Siswa.
Materi pelajaran dalam perencanaan pembelajaran harus mengacu pada kurikulum, sehingga tidak berlebihan jika kemudian perencanaan pembelajaran diidentikkan dengan kurikulum. Beberapa pakar pendidikan memberikan kesimpulan yang hampir sama berkaitan dengan kedudukan kurikulum dalam system perencanaan pembelajaran – kurikulum diartikan menjadi 3 hal yaitu :
Kurikulum sebagai perencanaan pembelajaran – karena didalamnya berisi tentang materi yang ingin disampaikan atau ditempuh oleeh siswa untuk memperoleh ijazah atau mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan.
Kurikulum sebagai pengalaman belajar yang akan diperoleh siswa dari sekolah artinya kurikulum tersebut menjelaskan bahwa pengalaman belajar yang akan diperoleh tidak lepas dari apa yang telah disajikan dalam kurikulum tersebut.
Kurikulum diartikan sebagai rencana belajar siswa – artinya dengan melihat kurikulum tersebut siswa secara mandiri dapat melakukan pembelajaran atau mengeksplorasinya sendiri dengan sumber belajar yang juga disebutkan dalam kurikulum tersebut[10].
Kurikulum sebagai bagian integral dari perencanaan pembelajaran berisi tentang rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan materi pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Sudah barang tentu keberadaan kurikulum menambah arti penting perencanaan pembelajaran dalam sebuah system pendidikan itu sendiri.
IV. MODEL DAN POLA PENDEKATAN SISTEM
Pendekatan digunakan dalam pembelajaran berorientasi agar siswa sedikit banyak mengambil peran dari guru – artinya peran guru bergeser dari "menentukan apa yang dipelajari" menjadi "bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar siswa". Pengalaman belajar diperoleh dari serangkaian kegiatan siswa baik studi kepustakaan, eksperimen dan interaksi siswa dengan lingkungannya, siswa dengan temannya, dan nara sumber lain.
Dalam proses perencanaan pembelajaran terkandung juga kegiatan yang akan dilakukan oleh seorang guru terhadap peserta didik, karena pendekatan sangat menentukan interaksi antara guru dan siswa. Pendekatan yang dapat digunakan secara garis besar adalah[11] :
A. Pendekatan imposisi atau ekspositoris yaitu pendekatan dengan ciri guru me-nyampaikan materi pembe-lajaran dengan penuturan atau dengan melontarkan (ekspositoris) materi pembelajaran. Metode ini berkembang dari fakta empiris yang menyatakan bahwa manusia pada mulanya tidak memiliki ide atau pengetahuan apa-apa sebagaimana yang dikembangkan oleh John Locke dengan filosofi "Tabula Rasa" – lalu guru bertindak sebagai supliyer ilmu kepada siswa.
B. Pendekatan Teknologis yaitu pembelajaran dengan menggunakan perangkat (wares), baik berupa perangkat benda atau perangkat keras (hardware), misalnya Radio, Televisi, atau komputer dan perangkat program (software).
C. Pendekatan Personalisasi yaitu pembelajaran dengan meengarahkan pada siswa untuk menentukan apa yang ingin dipelajari, sehingga yang bersangkutan mempertahankan keunggulan yang semula sudan dimiliki dan mengembangkannya sesuai dengan dasar-dasar yang sudah dimiliki. Dalam proses pembelajaran, siswa diarahkan pada prinsip saling membutuhkan, aktif dan jiwa kemandirian. Proses pembelajaran dengan pendekatan personalisasi didasarkan pada filosofi progresifistis yang berpandangan bahwa manusia pada asalnya adalah baik dan aktif.
D. Pendekatan Interaksional yaitu proses pembelajaran dengan pola terjadinya interaksi yang seimbang antara guru dan siswa. Guru aktif dalam memberi rangsangan maupun jawaban, demikian juga siswa. Guru senantiasa melemparkan permasalahan yang terformat dalam media pembelajaran, sehingga siswa terlatih kemampuannya untuk memecahkan masalah melalui penggunaan argumentasi verbal.
E. Pendekatan konstruktivis yaitu proses pembelajaran dimana siswa melakukan preposisi yang sederhana dengan mengkonstruk pengertian terhadap dunia tempatnya hidup. Manusia membangun pengetahuan melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya.
Untuk melakukan pendekatan konstruktivis, seseorang harus memahami prinsip-prinsip kontruktifitas yaitu
1. masalah yang sesuai dengan kehidupannya,
2. ppenataan belajar pada konsep primer/utama,
3. menjajaki dan menghargai pendapat siswa,
4. kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan siswa, dan
5. menilai belajar siswa dalam konsteksi mengajar.
Jika kita menggunakan metode konstruktivis, maka sesungguhnya kita telah melakukan kegiatan :
1. mengaktifkan kembali pengetahuan yang sudah ada (activiting knowlidge),
2. memperoleh pengetahuan baru (acquiring knowlidge),
3. pemahaman pengetahuan (understanding konwlidge),
4. mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman (applying konwlidge), dan
5. melakukan refleksi pengetahuan (reflecting konwlidge).
F. Pendekatan Inquiri adalah pemberian mateeri pembelajaran pada siswa untuk menangani permasalaha yang mereka hadapi ketika berhadapan dengan dunia nyata melalui proses penelitian. Siswa sebagai peneliti, maka ia harus melakukan prosedur mengenali permasalahan, menjawab pertanyaan, melakukan research dan investigasi dan menyiapkan kerangka berfikir, hipotesis, dan penjelasan kompatibel dengan pengalaman pada dunia nyata.
G. Pendekatan Pemecahan Masalah – yaitu pembelajaran dengan titik tekan untuk mengembangkan higher order thinking skills (kerangka ketrampilan berfikir tingkat tinggi) melaui proses solving atau pemecahan masalah. Pendekatan Pemecahan Masalah akan merangsang siswa mampu menjadi :
1. Eksplorer (mencari penemuan baru)
2. Inventor (mengembankan gagasan/ide dan pengujian baru yang inovatif
3. Desainer (mengkreasi rencana dan model baru)
4. Desicion maker (pengambil keputusan dengan melatih menetapkan pilihan yang bijaksana.
5. Komunikator (mengembangkan metode dan teknik untuk bertukar pemikiran dan berinteraksi
Dalam perspektif pembelajaran Qur'ani – ditemukan beberapa pola atau model pendekatan yang biasa dilakukan dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam adalah :
A. Pendekatan Pengalaman – yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan baik secara individual maupun kelompok. Pengalaman adalah suatu hal yang sangat berharga dalam kehidupan manusia – Syaiful Bachri Djamrah menjelaskan bahwa pengalaman adalah guru tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh siapapun juga[12].
Al Qur’an memberikan contoh yang sangat jelas bagaimana pendekatan pengalaman dipakai dalam memberikan pelajaran dan peringatan kepada semua manusia agar mereka tidak terjerumus dalam situasi dan perbuatan yang sama –misalnya bagaimana Allah menjadikan jasad Fir’aun sebagai sumber pelajaran dengan pola pendekatan pengalaman. Firman Allah dalam Al Qur’an Surat Yunus ayat 92[13]
Artinya :” Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu[704] supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan Sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami”.
Sedemikian pentingnya pendekatan pengalaman dalam pembelajaran pendidikan Islam, sehingga Allah berkali-kali memerintahkan umat Islam atau manusia pada umumnya untuk mencari pengalaman dengan mengkaji riwayat bangsa-bangsa terdahulu dan terus menerus melakukan kajian terhadap bekas tempat tinggal dan kehidupan mereka, juga dengan berbagai peristiwa alam yang terjadi dalam kehidupan kita – sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an Surat Yunus ayat 39 dan 73[14]
Artinya :”bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna Padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu”.
Artinya :”lalu mereka mendustakan Nuh, Maka Kami selamatkan Dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu”.
Metode mengajar yang dapat dipakai dalam pendekatan pengalaman, diantaranya adalah metode eksperimen (percobaan), metode drill (latihan), metode sosiodrama dan bermain peran, dan metode pemberian tugas belajar dan resitasi dan lain sebagainya.
B. Pendekatan Pembiasaan – pembiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi. Pembiasaan pendidikan memberikan kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan ajaran agamanya, baik secara individu maupun secara berkelompok dalam kehidupan sehari-hari[15].
C. Pendekatan Emosional – yaitu usaha untuk mengubah perasaan dan emosi peserta didik dalam meyakini ajaran Islam serta dapat merasakan mana yang baik dan yang buruk. Emosi adalah gejala kejiwaan yang ada dalam diri manusia – emosi erat kaitannya dengan perasaan manusia. Seseorang yang mempunyai perasaan pasti dapat merasakan sesuatu; baik perasaan jasmaniah, maupun perasaan rokhaniyah. Di dalam perasaan rokhaniyah tercakup perasaan intelektual, perasaan estetis dan perasaan etis, perasaan sosial dan perasaan harga diri. Peristiwa yang terjadi dalam kehidupan mereka akan menjadi bangunan emosi atau perasaan mereka.
D. Pendekatan Rasional – adalah suatu pendekatan mempergunakan rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebesaran dan kekuasaan Allah. Ajaran agama Islam sebagian harus diyakini tanpa ada interpretasi karena memang ajaran tersebut ”ghairu ma’qul”, tetapi dalam konteks yang lain terdapat ajaran yang harus dicerna dengan pendekatan rasio.
Ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia, penciptaan alam semesta, kekayaan dan keragaman hayati dan aspek-aspek lain dari keindahan tata ruang angkasa – membutuhkan kecermelangan rasio untuk memahaminya. Out put pemahaman dengan pendekatan rasio terhadap keajaiban alam menjadikan manusia bertambah keimanannya – mereka yang mampu menggunakan rasio alam memahami kekuasaan dan kebesaran Allah tersebut dikenal dengan ”Ulul Albab” sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an Surat Ali Imron ayat 190-191[16].
Artinya :”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”, ”(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka”.
Perintah menggunakan akal sebagai alat eksplorasi keilmuan dan keimanan menjadi begitu penting karena akal adalah pintu utama masuknya ilmu pengetahuan dan dengan akal pula manusia mampu memikirkan kebesar-an dan kekuasaan Allah, sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an Surat Rum ayat 8[17].
Artinya :”dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya keba-nyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan Pertemuan dengan Tuhannya”.
E. Pendekatan Fungsional – adalah usaha memberikan materi agama dengan menekankan pada segi kemanfaatan bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya. Pendekatan fungsional dilakukan di sekolah karena dinilai dapat menjadikan agama lebih hidup dan dinamis. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini adalah metode latihan, ceramah, tanya jawab, pemberian tugas dan demonstrasi.
F. Pendekatan Keteladanan – adalah memperlihatkan keteladanan, baik yang langsung melalui penciptaan kondisi, pergaulan yang akrab antara personal sekolah, perilaku pendidikan dan tenaga pendidikan lain yang mencermin-kan akhlaq terpuji, maupun yang tidak langsung melalui suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah keteladanan[18].
Secara natural, seorang anak dibekali kemampuan untuk mengidentifikasi, mengasosiasi dan bahkan meniru apa yang pernah dilihat atau dijumpainya. Oleh sebab itu diperlukan public figur yang baik (berakhlaqul karimah) karena anak tersebut akan menjadikannya sebagai bahan rujukan untuk memerankan dirinya dalam kehidupan sehari-hari.
Keteladanan yang paling baik adalah meneladani perilaku dari Rasulullah artinya bagaimana Rasulullah mendidik, bergaul, memimpin umat Islam dan beribadah kepada Allah sebagai wujud syukurnya atas karunia Allah kepadanya. Tidak ada keteladanan yang lebih baik dari pada keteladanan yang dicontohkan oleh Rasulullah sebagaimana firman Allah dal Al Qur’an Surat al Akhzab ayat 21[19]
Artinya :”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.
G. Pendekatan Terpadu – adalah pendekatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran dengan memadukan secara serentak beberapa pendekatan, yaitu pendekatan keimanan (akidah), pengalaman (experient), pembiasaan, rasional (akliah), emosional (gejolak kejiwaan), fungsional (nilai kegunaan) dan keteladanan (uswah).
V. PENUTUP
Pendekatan system dalam pembelajaran menjadi tolok ukur kinerja seorang guru dalam menyampaikan pembelajaran kepada siswa, karena didalamnya tergambar secara jelas keinginan, aksi dan hasil yang ingin dicapai oleh seorang guru.
Aplikasi dari perencanaan pembelajaran dapat dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang sifatnya lebih teknis aplikatif. Oleh sebab itu konsep perencanaan pembelajaran dan pendekatan system yang digunakan dalam penyusunan perencanaan pembelajaran akan menentukan tindak lanjut dari proses pembelajaran tersebut.
[1] Software “Word Web” (soft ware untuk mencari arti kalimat dalam bahasa Inggris)
[2] Prof. Dr. Oteng Sutisna, M.Sc, “Administrasi Pendidikan Dasar Teoristis untuk Praktek Profesional” (Bandung, Angkasa, 1983), 35-36
[3] Drs. Lukmanul Hakim, M.Pd. Perencanaan Pembelajaran" ( Bandung, CV Wacana Prima, 2008) , 69
[4] Ibid , 69
[5] Drs. Amin Widjaja Tunggal, AK.MBA, "Manajemen Suatu Pengantar",( Jakarta, Rineka Cipta, 1993), 141-142.
[6] Prof. Drs. A. Malik Fadjar, M.Sc, "Administrasi dan Supervisi Pendidikan", (Jogjakarta, Aditya Media, 1993), 51
[7] Drs. Abu Ahmadi, "Didaktik Metodik", (Semarang, Penerbit CV. Thoha, 1978), 8
[8] Dra. Sumiati dan Asra, M.Ed, "Metode Pembelajaran" (Bandung, Penerbit CV. Wacana Prima, 2008), 1-2
[9] Dra. Sumiati dan Asra, M.Ed, "Metode Pembelajaran", 10-11
[10] Drs. Lukmanul Hakim, M.Pd. "Perencanaan Pembelajaran", 5-8
[11] Ibid, 43 - 49
[12] Syaiful Bachri Djamrah dan Aswan Zain, “Strategi Belajar Mengajar”, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1997), 70
[13] Departemen Agama RI, “Al Qur’an dan Terjemahanya”, 320-321
[14] Ibid, 313 dan 318
[15] Syaiful Bachri Djamarah dan Aswan Zain, “Strategi Belajar Mengajar”, 70
[16] Departemen Agama RI, “Al Qur’an dan Terjemahannya”, 109-110
[17] Ibid, 642
[18] Ramayulis, “Pengantar Ilmu Pendidikan Islam”, (Jakarta, Kalam Mulia, 1994), 181
[19] Departemen Agama RI, “Al Qur’an dan Terjemahannya”, 670
Label: Tarbiyat al Islam
1 Comment:
-
- Sangkuriang said...
18 Oktober 2020 pukul 07.55Nama bukunya apa ya dari materi ini?
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)